22. I Miss You

51 8 0
                                    

Sudah dua hari ini, Alice terus menunggui Rangga di rumah sakit. Sampai sampai ia melupakan sekolahnya. Alice ingin, jika Rangga membuka matanya nanti, Alice adalah orang pertama yang dilihat Rangga.
Tapi, sampai sekarang Rangga belum membuka matanya.

"Ga, lo kapan bangun sih ? Bangun dong ... Gue kangen nih sama lo" kata Alice sambil menggenggam erat tangan Rangga yang tidak menggunakam infus.

"Gue kangen jalan jalan berdua sama lo, gue kangen lo yang ngacak ngacak rambut gue, gue kangen kita yang selalu jalan berdua di sekolah, gue kangen dijailin sama lo, gue kangen lo yang ceria, yang bisa bikin gue marah, tapi lo juga yang hibur gue, gue kangen selfie sama lo, gue kangen nyanyi bareng lo, gue kangen rasanya dipeluk sama lo ..." Alice berhenti sejenak untuk menarik nafas.

"Gue kangen semua hal tentang lo Ga, oh bukan ... Tentang kita. Ya, gue kangen semua hal tentang kita" kata Alice, ia mengusap air matanya.
"Ga bangun please ..." kata Alice, seperti bisikan. Sudah berkali kali Alice mengatakan itu kepada Rangga, tapi Rangga tidak kunjung bangun.

"Ga, lo jahat banget sih nggak dengerin kata gue. Rangga bangun ... gue kesepian di sini. Bangun dong Ga ... Kenapa lo merem terus sih ..." air mata Alice sudah meluncur deras, matanya semakin sembab. Alice kembali menangis tersedu sedu.

"Ga, kalo gue bilang gue sayang sama lo. Lo mau bangun nggak ? Bangun ya .. Gue tau kok lo juga sayang sama gue. Kalo lo bangun, kita bisa pacaran, bukan sahabatan lagi Ga" kata Alice di sela - sela tangisnya.

"Gue sayang sama lo Ga" kata Alice. Ia mulai bisa mengontrol tangisnya. Alice sudah menangis 3 hari berturut turut, penampilannya sudah kacau. Tapi, ia masih belum lega

"Alice ..." panggil Feli, Feli sedari tadi sudah ada di ruangan ini. Tetapi Alice tidak menyadarinya. Bahkan, Feli mendengar semua. Semua yang dikatakan Alice untuk Rangga. Oleh karena itu, sekarang Feli juga menangis. Ia kasihan dengan Alice dan Rangga, padahal sebentar lagi mereka akan bersatu. Tapi, ada saja yang memisahkan mereka.
Feli mendekat, ia mengusap lengan Alice, berusaha memberikan kekuatan.
Feli tau, hanya Rangga yang bisa melakukan ini, Rangga adalah sumber kekuatan bagi Alice.
Tapi sekarang, sumber kekuatan itu sendiri sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan berbagai alat yang menempel pada badannya.

"Lo yang sabar ya Ai, gue yakin Rangga pasti bangun, dia nggak mungkin ninggalin lo sendiri, dia juga sayang sama lo" hibur Feli, tapi malah Feli yang sekarang menangis.
"Mending sekarang lo pulang, lo istirahat, ada mama papa lo sama Reza diluar" kata Feli, masih berusaha mengontrol tangisnya.
Alice menggeleng "gue masih mau di sini Fel, gue mau jadi orang pertama yang diliat Rangga waktu dia sadar" kata Alice.

"Lo pulang dulu, istirahat, rapiin penampilan lo tuh. Masa lo mau diliat Rangga lagi berantakan gitu. Lagian, yang lain juga mau jenguk Rangga Ai, lo nggak boleh egois. Gue janji kok, lo orang pertama yang gue kasih tau kalo Rangga sadar" kata Feli, berusaha meyakinkan Alice untuk pulang dan istirahat. Setelah lama terdiam, akhirnya Alice mengangguk. Ia lalu berpamitan pada keluarga Rangga, dan pulang bersama orangtuanya juga Reza.

Di mobil, Alice terus bersandar pada Reza, dan Reza terus mengusap lengan Alice tanpa henti. "Lo yang sabar ya dek, Rangga pasti bangun" begitu terus yang Reza ucapkan, agar ia dapat menghibur Alice.

Sesampainya di rumah, Alice langsung masuk ke kamarnya. Ia segera mandi, lalu mengganti pakaiannya.
"Sayang, makan dulu yuk" kata Risma. Alice mengangguk lalu turun bersama Risma. Di meja makan, Reza asik mengobrol dengan papanya, sesekali Risma juga ikut bergabung. Berbeda dengan Alice, ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak memuntahkan makanannya. Alice cepat cepat ingin menghabiskan makanannya, lalu masuk ke kamar dan tidur. Berharap hari esok akan cepat datang dan ia bisa kembali bertemu dengan Rangga.

FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang