8

133 10 0
                                    

Author Pov

🍂🍂🍂

Mereka tidak takut terkena peluru musuh, atau tusukan pisau dari lawan. Yang mereka takutkan adalah kehilangan orang tercintanya karna kecerobohan mereka.

Peru diketahui, misi mereka bukanlah misi kaleng kaleng.

Dulu, mereka adalah pasukan khusus dengan jumlah tiga orang, namun salah satu temannya tewas saat pengejaran.

Kejadian itu sudah lumayan lama, dan terletak di negri sebrang sana.

Sejak saat itu, mereka di tugaskan di dalam negri.

"Fi, kangen berkuda di padang pasir gak sih?" Celoteh Hazel.

"Gue kira di Padang Mahsyar."

"Lu aja duluan."

"Yakin gak mau ikut?"

"Astaghfirullah... Mau gue sobek tu mulut?" Refleks Fia yang langsung menutup mulutnya.

Kesabaran Hazel ini emang setipis tissu, sedangkan Fia manusia panikan.

Namun berkat black card, tampaknya ada yang terlupaka oleh Hazel.

"Astaga Fi, jam berapa sekarang?"

"22:35 menit. Kenapa?"

Tak menjawab menjawab pertanyaan Fia, Hazel langsung pergi ke suatu tempat.

Sebenarnya ia tak yakin apakah orang yang membuat janji itu datang kesana atau tidak. Tapi.. etahlah, Hazel hanya berharap, tapi tak tau apa yang sebenarnya ia harapkan.

Setelah sampai di Stadion, Hazel tak melihat siapapun disana. Dengan napas yang terengah-engah, tampak di raut wajahnya sedikit tidak menyukai hal ini.

(Disarankan untuk play lagu billie ellies_Lovely atau Bolbagan4_Dream. Biar rasa saat membaca bisa lebih dapet)

Gerimis pun turun, seperti tau apa yang di gambarkan hatinya.

'Bodoh sekali. Apa yang sebenarnya diharapkan?'

Akhirnya Hazel memutuskan untuk berbalik dan pergi, namun siapa sangka, orang yang ia tunggu tepat berada di belakangnya.

"Kupikir tidak ada yang akan datang malam ini." Ucapnya.

Hazel sedikit sumringah melihat lelaki yang ada di hadapannya sekarang.

"Mau pergi ke tempat lain?" Lanjut Jay. Hazel hanya menggeleng. "Why?"

Hazel melirik kesekitar, sepertinya ada yang tidak beres.

"Aku sudah menepati janjiku untuk datang kemari. Sekarang giliran kamu, kenapa kamu nyuruh aku untuk datang kemari?"

"Aku pikir, bukankah sebaiknya kamu berganti pakaian dan menghangatkan diri dulu?"

Tampaknya Jay mengkhawatirkan Hazel yang sekarang sedang diguyur hujan.

"Tidak Jay, aku tidak punya waktu."

Ya, Hazel merasakan ada yang mengikutinya kemari. Mungkin itulah alasan, kenapa Hazel tak mau bertele-tele.

"Why?"

Perasaan Hazel kian gelisah, ia tidak mau Jay masuk dalam kehidupan berbahayanya.

"Baiklah. Disini saja." Jay mengalah. "Aku sudah mengawasimu sejak kita bertemu pertama kali di Qatar..."

Jay menghentikan ucapannya, seraya menarik napas.

Tunggu.. apa Jay tau siapa Hazel sebenarnya?

"Aku--"

Dorrr!!

Ucapannya kembali terhenti, namun kali ini, sebuah peluru bersarang di bahu kanan Hazel, yang berusaha menghentikan lajunya menuju Jay.

Hazel terjatuh dipelukan Jay, sedangkan Jay tampak syok dengan kejadian yang ia alami saat ini.

Satu persatu orang-orang mulai berkerumun karna kerasnya suara tembakan.

🍂🍂🍂

Kejadian itu cukup membuat Jay merenungi kejadian tersebut.

Siapa dia?
Kenapa dia mengincar Jay?
Ada apa dengan gerak-gerik Hazel saat itu?
Lalu bagaimana Hazel bisa dengan cepat menghalau tembakan yang akan mengenainya?
Dan kenapa Hazel melakukan itu?

Jay tetap stay di Rumah Sakit, bahkan ia menyewa beberapa penjaga di luar ruangan.

Kejadian ini benar-benar ditanganinya dengan rapi.

Ia tidak mau media mengetahuinya. Karna itu akan berdampak pada Hazel.

Hanya beberapa temannya dan Fia yang mengetahui hal ini.

"Jay, ada apa?" Tanya Ragnar.

Beberapa teman Jay datang, di antaranya Asnawi, dan Ragnar.

Jay menggelengkan kepala. Ia belum bisa mengingat kejadian yang begitu cepat itu.

"Gimana sama keluarganya? Atau Fia temen Hazel. Sudah dihubungi?" Jay kembali menggeleng.

Dengan segera Asnawi mengotak ngatik ponselnya dan menghubungi Fia.

Tak berselang lama, terdengan suara berisik dari luar, yang ternyata Fia yang hendak masuk namun di halau oleh penjaga sewaan Jay.

Dengan bantuan Asnawi, Fia pun berhasil masuk dan langsung menghampiri Hazel.

"Ada apa ini? Kenapa Hazel bisa kayak gini? Jangan bilang kalau Hazel ketemuan sama lo tadi?!"

Ucapan itu belum dijawab oleh Jay. Namun Asnawi dengan segera menenangkan Fia.

"Fi, tenang dulu. Jay juga syok. Biarin dia tenang dulu."

Ragnar segera menyuruh Asnawi dan Fia menepi dan duduk di sofa.

"Tunggu Hazel sadar. Setelah itu baru kita akan tau apa yang sebenarnya terjadi." Ucap Wak Haji menenangkan.

Merekapun mengikuti instruksi Ragnar dengan tenang, dan tak lama kemudian, Hazel tersadar, membuat semua orang beranjak dari tempat duduknya.

"Lo inget gue kan? Gue Fia sekertaris lo. Apa ada yang sakit? Yang mana? Bilang sama gue?!" Hasel hanya tekekeh mendengar pertanyaan konyol Fia. "Jangan ketawa! Jawab gue?!"

"Kayaknya dia baik-baik aja." Sahut Asnawi.

Jay tampak lega melihat Hazel siuman. Sepertinya syoknya sudah sedikit terobati.

"Jay, you oke?" Sekarang malah Hazel yang mengkhawatirkan Jay.

Jay mengangguk. "Berkatmu."

Ragnar memberi kode pada Fia, dan Asnawi untuk meninggalkan ruangan ini, termasuk dengan dirinya.

"Kita keluar bentar yah. Beli makanan. Kamu mau nitip?"

"Hot coffe." Jawab Hazel.

"Oke. Jay?"

"Gun."

Semua orang tercengang, lalu meninggalkan mereka.

Mereka tidak tau, ternyata Jay punya jiwa pelawak seperti Sananta dan Marcellino.

.....

To be continue...

Not Falling In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang