Chapter 26

81 5 0
                                    


Saking seringnya mendengar suara wanita itu, New merasa telah berkawan dengan mesin penjawab otomatis yang selalu menyambutnya di penghujung penantian. New menurunkan ponsel sambil berdecak pelan. Tampilan foto profil Gun yang sedang mencengir lebar di salah satu restoran trendi itu balas memandangnya seperti sedang meledek. Demi Tuhan, kalau sekali lagi temannya itu tidak menjawab—

Percuma saja, New tahu segala ancaman, kompromi, dan harapan yang dia bisikkan sebelum menghubungi nomor Gun, tetap tidak akan membuat panggilannya terjawab.

Di depan kelas, dosen mengakhiri pertemuan mereka di semester baru ini dengan wanti-wanti agar mereka bisa lebih serius ketimbang sebelumnya. Para mahasiswa mengiakan dalam dengung patuh sekaligus malas, kemudian mengucap salam pada dosen wanita itu. New menutup bindernya yang tidak tersentuh selama dua jam terakhir dan menjejalkannya ke dalam tas. Meskipun Gun tidak pernah antusias menghadiri kelas, biasanya dia tetap datang dan duduk di sebelahnya. Apakah lelaki itu sakit? Apakah ponselnya hilang?

New hanya bisa mengesah keras karena dia tidak punya jawabannya, terlepas dari segala tanya yang menyesaki benaknya. Gun sudah tidak ada di kamar asramanya ketika dia kembali. Tidak ada pesan, tidak ada apa pun. New masuk ke kamar seakan-akan Gun tidak pernah menghabiskan liburan di dalamnya.

Para mahasiswa berbondong-bondong keluar dari kelas, begitu pula dengan New yang memutuskan akan menghabiskan waktu istirahat di kafetaria, hingga matanya menangkap figur seorang lelaki yang makin familier dengannya. Sekali lagi dia mengesah, langkahnya mengubah haluan.

"Kalau kau mencari Gun, dia tidak datang ke kelas."

New lantas mengerutkan kening sesudah mengatakannya. Gun selalu menjunjung tinggi Off Jumpol sebagai orang yang menguasai situasi, tapi yang berada di depannya praktis sosok yang berkebalikan seratus delapan puluh derajat. Kegelisahan membuat fitur-fitur wajahnya seakan melorot, seolah-olah dia belum tidur selama setidaknya dua puluh empat jam. Mulutnya baru saja terbuka saat New memberitahunya, dan kini dia mengatupkannya lagi untuk menggigiti ujung kuku telunjuk.

"Kau tahu ke mana dia pergi?" tanya Off.

"Tidak, dia tidak ada di kamarku."

Mata Off berkilat, dia menurunkan tangannya. "Kamarmu?"

"Yah, dia tinggal di kamarku selama liburan," kata New seraya mengangkat bahu, "tetapi saat aku kembali, dia sudah tidak ada. Tadinya kupikir dia pulang ke rumah."

"Sudah sejak lama dia tidak ada di rumah," gumam Off seraya mengarahkan pandangan merenung ke lorong. "Kira-kira ke mana dia pergi?"

"Kau sudah melihatnya di ruang klub?" usul New. "Dia kan suka tidur di sana."

"Dia sudah keluar dari klub," sahut Off sambil lalu, kemudian melambaikan sebelah tangan. "Kalau kau tidak tahu, lupakan saja. Terima kasih informasinya."

Off membalikkan badan dan berjalan pergi dengan langkah cepat, langkah yang hanya akan diambil oleh orang yang tengah gelap mata mencari sesuatu yang baru saja tergelincir dari ujung-ujung jemarinya. New menghela napas dan melipat kedua lengan di depan dada.

Mungkin seharusnya dia tidak perlu ikut terlalu khawatir. Dia yakin Off tidak akan membiarkan sebutir batu pun tergeletak tanpa mencari di baliknya.

~~~

"Oh, Podd. Apa itu pacarmu?"

Melihat lelaki sebesar Podd terlonjak kaget hingga nyaris menjatuhkan ponsel membuat Gun tertawa. Dia melangkahi bangku rendah tempat Podd bertengger, lalu duduk di sebelahnya, dengan sengaja mencuri pandang sekali lagi ke arah ponsel lelaki itu. Dengan cepat Podd menempelkan ponsel ke dada.

The Kissing ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang