"Lo udah gila, Karlina."
"Nggak ada lagi yang bisa bantu kita, Tamara!" Karlina membentak. "Gue mau perbaiki hidup sebelum makin kacau. Lo tau sendiri, kan, kalau gue sekolah di sini karena uang endorsement. Kalau karir gue hancur, dibilang penipu, gue bakal kerja apa? Sekolah di mana?!"
Tamara maju selangkah. "Karir lo nggak bakal hancur kalau Edward berhasil kita ajak damai!"
Karlina seketika bungkam.
"Besok kita bakal ketemu sama Edward di Kafe Halley. Dia mau minta penjelasan lo secara detail. Kita bakal berusaha buat bujuk cowok itu supaya nggak viralin lo. Kita harus dapat kepercayaannya. Kalau sesuatu terjadi lebih buruk, baru kita pake cara lo yang sadis itu. Tapi, gue rasa, alangkah baiknya kita cari cara supaya jiwa kalian bisa kembali lagi, diam-diam tanpa bantuan siapa pun. Jangan ambil langkah gegabah," saran Tamara.
"Tapi gimana kalau ternyata malah ada yang ketuker lagi Kak?" tanya Elina.
"Kita nggak akan pernah tau kalau nggak pernah coba. Kita bakal eksperimen banyak kali dengan cara yang beda, sampai akhirnya kita bisa temukan cara yang pas," kata Tamara yang serius.
***
Elina benar-benar bertemu dengan Edward di Kafe Halley keesokan harinya. Dengan kikuk dia berbincang dengan Edward, sesekali dia hanya mengucapkan 'hah' di saat lelaki itu mulai menggunakan bahasa Inggris. Untung saja dia mengenakan satu earphone bluetooth terbaik milik Tamara di salah satu telinganya untuk membantunya menjawab beberapa pertanyaan Edward sesuai dengan kemauan Karlina.
Di seberang jalan depan kafe, ada sebuah toko aksesoris untuk perempuan yang bernuansa merah muda. Di sanalah Karlina dan Tamara memberikan Elina arahan. Mereka juga mendengarkan baik-baik percakapan dua orang di sana dan membantu menjawab dengan bahasa Inggris. Sayang sekali, Elina terkadang tidak mengerti apa yang mereka ucapkan dan susah untuk mengikutinya.
"Udah bilang aja," paksa Karlina. "If you won't understand my condition, it's fine! Elina, bilang!" tegasnya ke ponsel yang dipakai untuk menelepon Elina. "Cepat!"
"Apa tadi?" Bisikan Elina terdengar dari seberang sana.
Tamara menyikut Karlina untuk berpura-pura berjalan mengelilingi toko aksesoris itu agar tidak dikira maling oleh penjaga toko. Dia pun berinisiatif membeli karet berwarna-warni untuk mengikat rambut, gantungan kunci yang berbentuk kucing, kalung manik-naik untuk Elina, dan bando-bando warna merah muda untuk Karlina. Tak lupa, dia selalu berdeham tatkala suara Karlina mulai terlalu nyaring.
Elina di seberang sana pun melakukan improvisasi saja ketika Edward berbicara dalam bahasa Inggris. Dia memilih untuk menjawab menggunakan bahasa Indonesia. Lelaki itu sebenarnya mengerti apa yang Elina ucapkan, hanya saja dia sulit untuk praktik berbicara langsung dalam bahasa Indonesia, alhasil dia kerap kali menggunakan bahasa Inggris untuk menyeimbangkan percakapan.
"Oh my God! Lo harusnya belajar bahasa Inggris yang rajin, Elin, hih!" protes Karlina dari kejauhan.
Di kafe, Edward tiba-tiba mengajak Elina ke pembicaraan yang lebih serius. Dia bahkan mulai menyarankan Karlina untuk mengganti jenis konten yang diposting ke media sosial. Dia berharap Karlina berhenti pamer kekayaan, karena pada dasarnya Karlina tidak sekaya itu dan hanya akan menipu khalayak ramai saja. Dia juga menyarankan Karlina untuk membuat konten endorsement seputar make up tanpa harus pamer kekayaan, membuat vlog dengan kehidupan serba mewah, atau vlog keluarga yang harmonis.
"Oh, atau mungkin bisa dengan konten make up transition, point of view, sharing experiences, or something that you're good at it," saran lelaki berambut pirang itu lagi dengan logat Amerikanya, "stop pretending that you're a rich person. I might be okay with it, but you need to change. Kita enggak tahu apa yang akan terjadi, takut aja kalau nanti kamu bakal ketahuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Main Character
Подростковая литератураPertukaran jiwa terjadi di antara sekelompok pemain drama sekolah. Elina penyebabnya. Dia rela menukar perannya sebagai aktor utama di pentas drama tahunan hanya untuk menjadi Ralitha, si kakak kelas cantik, kaya, dan berbakat di dunia nyata. Namun...