6

318 45 6
                                    

Di tengah-tengah kegelapan aku berlari melawan badai. Gemuruh mengaum keras di telingaku, menghantui setiap langkahku. Mataku berkabut, bukan karena lelah, melainkan karena kegelapan total yang melingkupi segalanya. Aku berlari tanpa tujuan, seperti orang buta, langkah demi langkah tanpa mengetahui apa yang ada di depanku. Aku kehilangan jejak jalan pulang ke rumah Lian, kepanikan memperburuk keadaanku, mengaburkan ingatanku tentang arah yang seharusnya kutuju. Timur dan barat, semuanya terlihat serupa dalam kegelapan yang memilukan dan dingin yang menusuk tulang.

Bahkan aku tidak bisa melihat tangan dan kakiku. Tubuhku terasa semakin dingin, seakan-akan menyatu dengan kegelapan yang membelit. Aliran darahku seolah membeku dalam nadi, mengalir dengan lambat dan menyika tubuhku.

Apa yang terjadi padaku? Aku yakin telah berlari sejauh mungkin, tetapi sekarang aku merasa mengambang di tengah udara, takut bahwa akal sehatku mulai terkoyak oleh kegelapan yang mencekam ini.

Bruuuk!

Sampai akhirnya diriku menghantam sesuatu . Aku gerakan tanganku namun kulitku seakan tidak merasakan apapun. Apa tanganku membeku? lantas aku tempelkan pipiku. ini adalah sebuah tembok yang terbuat dari kayu.

Seingatku Lian tidak pernah memiliki dinding rumah dari kayu, semuanya terbuat dari batu.

Aku berteriak, berharap bantuan pada pemilik rumah namun itu semua nihil, tidak ada respone sama sekali. Sekilas aku teringat dengan mayat wanita yang kutemukan. Tidak ada yang keluar untuk menolongnya, tidak ada yang peduli. Semuanya ketakutan sampai sampai tidak mempedulikan orang lain.

"Ahhhhhh!"

Aku menggeram dengan kekesalan, memukulkan kepala dengan keras ke tembok kayu ini. Tembok ini begitu keras hingga terdengar suara retakan samar-samar. Tapi itu bukan suara dari kayu melainkan itu datang dari dalam kepalaku sendiri.

Tapi aku tidak peduli. Karena rasa sakit sudah hilang karena suhu dingin di sini. Aku terus memukulkan kepalaku sampai suara retakan semakin keras, dan sesuatu yang basah mengotori wajahku.

Sesuatu yang kental dan berbau amis tumpah dengan deras dari kepalaku.
Tidak ada yang penting lagi. Aku bisa memulihkan semuanya dengan kekuatanku sendiri.

"Ahhh, hancurlah, aku tidak ingin bertahan di luar sini selama seminggu"

"Seseorang, tolong!"

Tidak... Aku tidak bisa merasakan kakiku lagi. Sensasi dingin mulai merambat dari bawah tubuhku, menjalar ke seluruh tubuhku.
Aku tidak bisa bergerak. Tubuhku membeku, tetapi kesadaranku masih jelas. Begitu dingin, sangat dingin, bahkan tidak bisa lagi mengedipkan kelopak mataku.

Sampai gempa kecil kembali melanda kota ini membuka celah tembok kayu yang sudah aku coba hancurkan. Melihat itu aku mengumpulkan sisa tenagaku untuk menghantamkan lagi kepalaku untuk memasuki bangunan ini.

"Ahhhhh"

Suara patahan kayu terdengar keras dan sesuatu seperti kaca pecah melebar ke telingaku. Tubuhku akhirnya memasuki bangunan dan membanting lantai. Saat itu cahaya sudah kembali ke pandanganku.

Tidak ada seorangpun disini kecuali 2 orang anak yang terlihat ketakutan. Mereka saling berpelukan di ujung ruangan.

"Pergi kau iblis, jangan ganggu kami"

Iblis ? Apa aku yang mereka maksud.

Tubuhku sudah dapat digerakan dan perlahan berdiri dan berjalan mendekati mereka.

"Maaf telah merusak rumah kalian, kalian akan baik baik saja, lihat aku manusia seperti kalian"

Namun kedua anak itu malah menjerit lebih keras. " tolong jangan sakiti kami, pergi....!"

NEMESIS Flowers Bloom Under The Night SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang