Part 9

96 21 1
                                    

Magical Feeling

Part 9

.

.

.

Matahari semakin naik, tapi belum satu pun Renjun mendapatkan pembeli. Peluh mulai menghiasi keningnya. Dia sengaja membuka lapaknya di tempat terbuka dengan harapan orang-orang bisa dengan mudah menemukannya dan tertarik untuk melihat. Rupanya tidak ada yang berani mendekat, hanya ketiga ibu-ibu kurang adab itu saja. Renjun mendesah, mungkin cukup untuk hari ini.

“Loh, Mate,” Jaemin datang dengan tampilan kucel seperti anak kecil yang baru selesai bermain dengan kawan-kawannya, “kukira kamu sudah pulang.”

Renjun menggeleng. “Tolong bantu aku membereskan ini,” pintanya sambil terus memasukkan hiasan-hiasan yang tidak laku sama sekali pada hari ini.

Jaemin masih tetap di posisinya. Dia tak langsung melakukan apa yang diminta Renjun dan masih mengamati gerak-gerik matenya. “Mate, wajahmu tampak sedih.”

Mendengar itu, Renjun memaksakan diri untuk tersenyum. “Aku hanya lelah. Ayo, bantu aku,” ajaknya.

Setelah semua masuk ke dalam tas, Jaemin dan Renjun pulang.

“Maaf, beratnya masih sama seperti sebelumnya,” kata Renjun di tengah-tengah perjalanan.

“Ini tidak berat sama sekali, Mate,” sahut Jaemin.

Renjun tertawa kecil, “Kamu tabah sekali, ya?”

Jaemin tak menanggapinya karena ia dengan jelas menangkap kesedihan dalam tawa Renjun. “Mate, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar?” tawar Jaemin.

“Maaf, Jaemin, tapi kita lakukan di hari lain saja, ya?” Renjun menegosiasi. “Aku harus membenarkan sesuatu sesampainya kita di rumah.”

“Baiklah.”

Di rumah, Renjun lekas menyiapkan makanan. Mereka tidak sempat makan sebelum berangkat ke pasar. Jaemin membantu Renjun dan keduanya makan tanpa membahas apa yang telah terjadi di pasar. Keadaan ini agak membuat Jaemin tak nyaman. Biasanya Renjun selalu ceria dan menanyakan apa yang terjadi kepada Jaemin selama ia bekerja. Namun, kini Renjun banyak menutup mulut. Bahkan, setelah keduanya menyelesaikan acara makan, Renjun langsung duduk di ruang tamu dan mengeluarkan barang dagangannya.

“Mate, kamu tidak istirahat dulu?” tanya Jaemin heran. Renjun bangun lebih awal darinya, tapi tidak ada tanda-tanda Renjun hendak memulihkan tenaganya. Padahal, Renjun cukup ketat dalam menjaga jam tidurnya.

“Aku akan beristirahat setelah membenarkan ini,” jawab Renjun sembari mengeluarkan hiasan dinding yang rusak cukup parah.

Jaemin mendekat, “Itu rusak kenapa?”

“Oh, ini tidak sengaja kuinjak saat aku melayani pembeli,” bilang Renjun. Sekarang tangannya mulai sibuk mengukur tali.

‘Dia bohong,’ kata Nana.

Renjun menghentikan pekerjaannya sebab Jaemin duduk di sampingnya. Ia melihat alphanya sejenak. Begitu juga dengan Jaemin. Alpha itu terus menatap omeganya.

“Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk bekerja, Mate,” ujar Jaemin.

“Aku tidak memaksakan diri ‘kok,” kilah Renjun. “Aku melakukan apa yang kusukai.”

“Ya, tapi air mukamu terlihat jelas sekali kalau kamu tertekan,” Jaemin mendekatkan wajahnya. “Pasti terjadi sesuatu saat di pasar tadi.”

Mata keduanya saling menatap satu sama lain. Manik Jaemin begitu menawan seolah sedang menyelami diri Renjun. Lain halnya dengan mata Renjun yang lama-kelamaan berair. Kontak mata pun terputus karena Renjun tak sanggup menahannya.

Magical FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang