Chapter 20

56 4 0
                                    


Tay merebahkan kepalanya di pangkuan Off. "Jadi kau sudah tahu kenapa Gun menangis malam itu?"

"Belum. Tidak."

"Tapi kau bilang hendak pergi ke rumahnya untuk mengajaknya bicara."

"Soal itu, dia sedang tidak ada di rumah." Off mengerutkan kening di hadapan ponselnya kala mengingat-ingat. "Kuharap kenyataannya memang benar begitu. Orang yang kutemui di depan pintu rumahnya tidak kelihatan mudah dipercaya."

"Kalau bukan di rumah, lalu di mana? New bilang dia juga tidak datang ke kampus dua hari belakangan."

Off menyelipkan ponsel di balik punggungnya. "Siapa New?"

"Temannya Gun. Anak sebesar beruang itu, kau juga pernah menemuinya di kedai panekuk." Tay meraih tangan Off yang sudah diangkat setinggi mulut, mencegahnya menggigiti tepian kuku telunjuk. "Mungkin itu yang kau maksud orang yang tidak kelihatan mudah dipercaya?"

Sebenarnya Off tidak ingat siapa saja yang ditemuinya di kedai panekuk—itu sudah lama sekali dan kepalanya pening mendengar pertengkaran Krist dan Gun—tapi orang dengan deskripsi serupa pernah dijumpainya beberapa kali sewaktu dia berpapasan dengan Gun. "Bukan, bukan dia. Lain lagi."

"Bayangkan betapa dekat orang itu dengan Gun kalau bisa tinggal di rumahnya ketika Gun bahkan tidak ada di sana," kata Tay, lalu menempelkan tangan Off di pipinya. "Mungkin seperti kita. Sudah dianggap saudara sendiri."

Off tidak suka gagasan seseorang tinggal di rumah Gun ketika yang bersangkutan tidak ada di sana. Entahlah, rasanya rumah itu terlalu besar untuk dijaga seseorang yang tidak punya hubungan darah. Plus, Gun sepertinya berada dalam masalah serius. Off beringsut tidak nyaman di sofa; tungkai-tungkainya ingin segera melejit dan pergi ke rumah Gun, bahkan meskipun lelaki itu tidak pernah menjadi tanggung jawabnya.

Tapi siapa yang bisa mengabaikan Gun? Anak itu begitu menggemaskan dan penuh kejutan, seperti burung kolibri yang bergerak begitu cepat tanpa bisa ditebak. Adalah bohong jika berkata Off tidak tertarik padanya. Gun merupakan tipe yang mungkin akan didekatinya kalau tidak menjadi anggota klub, tapi dia bukannya menyesali status mereka sekarang. Gun sepertinya menikmati arus apa pun yang sedang menerjangnya dan itu sangat mengagumkan bagi Off.

Semua sangat mengagumkan, sampai lelaki itu menampar wajah Off dan berteriak histeris di depannya.

Off meraih ponselnya lagi, lusinan panggilan tak terjawab darinya tampak begitu meresahkan. Bisa dibilang Gun hancur berantakan tepat di depannya. Bagian mana yang telah melukai lelaki itu? Ucapan mana yang bisa menjadi pemicu?

"Off."

"Hmm?"

Tay bangkit duduk lagi dan memandanginya lekat-lekat. "Kalau kau mau pergi ke rumah Gun, aku ikut."

Off mengerjap. "Bagaimana kau tahu?"

"Tidak sulit membacamu, aku sudah berteman denganmu sejak kita berdua masih sangat kecil." Tay cengengesan. "Bisa, kan?"

"Tentu saja." Lalu Off terdiam. "Tidak, mungkin tidak perlu. Sepertinya ini adalah kesalahanku."

"Sebenarnya justru aku yang berpikir demikian," sahut Tay sambil mengerutkan kening. "Aku pasti sudah mengecewakannya sebagai ketua klub."

"Mengecewakan? Kenapa?"

"Itu ...."

Off mencondongkan badan mendekat saat Tay mulai memalingkan muka sambil menggigit bibir. "Memangnya kau sudah melakukan apa?"

"Secara teknis, aku belum melakukan apa-apa, tapi, uhm."

Mendadak pintu terbuka lebar dan kasar, panel kacanya bergetar ketika menubruk dinding di sebelahnya. Mereka menoleh serempak dan menemukan Gun berdiri di ambangnya, kelihatan nyaris normal kecuali untuk mata yang kosong serta kulit pucat tidak sehat.

The Kissing ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang