Ali Endar. Nama yang tidak dapat Titin lupa dalam ingatannya. Bagaimana dia bisa lupa dengan orang yang mampu membuatnya malu di depan semua angkatan?
Jangan katakan jika Titin gagal move on atau masih mencintai pria itu sampai saat ini. Jangan. Karena yang tertinggal saat ini hanyalah rasa dendam dan enggan bertemu kembali dengan pria itu.
Pandangan Titin masih tertuju ke arah layar laptop yang sedang menampilkan Microsoft word dengan lembar kerja yang sudah terisi susunan huruf membentuk paragraf.
Ingatannya melayang pada pertemuannya dengan Kak Amy. Perempuan berusia tiga puluh tahun itu melemparkan pertanyaan yang cukup membuat Titin terdiam.
“Untuk seorang pemula yang benar-benar baru terjun ke dunia penulisan, tulisan kamu cukup rapih. Meskipun ada beberapa yang harus diperbarui. Saya akui perkembangan kamu cukup pesat ketimbang pertemuan terakhir kita.” Kak Amy memberi komentar, Titin yang mendengar hal itu dibuat lega.
Titin sedikit menyeruput capuccino cincau miliknya. Lalu kembali fokus kepada Kak Amy yang sedang mengecek naskah milik Titin.
“Saya ingin bertemu dengan sosok Ali secara langsung,” ungkap Kak Amy.
Titin tertawa mendengar ucapan dari Kak Amy, perempuan itu langsung berujar, “Ya gak bisa. Ali itu fiksi.”
Kak Amy menggeleng. “Mungkin Ali versi yang kamu tulis ini emang fiksi, tapi saya yakin Ali versi di dunia nyata itu pasti ada dan saya tidak akan bertanya apakah Ali versi novel dan dunia nyata sama atau tidak.”
Kalimat yang Kak Amy lontarkan membuat Titin bungkam, dia enggan membahas laki-laki yang menjadi inspirasinya ini. Dia tidak ingin kembali mengingat-ingat masa lalunya yang begitu buruk dan memalukan.
“Dia memang nyata. Tapi aku lebih menyukai Ali versi novel yang aku buat,” ungkap Titin. Lalu pandangannya terarah ke arah Kak Amy yang ada di depannya. Wanita itu tersenyum sembari mengangguk.
“Tapi kenapa kamu membuat Ali bersatu dengan Indira? Bukan dengan ....” Perkataan Kak Amy Titin potong. “Tina?” tanya Titin.
Kak Amy mengangguk. Wanita itu memasang wajah heran. “Bukankah lebih baik kalian bersatu meski itu di dalam novel? Meski pada kenyataannya kalian tidak bisa bersatu.”
Titin menggeleng. “Kisah itu sudah berlalu. Baik versi novel maupun nyata aku tidak ingin bersatu dengan dia. Kenapa aku memilih dia untuk dijadikan inspirasi karena aku ingin membuat diriku versi novel tidak membenci siapapun,” jelas Titin panjang lebar. Menjadi penutup pembicaraan mereka berdua.
Ingatan itu seketika buyar dan Titin kembali tertarik pada masa kini. Ketukan pada pintulah menyadarkan Titin dari lamunan.
Titin beranjak dari kursinya, sebelum pergi meninggalkan meja belajar miliknya, Titin mengecek naskahnya terlebih dahulu, takut jika naskah yang baru saja dia tulis tiba-tiba menghilang karena belum dia save.
Lalu melangkahkan kakinya ke arah pintu, mencari tahu siapa yang sudah mengetuk pintu kamar kostnya saat malam-malam seperti ini.
“Lama banget buka pintunya!”
Perempuan dengan rambut pendek yang Titin ketahui adalah seorang pengangguran yang hobinya di dalam kamar aja tanpa mau repot-repot ke luar kamar. Meski sejatinya Titin kurang yakin jika perempuan yang ada di depannya ini adalah orang pengangguran, mengingat baju yang sering perempuan itu pakai seharga biaya kost Titin selama tiga bulan.
Kedua alis Titin menyatu. “Ada apa?”
“Ada orang gila nyariin lo malam-malam. Gih samperin, gue mau lanjut molor,” kata Sisi lalu pergi dari hadapan Titin.
Dahi Titin mengerut, dia tidak dapat menebak siapa yang dengan kurang kerjaannya datang malam-malam ke tempat kost Titin. Titin langsung bergegas ke ruang tamu, melihat siapa yang bertamu malam-malam.
Langkah yang tadi terkesan terburu-buru kini perlahan memelan. Titin tidak pernah membayangkan orang itu ada di sini. Dengan berani menemui Titin setelah nyaris bertahun-tahun tidak bertemu.
“Tin ....”
besok nyambung lagi ....
![](https://img.wattpad.com/cover/371984603-288-k607648.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog dini hari
Chick-LitTitin selalu bangun tepat waktu dan tidur sesuai dengan jam tidur yang sudah ditentukan oleh orang tuanya. Tetapi semenjak dia nekat mengikuti lomba menulis untuk mendapatkan uang lima puluh juta, jam tidur Titin mendadak kacau, bukan hanya jam tidu...