07

531 39 1
                                    

"Dek, adek gk papa kan? " Tanya Nevan entah yg keberapa kalinya dia bertanya seperti itu.

Arfan mengangguk, "tidak, tidak sakit" Jawab Arfan yg kini mulai sibuk dengan permainan game di HP milik Arshen.

"Tenang aja, tadi sama anak anak udah di obati, lebih baik lu juga obati luka lu" Ucap Arshen dia menepuk pundak Nevan.

"Gak nyangka gue, Angkasa bakal berkhianat seperti ini" Celetuk Arka yg sedang mengobati lukanya.

Semuanya terdiam, hanya terdengar suara game yg sedang di mainkan Arfan, tak lama terdengar suara langkah kaki yg memasuki ruang berkumpul para inti.

Anak anak lainnya, berada di ruangan sebelah, Kalingga masuk dengan raut wajah yg tidak bisa di tebak.

"Habis darimana lu? " Tanya Arka saat melihat wajah Kalingga yg tidak bisa di bilang baik baik saja.

Kalingga hanya menatap sekilas ke arah Arka, lalu berjalan ke lantai atas dimana ada 10 kamar, dimana 5 milik para inti geng dan sisa nya kamar untuk anak anak lainnya.

"Woy gue nanya itu di jawab" Kesal Arka, Kalingga tetap di menggubris dia terus melangkah kan kakinya ke lantai atas.

Saat ini dia sudah berada di depan kamar yg bertuliskan Angkasa, perlahan lahan dia membuka pintu itu.

Di antara semua kamar, hanya kamar Angkasa lah yg belum di masuki oleh siapa siapa.

Gelap.

Itulah ke adaan kamar itu, Kalingga menghidupkan lampunya, dan terlihatlah suasana yg begitu tenang di kamar itu.

Matanya berhenti pada kasur, diakan disitu jas geng BD tergeletak begitu saja, Kalingga masuk dan tak lupa menutup pintunya kembali.

Pikirannya kini kembali pada keadaan, Angkasa saat di luar tadi, "apa bener lu berkhianat? Kalau bener lu memang bajingan"

Kalingga mengepalkan tangannya saat melihat sebuah kertas yg tertempel di dinding.

Dengan kasar, Kalingga mencabut kertas itu, bukan hanya itu dia juga menemukan sebuah foto dimana Angkasa tengah dengan seorang pemuda.

Yg membuat Kalingga marah adalah....

Pemuda yg berfoto dengan Angkasa itu musuh besar geng BD, dan apa apaan dengan Angkasa yg memakai jaket mereka.

"Ternyata lu memang bajingan, sialan"

.
.
.

Dengan berbagai bujukan akhirnya Arfan pulang, awal nya anak itu tidak ingin pulang sama sekali.

Tapi kini dia sudah berdiri di ambang pintu dengan pemandangan yg sangat membahagiakan bagi siapa pun.

Yaitu, Naya yg di peluk hangat oleh Shaverta "anak mamah memang hebat, tidak seperti dia" Ucap Shaverta dengan nada julid di akhir.

"Daddy, nanti Naya amu di antar sama daddy buat lomba nya boleh? " Tanya Naya dengan manis.

Denzel hanya mengangguk saja, pria paruh baya itu kembali fokus dengan tab di tangannya.

"Lihat, kakak mu hebat, dia bisa mewakili cerdas cermat, kau mau jadi seperti apa? Dasar bodoh! " Celetuk Shaverta menatap tajam ke Arah Arfan.

Arfan menatap datar ke arah sang mommy, "lalu? Apa saya harus bilang waw gitu" Malas Arfan yg membuat Shaverta kesal.

Shaverta berdiri lalu menarik baju Arfan dia berjalan ke arah dapur. Naya yg melihat itu terkejut dia berlari mengikuti sang ibu.

Prang

Arfan Sayang AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang