Chapter 6

93 6 1
                                    


Jujur saja Gun tidak pernah melihat Krist sebagai orang yang tepat waktu, jadi dia terkejut mendapati lelaki itu sudah duduk sambil menonton televisi saat dia masuk ke ruang klub, sekitar pukul empat lebih dua menit. Kristen Stewart dan Robert Pattinson sedang beradu peran sebagai manusia dan vampir di layar berukuran enam puluh lima inci tersebut, sepertinya sudah hampir mencapai konflik jika menilai dari latar berupa tepi hutan tempat mereka bermain bisbol. Selera film Krist, bagaimanapun, tidak mengejutkan Gun.

"Kutebak ini sudah kedua puluh kali kau menontonnya," sapa Gun sambil mengempaskan badan di sebelah Krist. Refleks Krist untuk sedikit menjauhinya mulai memangkas utas kesabaran Gun, tapi dia tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama dua kali.

"Memangnya kenapa? Twilight adalah mahakarya."

"Setuju."

Tetapi Krist justru memelototi Gun seolah-olah yang barusan keluar dari mulutnya merupakan ejekan. "Sudah, kemarikan tanganmu. Aku sengaja menyetel film favoritku supaya waktu lebih cepat berlalu."

Gun menyerahkan tangan kanannya, yang kemudian digenggam Krist dengan penuh tekad seakan-akan mereka hendak melakukan bungee jumping bersama-sama. Agak sedikit terlalu erat, tetapi persetanlah. Selama mereka bisa menyelesaikan ini dengan cepat, Gun tidak akan protes banyak-banyak. Menggunakan tangan kiri, Gun merogoh ponsel dari tas, menyetel hitung mundur, lalu membuka Instagram.

Tidak seorang pun berbicara di antara mereka sampai pintu dibuka oleh Tay dan Off, sekitar lima belas menit kemudian. Gun menoleh ke belakang untuk memberi salam, yang tidak repot-repot diikuti oleh Krist.

"Hei, anak-anak baik. Senang melihat kalian akrab begini," dekut Tay, sekilas memeluk kepala mereka berdua dari belakang sofa, sebelum menegakkan badan lagi. Senyumnya terang benderang. "Bagaimana kemajuannya? Semua oke, kan?"

Konteks 'oke' yang ditanyakan Tay bisa luas sekali, jadi Gun hanya tersenyum manis dan menjawab, "Seperti yang Kak Tay lihat."

"Berarti semua sudah kembali normal. Aku tahu ini strategi yang bagus untuk berbaikan. Jumpol bahkan sudah membelikan kudapan manis sebagai imbalan kerja keras kalian."

Off hampir tersedak frappuccino yang sejak masuk ruangan tadi disedotnya. "Imbalan apa? Aku beli untuk diriku sendiri."

"Hus. Jangan pusingkan hal kecil, nanti aku yang ganti uangmu." Tay merebut karton dari tangan Off, lalu meletakkannya di meja rendah, dengan dramatis membuka penutup karton. "Raspberry mousse untuk masing-masing orang, masih sangat segar. Kalian tahu, rasberi punya banyak manfaat untuk kesehatan karena kadar antioksidan yang tinggi. Selain itu, rasanya secara alami sudah manis, sehingga tidak perlu ditambahkan pemanis."

"Terima saja," sela Off dari sofa favoritnya. "Dia sedang mempromosikan produk baru dari toko milik keluarganya."

Gun mendongak pada Tay yang masih mengulurkan gelas plastik itu padanya. "Sungguh? Kak Tay punya toko dessert?"

Senyum Tay berubah menjadi cengiran rikuh. "Punya kakakku. Aku hanya berkunjung kadang-kadang—tapi kalian tidak perlu khawatir harus membayar atau semacamnya. Semua ini gratis, disponsori Jumpol."

Diam-diam Gun melirik Off, tapi segera meluruskan tatapan ke televisi begitu mendapati lelaki itu juga menggerakkan kepala ke arahnya. Di antara semua orang di sini, Gun paling sulit memahami Off. Di satu waktu lelaki itu terkesan arogan dan sinis, tapi di waktu lainnya santai dan hangat. Terkadang berjarak, terkadang penuh perhatian. Jujur saja, selama perjalanan ke ruang klub, Gun sudah bersiap-siap diomeli Off seperti kemarin, tapi dia justru disodori makanan manis.

Lalu Gun menatap puncak kepala Tay, yang entah kenapa memutuskan duduk di karpet di dekat kakinya ketika masih ada sofa lain yang kosong. Atau mungkin Off bersikap hangat hanya ketika ada Tay? Gun ingat cara lelaki itu mengacak-acak rambut Tay dengan penuh kasih di hari pertama masuk klub. Tidak ada gestur lain dari Off yang menyamai kelembutan itu.

The Kissing ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang