Carlo dan Sofia baru saja menginjakkan kaki di lantai teras saat kendaraan Carter melesat meninggalkan halaman. Berdecak keras sambil menggeleng, Carlo mendesah kesal. Ia sengaja datang lebih cepat untuk bicara dengan adiknya dan ternyata tidak ada kesempatan untuk itu. Carlo menahan geram karena Carter seolah tidak menghargai kedatangannya. Harusnya menundu sedikit lebih lama sebelum pergi.
"Sepertinya Carter sama seseorang," ucap Sofia mengiringi langkah suaminya.
"Kata mama itu adalah sekretaris baru, Carter."
"Hah, ada urusan apa sekretaris dibawa kemari?"
"Entahlah, bisa jadi mengambil dokumen atau apa?"
Tiba di ruang makan hanya ada Eiwa dan Kaspia. Carlo yang masih marah, mengambil kursi di dekat sang papa dan meminta pelayan menuang anggur.
"Carter kurang ajar! Aku memintanya menunggu padahal."
Kaspia menjentikkan jari dan hidangan pembuka diantar ke meja makan. "Tadi Carter bilang mau makan bersama kita bersama si sekretaris itu tapi entah kenapa batal."
"Ada pekerjaan mendadak," sela Eiwa. "Carter pamitan sebelum pergi."
"Berpamitan hanya padamu tapi tidak denganku. Entah ada apa dengan anak itu, rasanya sulit sekali mengajaknya bicara. Setiap hari ada saja perkara yang dibuatnya." Kaspia menatap Carlo, mengiris daging rusa yang malam ini dijadikan hidangan utama. "Kamu tahu siapa yang dibawanya? Gadis miskin dari area Black Street. Ada begitu banyak kandidat sekretaris dan dia memilih yang miskin? Astaga!"
"Bukankah kita punya agency pencari kerja?" Carlo menyantap dagingnya dan mengunyah perlahan. "Bisa meminta yang sesuai dengan kriteria. Aku rasa ada banyak kandidat yang akan sukarela bekerja untuk kita."
Eiwa menatap suami dan anak sulungnya bergantian. Merasa sedikit lelah karena harus membela Carter padahal anak keduanya itu tidak selayaknya diserang oleh de dan kakaknya sendiri.
"Pa, bukannya aku sudah memberitahumu? Kalau gadis itu, siapa namanya Khaelia? Memiliki golongan darah yang sama dengan Celila."
Sofia yang sedari tadi terdiam, kali ini menatap mertunya dengan tertarik. Pembahasan tentang si sekretaris ini meningkatkan rasa ingin tahunya. Biasanya saat makan malam hanya ada obrolan biasa, tidak jauh dari bisnis dan baru kali ada seseorang yang menarik perhatian keluarga hingga diperbincangkan di meja makan.
"Golongan darah unik, berarti Carter memilih gadis itu demi Celila."
Eiwa mengangguk pada menantunya. "Benar, semua hal yang dilakukan Carter demi Celila dan bayinya. Ada banyak kandidat sekretaris di kota ini, sudah pasti bagus dan mumpuni. Tapi tidak ada yang mempunya golongan darah yang sama dengan Celila. Bukankah itu keunggulan tersendiri?"
Carlo terdiam, meskipun tidak pernah menyukai Carter tapi untuk kali ini sepakat dengan pengangkat sekretaris baru. Bagaimana pun sudah semestinya sebagai saudara saling menjaga. Sayangnya ia sendiri tidak ada keinginan melakukan itu. Carter selalu mempunyai cara untuk membuat orang lain terkesan dan itu membuatnya sebal. Ia selalu kalah satu langkah dengan adiknya. Tidak peduli seberapa keras dirinya dalam berusaha dan melakukan sesuatu, Carter akan mengalahkannya bahkan tanpa susah ppapa.
"Memang harus diakui, Carter soal ini sangat hebat." Kaspia mendukung perkataan istrinya. "tetap saja aku tidak puas! Kalau Celila sudah sadar, mungkin Carter harus mencari sekretaris baru. Perempuan yang lebih berkelas untuk diperlihatkan pada klien kita."
"Pa, mereka kerjanyan malam. Tidak akan pernah bertemu klien." Sofia mengingatkan mertuanya.
"Benar juga. Memang tidak ada gunanya mempunya sekretaris bagus kalau tidak mau bekerja saat malam. Carter itu memang menyusahkan orang lain saja. Untung pekerjaannya bagus!"
YOU ARE READING
Midnight Secretary
RomanceKisah Khealia yang menjalani tugas sebagai sekretaris billionare bernama Carter. Bekerja saat malam, menjadikan keduanya terjebak dalam hubungan liar dan memabukkan.