19

487 26 3
                                    

Masih flashback... 

Devan membuka pintu ruang rawat Angkasa dengan mata yg penuh binar, pemuda itu langsung memeluk Angkasa.

Angkasa terkejut saat tubuhnya di peluk tanpa aba aba oleh Devan "kenapa lu? " Tanya Angkasa heran.

"Gue seneng, akhirnya setelah beberapa hari lu mau juga oprasi dan adik gue juga bakal oprasi, kata dokter mereka dapet donor buat adik gue" Ucap Devan dengan seyum yg tidak luntur di wajah tampannya.

"Oh iya, kenapa kemarin-kemarin lu nolak buat oprasi tapi sekarang tiba-tiba mau oprasi? " Tanya Devan heran dengan keputusan mendadak Angkasa.

Padahal kemarin saja Angkasa menolak keras tentang oprasi nya, tapi sekarang? Jauh di lubuk hati Devan ada rasa sesak yg mendalam.

Bukannya harus nya dia senang? Melihat ke dua orang yg dia sayang akan sehat dan bisa bermain bersama seperti dulu?

"Gk ada, Tiba-tiba aja mau" Ucap Angkasa tanpa menoleh ke arah Devan.

"Al kenapa lu malingin muka dari gue? Tatap gue Al" Kesal Devan, tangan nya memegang ke dua pipi Angkasa membuat Angkasa menoleh dengan terpaksa.

"Apaansih lepas! Lu kenapa makin nyebelin sih! " Cerutu Angkasa dia menarik tangan Devan dari pipinya

"Habisnya lu malingin muka mulu gue kan jadi kesel karena di abaiin lu" Devan menarik sebuah kursi agar bisa duduk di dekat brankar Angkasa.

"Van, Al boleh bicara? " Ucapan Angkasa membuat Devan mematung, apalagi dengan gaya bicara Angkasa.

"Evan dengerin Al ya! Jangan memotong ucapan Al! " Entah kenapa secara reflek Devan mengangguk.

"Evan jaga kesehatan Evan, jangan bikin Al kecewa apalagi menganggu orang yg tidak bersalah! Al gak suka, Evan jaga juga Avon nya, evan itu ketua, evan harus bisa jaga semuanya, Evan harus bisa dewasa dan membedakan mana yg benar dan salah"

"Kenapa Al bicara kayak gitu? Al gk bakal ninggalin evan kan? " Entah kenapa ketakutan itu semakin dalam di hati Devan.

Kini mata itu sudah mulai mengeluarkan air mata, "jangan cengeng" Tangan Angkasa yg terbebas dari infus terangkat untuk menghapus air mata Devan.

"Bilangin sama Avon setelah ini jangan pernah salahin dirinya, Al sayang sama kalian kok"

Setelah ucapan itu seorang dokter dan dua perawat datang "tuan muda apa anda telah siap? " Tanya dokter itu.

Angkasa mengangguk dengan pasti, ke dua suster itu membantu sang dokter untuk membawa Angkasa kedalam ruang oprasi.

Kini ruangan itu hanya tinggal Devan dengan tatapan kosong dan air mata yg semakin berjatuhan.

Jangan bilang apa yg dia pikirkan akan terjadi?! Jangan bilang Al nya sahabatnya akan pergi? Jangan bilang orang yg akan mendonorkan hati nya untuk sang adik adalah Al! Itu semua bohong kan?

Katakan itu semua bohong!

Pov Devan:

Katakan sekarang itu semua bohong! Entah kenapa hati gue ngerasa itu benar-benar akan terjadi.

Gue gak sadar Ares udah ada di belakang gue, gue baru sadar saat anak itu menepuk pelan pundak gue.

"Dev, ayok oprasi mereka akan di mulai, lu jangan kebanyakan bengong gue yakin mereka pasti bakal sehat kembali" Ucapnya.

Gue berdiri dan memandang wajah Ares dengan perasaan sakit, gue bawa kaki lemas gue berlari, terlihat Ares yg khawatir.

Gue gak peduli! Yg gue pedulikan cuman satu gue harus gagalin oprasi itu.

Sebuah tangan menghentikan langkah gue, gue tatap orang itu dengan tajam ternyata orang itu adalah dokter yg selama ini memeriksa Al.

Terlihat wajah dokter itu juga yg sudah menangis "tuan muda jangan egois, kalau anda melakukan hal itu mereka berdua akan benar-benar pergi, ini semua kemauan tuan muda Angkasa. Dia juga yg meminta saya menghentikan anda, tuan muda Angkasa ingin salah satu bisa hidup dan berdiri bersama anda"

Ucapan dokter itu membuat gue terdiam, jujur otak gue sekarang terasa kosong. Tubuh gue limbung untung saja Ares menangkap tubuh gue.

Gue lihat wajah Ares, dia nangis? Apa tadi dia denger ucapan dokter itu?

Entah gue gak inget apa apa, pandangan gue seketika buram, aaaah gue pingsan.

Devan pov end... 

.
.

Mereka semua terdiam mendengar cerita itu, Arfan sudah tertidur di pangkuan Ressa.

Di ruang keluarga itu ada Deka, Ressa, Devan, Davon, Denzel, Elliot, Nevan, Arshen, Kalingga dan Arka.

Mereka mendengarkan kan cerita Devan dengan seksama, ini pertama kalinya Devan berbicara panjang lebar.

"Maafkan saya yg sudah membuat Angkasa harus keluar dari rumah itu" Ucap Deka.

Hening tidak ada jawaban.

"Ah satu lagi, Al bukan pengkhianat gue buat skenario supaya Al bisa keluar dari geng kalian dan itu berhasil ternyata" Devan menyandarkan tubuhnya terlihat seperti tidak mempunyai beban.

"Sialan" Desis Arka tertahan.

"Selamat, kau berhasil menghilang kan pewaris kedua tuan Deka yg terhormat sekarang anda mau apa lagi! "

Deka tersenyum miring "ya aku cukup bahagia melihat penyesalan kalian, tapi aku belum puas, kau bertanya apa yg aku inginkan? Seperti ucapanku dulu.... Aku menginginkan kakakmu"

"Papah" Tegur Davon, papah nya ini sepertinya tidak akan berubah sebelum apa yg dia mau tercapai.

Dia gila.

Denzel menggeram marah "sialan! Setelah menikah dengan istriku membuat keluarga ku hancur dan sekarang kau menginginkan kakak ku? Serakah! "

"Aaah, apa dirimu saja sebagai penggantinya"

"Papah! " Tegur si kembar secara bersamaan "hentikan tingkah bodohmu itu, kau sudah membuat sahabat ku pergi! Jangan lagi" Geram Devan.

"Devan papah gk bakal bisa diam sebelum apa yg aku mau ada di tanganku boy"

Entah datang dari mana orang-orang berpakaian hitam yg cukup banyak itu, mereka semua menodongkan pistol ke arah Denzel, Elliot, dan Nevan dkk.

"Papah apa yg kau lakukan! " Bentak Davon.

Ressa pun terkejut dengan apa yg di lakukan Deka.

"Sudah ku bilang kan apa yg ku mau harus bisa ku gapai" Deka mengkode beberapa bawahannya untuk membawa Arfan ke dalam kamar nya, dan menangkap Ressa

"Deka lepaskan aku! " Berontak Ressa.

"Sialan! Lepaskan kakakku! " Denzel segera berdiri, tapi sebuah pistol langsung menyorot ke arah nya.

"Bawa anak anak ke dalam ruangan yg sudah saya siapkan, dan bawa Ressa ke kamarnya tinggal kan saya dengan tuan terhormat Denzel ini"

Para bawahan pun dengan sigap melakukan perintah Deka, mereka semua berontak saat di bawa oleh orang-orang itu.

Tapi tak lama mereka pingsan karena obat bius.

Kini di ruang tengah menyisakan Deka dan Denzel "jangan gegabah tuan yg terhormat, kau tidak lihat seluruh keluarga mu ada di tanganku" Senyum miring ia tunjukan untuk Denzel.

"Sialan! "

.
.
.
.

End......

Hehehehe sampai situ aja ceritanya, papay semuaaaa.

Maaf kalau ceritanya GJ

Arfan Sayang AbangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang