09

557 79 15
                                    

Sejak hari dimana kau memutuskan untuk berada di pihak Seokmin, kau tahu kau harus siap dengan berbagai konsekuensi yang akan datang. Salah satunya adalah kembalinya penglihatan spesialmu. Ya, kau dapat melihat apa yang orang lain tidak bisa lihat. 

Hidupmu akhir-akhir ini semakin tak tenang. Kau diharuskan terbiasa dengan kemunculan sosok-sosok menyeramkan itu secara tiba-tiba dan mereka bisa muncul dimana saja. Meski belum benar-benar terbiasa, tapi kau berhasil menutupi raut ketakutanmu di depan banyak orang seperti saat ini.

Saat kau tengah serius menatap layar monitormu, tiba-tiba ada sebuah wajah yang hancur dan penuh darah menembus benda pipih itu. Salah satu matanya bolong, kulitnya mengelupas dan baunya luar biasa menyengat. Wajah itu semakin mendekat ke arah wajahmu namun kau segera memalingkan wajah dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Kedua tanganmu yang tadinya kau letakan di atas keyboard dan mouse, perlahan-lahan kau tarik turun ke pahamu.

Dalam hati kau menjerit minta bantuan, tapi hal itu akan membuatmu semakin dicurigai sebagai pembunuh Taerin yang sedang dihantui oleh arwahnya. 

“Tolong, pergilah.” gumammu pelan. 

Kau dapat melihat dari ekor matamu bahwa sosok itu tidak bergeser pergi melainkan semakin merapatkan wajahnya ke wajahmu hingga berjarak beberapa senti saja. Kau menahan napas sembari meremat kedua tanganmu sendiri. 

“(Y/n).” 

Kau mendongak saat suara Seokmin menyambangi telingamu. 

“Seokmin.”

Barulah kau bisa merasa lega karena sosok itu akan langsung pergi ketika Seokmin berada di dekatmu. Napasmu berhembus secara tak teratur sirat akan rasa ketakutan yang begitu besar. 

“Ayo kita makan siang bersama.” Ajak Seokmin 

Kau cepat-cepat beranjak dari kurismu dan pergi dengan menggandeng lengan Seokmin.

Seisi ruangan menjadikan kalian sebagai pusat perhatian. Kali ini mereka tidak memandang kalian sebagai pasangan romantis lagi, melainkan sebagai pasangan yang menyedihkan karena mereka berspekulasi kematian Taerin ada hubungannya denganmu. Kau bukannya tuli dan tak tahu bahwa gosip kematian Taerin dikaitkan denganmu, yang secara logika adalah orang terakhir yang bersamanya sebelum ajal menjemputnya. Tapi kau sedang berusaha menyangkal gosip itu dengan memperlihatkan bahwa kau juga sedang berduka. 

Singkatnya, kau dan Seokmin sudah duduk di atas meja kantin kantor. Tempat itu mengingatkanmu dengan Taerin. Karena dulu, jika tidak karena Taerin, kau mungkin tidak akan pernah datang ke sana. Taerin adalah teman yang hangat dan kau tak akan pernah melupakannya. 

“Sayang…”

Kau mendongak menatap Seokmin yang duduk di depanmu. 

“Ada apa? Kau begitu murung. Teringat Taerin lagi ya?” tanya Seokmin 

Kau mengangguk pelan. 

“Dia satu-satunya orang yang bisa aku anggap teman. Biasanya jika ada gosip buruk tentangku, Taerin lah yang mengurus semua itu sehingga mereka tak lagi membicarakanku. Tapi sekarang? Aku bahkan tak bisa membela diriku di depan mereka yang membicarakanku. Aku baru sadar bahwa aku begitu lemah.” tuturmu sedih. 

“Maafkan aku, (y/n). Ini semua salahku.”

Benar. Kau berduka kehilangan teman dekatmu tapi kau memihak pembunuhnya. Kau mencintai seseorang yang membunuh teman dekatmu. Sekarang kau merasa jauh lebih bersalah. 

“Apa kau menyesal mencintaiku?” Tanya Seokmin setelah membaca pikiranmu. 

“Bukan menyesal. Hanya saja, menyayangkan keadaan. Seharusnya cinta kita tidak memakan korban.” Gumammu pelan takut orang lain mendengar. 

Red Flags [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang