Episode 20

402 27 2
                                    

YUDA POINT OF VIEW

5 tahun kemudian

“Dek minta tolong pakein dasi mas!” aku yang sedang memasak langsung mematikan kompor dan berjalan menuju kamar tidurku.

Aku mengambil dasi warna hitam dan aku pakaikan ke leher tunanganku. Tiba-tiba dia mencium keningku, sudah biasa dia akan mencuri ciuman di pagi hari. Aku sudah tidak terkejut lagi.

“Udah. Sarapan dulu mas.” Aku dan tunanganku kembali ke meja makan untuk sarapan bersama.

“Maaf mas nggak sempet goreng ayam udah kesiangan soalnya.” Mas Nugroho tersenyum ke arahku. Awalnya aku tidak menyangka jika dia malah tersenyum bukanya cemberut.

“Gapapa, Mas tau kamu pasti capek sebab tadi malam.” Aku menundukan kepalaku mengingat kejadian malam tadi. Jangan berfikir macam-macam soalnya aku dan Mas Nugroho tadi malam mengunjungi rumah calon mertuaku.

Ya, Nugroho Purnomo adalah tunanganku. Dia menunggu aku membuka perasaanya, setahun kemudian kami menjalin hubungan hingga sampai kejenjang seperti ini. Setelah lulus SMK dia melanjutkan kuliah di singapura. Karena memang orangtuanya adalah pengusaha besar jadi Mas Nugroho harus melanjutkan usahanya. Keluarganya menerima jika Mas Nugroho memutuskan bertunangan denganku yang sama-sama laki-laki, aku sempat takut ketika Mas Nugroho membawaku ke rumahnya tetapi ternyata keluarganya menyambutku dengan hangat.

Karena orang tua Mas Nugroho sudah jenuh dengan kelakuannya dulu maka mereka harus mengalah demi anaknya kembali denganya. Aku juga suka denganya. Ternyata Mas Nugroho tidak sedingin yang kubayangkan. Walaupun dulu kita pernah dekat tetapi sekarang aku tau sisi lain dari dirinya.

“Mas kayaknya pulang malem, nanti biar sopir Mas yang jemput kamu.” Lihat dia sekarang berubah, bahkan dia sudah tidak menggunakan kata gue lo lagi denganku.

“Aku bisa pulang sendiri Mas.”

“Nggak boleh dek, nanti kalo ada culik terus nyulik kamu terus kamu nggak lihat Mas lagi gimana?” Mas Nugroho ternyata sedikit lebay, itu sisi yang aku tidak tau dulu.

“Siapa yang mau nyulik aku?” aku mengerucutkan bibirku.

“Aku.” Mas Nugroho mengangkat-ngangkat kedua alisnya menggodaku.

Sarapan pagi yang menyenangkan, aku segera turun dari mobil Mas Nugroho dan langsung masuk ke dalam ruangan. Aku masih kuliah, tepatnya semester 8. Dulu aku tidak langsung melanjutkan ke bangku kuliah sebab aku gagal dalam tes. Aku tidak menyalahkan kejadian waktu itu hanya saja aku masih terus memikirkanya.

Sampai sekarangpun kadang aku masih mengingat kejadian itu. Tentu aku tidak memberi tahu Mas Nugroho karena aku tidak ingin dia kecewa denganku, aku tidak ingin dia meninggalkanku.

Kadang aku bertanya sendiri. Bagaimana kabar Adit sekarang? Apa sekarang baik-baik saja? Atau dia benar-benar sudah melupakanku dan memulai hidup dengan Viki. Tentang Viki bahkan setelah kejadian itu aku tidak pernah melihatnya lagi. Walaupun kadang aku mengunjungi rumahnya tetapi dia sama sekali tidak menemuiku. Kabar terakhir tentang Viki adalah dia menempuh pendidikan di Bandung. Ayahnya yang memberitahuku.

Di kelas perkuliahan aku tidak banyak pertemanan, palingan yang benar-benar kenal seperti satu cewek yang sering duduk di samping aku. Namanya Shinta, kami sering banget kalau ngerjain tugas bersama.

Hari ini aku punya kesibukan yang banyak, nanti bakal ngerjain tugas wawancara. Untung aja Shinta bisa bantu dengan mencarikan narasumbernya yang ternyata kakaknya sendiri. Syukurdeh aku bisa lega kalau yang jadi narasumbernya itu orang dalam.

Selesai kelas aku masih duduk di kursi, Mas Nugroho nelfon aku. Kebiasaan banget kalau dia sering nelfon, biasanya kalau habis rapat atau lagi istirahat kerja. Aku geser tombol hijau sampai langsung aku dengar suaranya yang bikin aku tersenyum sendiri.

“Udah kelasnya?”

“Udah, baru saja selesai tapi nanti ada lagi.”

Satu per satu anak kelas mulai keluar, ada yang melambaikan tanganya padaku lalu aku balas. Sampai aku lihat cincin yang ada di jari manis kiriku. “Mas juga habis rapat.”

“Gimana hasilnya?” tanyaku,

“Lancar.” Balas Mas Nugroho. “Nanti Mas pulangnya lebih awal. Mau mas jemput?”

Mengingat aku ada tugas jadi aku belum bisa menjawabnya. “Coba deh Mas nanti habis ngerjain tugas, hari ini sampai sore kayaknya.” Balasku.

“Yaudah gapapa, jangan kecapean loh.”

“Iyaaa”

Mas Nugroho tuh kadang bikin senyum-senyum sendiri, gimana lagi kalau perhatianya dia itu lebih banyak daripada aku merhatikan dia. “Kangen.”

“Kayak nggak pernah ketemu aja.” Balasku.
Aku dengar Mas Nugroho terkekeh di seberang telfon. “Pengenya meluk kamu terus.”

“Padahal tiap malam kamu meluk aku deh.”

Tiba-tiba aja Shinta datang dan aku sempat menjauhkan telfonku. “Nanti aku kirim tugasnya ke kamu ya. Soalnya hari ini aku ada acara.” Ujarnya.

“Iya gapapa.”

Shinta tersenyum cantik kepadaku, sampai kedua matanya melihat ke arah tangan kiriku yang ada cincinya. “Lagi telfonan ya?” tanyanya.

“Hehe.. iya”

“Yaudah lanjutin aja. Aku pergi dulu ya.” Shinta akhirnya berpamitan dan segera keluar kelas.

Aku lihat layar hp dan masih tersambung sama Mas Nugroho. “Halo Mas?” sapaku terlebih dulu.

“Halo, udah?”

“Udah, maaf ya tadi temenku izin mau ada acara.” Ujarku.

“Yaudah kalau kamu ada tugas, di tutup aja telfonya.” Sempat aku mau bilang jangan dulu tapi aku harus bagi waktu juga.

“Yaudah aku tutup ya?”

“Kasih semangat dong.” Pinta Mas Nugroho padaku.

Alhasil aku sempat nengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan ada beberapa orang saja. “Mas tunggu nih.” Ujarnya lagi.

“Love you Mas”

Duh, rasanya aku malu sendiri bilang gitu sama Mas Nugroho. “Love you too my heart.” Balas Mas Nugroho yang bikin aku pengen gigit jari.

---

Adit, Jogja, dan Dia Season 1 [Season 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang