Sudah seminggu sejak dirinya tinggal di Jakarta. Bianca menjadi lebih mandiri, walau sebenarnya hari-hari pertama di apartemen membuatnya lesu dan ingin selalu pulang ke rumah untuk bertemu kedua orangtuanya.
Pagi sekali ia sudah bangun, mungkin ayam pun belum sanggup membuka matanya.
Dilihatnya layar handphone yang menunjukkan jadwal acara hari ini di Kampus.
Hm, iya. Bianca adalah seorang mahasiswa baru di Chander University, dan hari ini bertepatan sebagai hari pertama Bianca menjalani Ospek.
Karena tak mau datang terlambat ke kampus, jadi Bianca setting alarm di handphonenya untuk pukul 04.00 WIB, gadis itu cukup pandai dalam manajemen waktu, itulah salah satu alasan mengapa dirinya bisa diterima sebagai mahasiswi baru di Chander University.
Sedikit informasi, Chander University adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang berada di samping kota Jakarta, dengan nuansa yang sangat elit serta di bangun di atas tanah yang begitu luas. Tidak bisa dikatakan 100% mahasiswa dan mahasiswinya cerdas, namun Chander University memiliki standar tinggi untuk calon mahasiswa yang mendaftar.
Setiap bulannya pasti akan ada mahasiswa atau mahasiswi yang membawa medali atau piala untuk Chander University dari ajang kompetisi berbagai jurusan.
Itu menjadi alasan mengapa banyak anak konglomerat yang memilih untuk berkuliah di Chander University. Salah satunya adalah Bianca.
Lihatlah Bianca, gadis itu cantik dan menawan. Pakaiannya tak pernah kurang dari harga satu jutaan, ia bukan sosok yang gemar fashion, namun orang tuanya mengerti bahwa merk mahal akan menjadi tolak ukur masyarakat memandang anak gadisnya.
Dilahirkan menjadi anak bungsu dari orang tua yang selalu ada untuk anak-anaknya, menjadikan Bianca sebagai pribadi yang selalu bersyukur dan menghargai siapa pun. Ia tak pernah mau cari ribut, kecuali orang lain yang memulainya, maka Bianca yang akan menyelesaikan semua.
Gadis itu baru saja selesai mengikat tali sepatunya. Setelah dirasa semuanya siap, ia pun bergegas keluar dari sana dan berjalan santai menuju lobi di lantai satu.
Lima menit menunggu taksi online, akhirnya sebuah taksi pun berhenti di hadapannya.
Bianca tersenyum ramah pada sekuriti yang berjaga di lobi, kemudian ia segera masuk ke dalam taksi.
"Neng, ini kita jalan agak muter arah gimana? Soalnya di simpangan sana ada kerusuhan." Sopir taksi berkata sambil fokus menatap jalanan yang masih lenggang.
"Waduh. Kalo ambil jalan lain, kiranya sampe berapa menit ya, Pak?" tanya Bianca, ia pun sembari scroll Instagram untuk mencari tahu kerusuhan apa yang sedang terjadi di jalan utama.
"Kalo jalan yang biasa itu cuma 15 menitan, Neng. Jalan yang ini 25 menit."
Bianca akhirnya mengangguk. "Yaudah, Pak. Ambil jalan lain aja, gapapa 25 menit, daripada ambil resiko macet kena rusuh, bakal lebih lama lagi."
"Iya, Neng."
•••
Ternyata tidak 25 menit, melainkan 35 menit yang akhirnya membuat Bianca terlambat datang ke kampus.
Ia merutuki dirinya sendiri karena memilih apartemen yang cukup jauh dari kampus. Tetapi mau bagaimana lagi, toh di daerah kampus tidak ada kostan, apartemen atau apapun itu yang kosong.
"Neng, jadi telat gini, ya." Pak Sopir merasa tidak enak karena ternyata jalanan yang dilewati sedang ada perbaikan sehingga membuat macet.
"Iya, Pak. Tapi gapapa kok, makasih banyak ya, Pak!" seru Bianca seraya menunjukkan bukti pembayaran di layar handphonenya.
"Terima kasih juga, Neng. Sukses, ya."
"Aamiin, makasih, Pak!" Bianca turun dari taksi yang berhenti tepat di depan gedung aula kampusnya.
Aula yang sangat besar, katanya ada 500 mahasiswa dan mahasiswi baru yang akan mengikuti ospek satu minggu ini.
Bianca merapikan kemeja yang ia gunakan, ia juga menepuk-nepuk rok hitamnya, takut sekali ada noda yang terlihat.
Tentu tidak mungkin ada noda. Pakaian hitam putih baru itu sangat cantik, hasil dari laundry di apartemen tidak perlu diragukan lagi.
Melihat banyaknya mahasiswa dan mahasiswi yang sama terlambatnya dengan dirinya, gadis itu merasa sedikit lebih tenang. Ketika mungkin nanti dihukum, ia tidak sendiri.
"Kamu, jurusan apa?" tanya seorang gadis cantik yang menggunakan jas almamater berwarna biru tua. Itu almamater khusus milik Chander University.
Dilihat dari id card yang menggantung di leher, sudah jelas dia adalah panitia Ospek kampus Chander.
"Ilmu Komunikasi 2, Kak," jawab Bianca.
"Oh, yaudah ayo ikut sama aku," ajaknya sambil menggenggam tangan kiri Bianca.
Mereka pun masuk ke dalam aula yang mana di sana sudah banyak sekali mahasiswa baru serta para panitia dan pengawas.
"Agak di ujung hehe ... kamu kenapa terlambat?" tanya gadis itu, namanya Adisty.
"Ada kerusuhan dekat tempat tinggal saya, Kak. Ambil jalan lain ternyata lagi diaspal jalanan sebelahnya," jelas Bianca, semoga dengan alasan fakta seperti ini tidak membuatnya dihukum.
"Oalah ... iya, lagi demo buruh kayanya, soalnya pabrik di timur katanya ada kecelakaan kerja, tapi atasan tutup mata."
"Iya, Kak." Bianca pun duduk di bangku yang masih kosong.
"By the way, aku Adisty ya. Aku tim Medis di sini, nah di depan sana ada Rara, Indah sama Kevin. Mereka pendamping atau mentor dari jurusan Ilmu Komunikasi."
"Salam kenal ya, Kak. Aku Bianca. Makasih banyak Kakak udah mau anterin aku sampe sini," kata Bianca bersyukur. Ia tersenyum manis membuat Adisty gemas.
"Sama-sama, ditunggu aja, ya. Kita mulai jam 8 kayanya. Soalnya masih banyak yang belom dateng. Sekitar 50 orang belom isi presensi."
Bianca mengangguk.
"Aku tinggal dulu ya, Bianca! Jangan lupa scan Presensi ke mentor, ya."
•••
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Flag; The Boys
Romantizm[RATE M! - DEWASA] Follow dulu sebelum membaca. "Aku bingung kenapa Tuhan kasih aku jalan hidup tanpa lampu penerangan. Tapi aku penasaran, di mana ujung jalan yang katanya bercahaya itu." -Bianca, 2024. ----- Bianca adalah seorang gadis yang baru s...