03 • Teman?

16 6 0
                                    

Salahkan baju yang kemarin dicuci abal-abal karena terburu-buru. Salahkan pula cahaya matahari yang malu-malu muncul sehingga membuat seragam kotor bekas tercemplung kolam lele tidak kering sempurna. Salahkan pula setrika yang mati sehingga tidak bisa memberikan panas tambahan dan membuat mulus seragam yang kukenakan. Ada peraturan di sekolah bahwa jaket tidak boleh dipakai di dalam kelas. Sehingga, saat kelas berlangsung dan aku melepas jaket yang tadinya kupakai untuk menutupi kusut dan sedikit kotor pada baju, kini terpampang nyata dan jadi bahan ejekan anak-anak sekelas. Terutama trio kompor bernama girly gank.

Girly gank, melihat bajuku sedikit basah sengaja menyentuh dengan tangan kotor mereka sehingga nodanya tidak bisa dihilangkan hanya dengan mengibas tangan pada pakaian yang ternoda. Bahkan dengan usilnya mereka pun mengambil tanah dari pot dan melempar ke bajuku sehingga kotornya semakin bertambah. Tak luput pula jaketku yang disembunyikan entah di mana.

Menyebalkan. Jujur saja aku tidak tahan dengan perbuatan gila mereka. Akan tetapi, bukan sekali dua kali aku menghubungi guru BK dan mereka hanya dipanggil untuk diberi teguran. Hal semacam itu jelas tidak mempan dan terus saja terjadi secara berulang.

Aku menghela napas berat. Kakiku berselonjor sembari punggungku bersandar pada tembok halaman belakang sekolah. Waktu istirahat yang seharusnya dihabiskan ke kantin sekarang berakhir dengan duduk-duduk menyendiri di sini sebab aku tak mau dipermalukan lebih jauh lagi.

"Ini."

Aku terkejut. Suara itu terdengar dari dekat bersamaan dengan mataku yang memandang sebuah sapu tangan di depan wajah. Aku tidak menerima sapu tangan tersebut dan hanya mendongak ke samping, melihat ke arah siapa yang mengulurkan benda itu.

"Kamu ...." Aku tidak melanjutkan ucapanku saat mendapati siapa yang sekarang berdiri di sampingku sambil memasang wajah datar.

"Ambil," katanya. Wajah yang ditampilkan lelaki itu tidak mengeluarkan ekspresi apapun.

"Gak mau." Aku menjawab singkat sambil memalingkan wajah.

"Bajumu kotor, lap dulu ini," kata lelaki yang saat ini benar-benar tidak ingin aku tanggapi, lebih baik jauh-jauh agar rumor tidak jelas di antara aku dan dia tidak semakin menjadi-jadi.

"Kotor gini mana bisa dibersihin cuma pakai lap." Aku membuang muka.

Terdengar helaan napas jelas dari samping. Dia kemudian dengan santainya langsung duduk bersebelahan denganku, ikut-ikutan selonjoran dan bersandar. "Baju kamu kotor," ucapnya.

"Aku tau. Kamu udah dua kali bilang gitu dan ngapain juga duduk di sini?" Aku bertanya.

Seorang lelaki, lebih tepatnya kakak kelas yang sekarang baru duduk di kursi kelas tiga SMA. Si kapten basket yang dipuja-puja oleh Elis. Si tampan dengan tubuh tinggi tegap khas seorang atlet. Rambutnya dibiarkan acak-acakan, tetapi terlihat cocok dengannya. Kulitnya sawo matang, rahang dan air mukanya terlihat tegas, tatapan matanya tajam dengan senyum yang manis. Tidak, dia tidak sedang tersenyum sekarang. Tetapi aku pernah menonton latih tandingnya dan dia terlibat semakin tampan saat sedang tersenyum lebar.

Ah, aku menggelengkan kepala pelan. Apa yang sudah kupikirkan tentang si Farid Rakadana? Dia adalah lelaki yang menjadi sumber kesialanku di hari ini.

"Mau nemenin kamu." Jawaban Farid membuat mulutku spontan menganga. Heran.

"Nemenin? Hahaha." Tawa kering, tidak lucu. "Setelah kamu jadi sumber masalahku, enak banget bilang mau nemenin."

"Sumber masalah?" Farid bertanya mengulang.

"Gara-gara katanya kamu nanya-nanya soal aku dan mau tau nomor HP-ku, Elis jadi makin gila aja nge-bully aku." Jawabanku begitu jujur. Lagipula perihal Elis yang memang menyukai Farid juga bukan lagi rahasia. Dia memang secara blak-blakan mengatakan pada teman sekelas bahwa dia menyukai Farid secara ugal-ugalan sehingga menjadi buah bibir dari banyak pihak di sekolah.

Sekarang, entah kenapa Farid justru tertawa. Tawa renyah lalu menghilang dan terganti menjadi wajah datarnya lagi. "Si Elis cewek gila."

Aku tidak mengerti dengan komentarnya yang begitu. Aku hanya menanggapi, "Aku gak mau berurusan sama kamu. Cuma sekadar nanya gitu aja kamu dah digosipin ada sesuatu sama aku dan itu bikin gak enak ke akunya."

"Aku cuma pengen jadi teman kamu. Makanya aku coba tanya sama murid lain." Dia membalas, pandangannya lurus ke depan sehingga saat aku memeriksa ekspresinya, aku tidak dapat menebak apa yang membuat dia jadi berkata demikian.

"Teman? Hahaha, lucu."

"Apanya yang lucu?" Dia bertanya.

"Lucu. Temenan sama kamu cuma mengundang masalah. Lagipula, aneh tau gak sih tiba-tiba ngajak orang kayak aku temenan."

"Apanya yang aneh?" Dia bertanya, lagi.

"Far, jangan nambahin masalah." Aku mengucapkan itu dengan penekanan.

Farid termasuk siswa populer di sekolah ini. Anak basket memang sering dijadikan sebagai idola oleh anak-anak cewek. Pun dia punya banyak teman baik itu siswa atau siswi. Kenapa aku?

"Justru aku mau temenan sama kamu dengan harapan bisa ngurangin masalah kamu." Farid menjelaskan.

Keningku mengernyit, tidak paham. "Maksudmu?"

"Jangan diam aja, Nat. Kamu korban bully jadi kamu harus ngelakuin sesuatu biar mereka berhenti." Ucapan Farid kembali membuatku tertawa kering.

"Kalau saja bisa udah dari dulu. Lapor ke guru juga gak terlalu ngefek karena cuma ditegur, ditegur, dan terus ditegur aja gitu." Aku mencibir.

"Ayo lapor polisi." Mataku membulat sempurna setelah mendengar penuturan Farid.

Secara spontan, aku kembali menoleh, ke arah dirinya yang sekarang ternyata juga menatapku tepat di mata. "Kamu gila, ya?!" Aku bertanya terheran.

"Kamu yang gila, Nat. Jadi korban perundungan di sekolah dan korban kekerasan di rumah tapi kamu gak ngelapor ke siapa-siapa. Kalau gitu terus, kamu mau disiksa seumur hidup?" Farid berbicara cukup panjang sedangkan aku terdiam.

Tertegun diriku mendengar setiap penuturan darinya. "Dari mana kamu tau? Kamu stalker?"

Tidak salah jika aku mencurigai Farid ke arah negatif. Konflik keluarga yang tidak pernah usai pun tidak pernah kuceritakan kepada siapapun jua, kenapa dia bisa mengetahuinya? Kenapa dia bisa tahu bahwa di rumah, aku tersiksa?

.

03 Juli 2024.

🌹Resti Queen.

Not A Sweet HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang