Bab 11

1.2K 204 2
                                    

Di dalam kamar luas berdinding putih dengan parabot mewah dan mahal, Eiwa duduk di pinggir ranjang dengan cemas. Sesekali pandangannya tertuju pada ruang wardrobe di mana suaminya sedang berganti pakaian. Waktu makan malam hampir tiba, ia sudah rapi dengan gaun putih semata kaki tapi suaminya sampai sekarang belum beres juga.

Sudah menjadi kebiasaan di rumah ini, setiap kali makan bersama akan memakai pakaian indah dan bagus. Semuanya demi meningkatkan nafsu makan agar menyantap hidangan lebih lezat. Kebiasaan ini sudah turun temurun dilakukan oleh keluarga Solitaire dan mereka meneruskannya hingga sekarang. Eiwa menggigit bibir bawah dengan cemas, menajamkan pendengaran seakan takut akan mendengar sesuatu padahal situasi sangat tenang. Meskipun ada suara angin ribut ataupun pertengkaran bisa dipastikan tidak akan terdengar sampai di kamar karena rumah mereka terlalu luas dan besar.

Menghela napas berkali-kali hingga membuat dadanya turun naik. Ketidaksabaran membuat Eiwa ingin bangkit dan menghampiri suaminya. Namun sadar kalau Kaspia tidak suka diganggu saat sedang melakukan sesuatu bahkan berpakaian sekalipun. Cara kerja suaminya memang sangat hati-hati dan cenderung membutuhkan waktu lama, berbeda dengan dirinya yang bergerak cepat dan tidak suka buang-buang waktu. Sebagai suami istri mereka tertukar dalam hal ini. Eiwa duduk tegak dan tersenyum saat Kaspia muncul.

"Akhirnya, kamu keluar juga."

Kaspia mengerjap ke arah istrinya. "Apa hari ini dress codenya putih?"

"Tidak ada dress code. Bebas saja, Sayang. Ngomong-ngomong akan ada tamu malam ini."

"Siapa?"

"Sekretaris Carter."

Ucapan istrinya membuat Kaspia terheran-heran. Seakan tidak percaya, ia menelengkan kepala dan bertanya bingung. "Untuk apa Carter mengundang sekretarisnya datang? Tumben sekali? Mau mengajak makan malam?"

Eiwa menggeleng. "Bukan, gadis yang sekarang ini sedikit istimewa. Mempunya golongan darah yang sama dengan Celila dan cucu kita. Karena itu sengaja diundang untuk bertemu dokter pribadi."

"Begitu rupanya. Dari dulu Carter sangat menyayangi Celila melebih apa pun juga. Tidak heran dia yang berusaha sekuat tenaga untuk menolong."

Menghampiri suaminya untuk membantu mengaitkan manset serta memakai arloji, Eiwa tersenyum manis. "Carter memang anak yang baik. Dari dulu sampai sekarang selalu penurut."

"Kamu salah, Carter tidak sepenurut itu. Dia kemarin menolak beberapa klien yang ingin bertemu untuk investasi. Tidak mengijinkan aku membantu soal pemasaran dan keuangan. Aku menegurnya dan Carter dengan tegas bilang, sudah tahu apa yang harus dilakukan. Memintaku untuk tidak ikut campur. Kamu lihat bukan? Anakmu tidak sepenurut itu. Carlo memang terlihat keras kepala dan sombong, tapu justru mendengar saran orang lain dengan cermat."

Eiwa tidak membantah perkataan suaminya. Sedari dulu memang Kaspia lebih dekat dengan Carlo dari pada Carter. Sabagai orang tua tidak boleh membeda-bedakan perlakuan pada anak-anak tapi suaminya melakukan itu tanpa peduli akan menyakiti yang lain. Paling menderita di rumah ini selain Carter yang tidak pernah dianggap benar juga Celila. Sebagai satu-satunya anak perempuan, dianggap hanya sebagai alat tukar untuk bisnis. Eiwa merasa sedih untuk nasib anak-anaknya.

"Kita turun sekarang. Aku ingin tahu seberapa istimewanya gadis itu. Di mana gadis itu tinggal?"

"Tidak tahu posis tepatnya tapi kata Carter di area Black Street."

"Miskin kalau begitu. Entah apa yang diinginkan Carter dengan mengundang gadis itu datang. Mungkin ingin memberinya pekerjaan jadi pelayan?"

"Papa, dia itu sekretaris."

"Ya, ya, aku tahu dia siapa. Seorang gadis yang membutuhkan uang karena itu rela kerja malam. Memang benar kalau cari pekerja yang kekurangan uang dengan begitu dia akan bekerja lebih keras karena takut dipecat!"

Midnight SecretaryWhere stories live. Discover now