02

843 108 15
                                    


Tidak pernah ada kejadian horor dalam sepanjang sejarah hidupmu. Kau bukan tipe orang yang mengedepankan hal-hal semacam itu dibanding logika, tapi kemarin, kau merasa logikamu telah dipermainkan. Mau dijelaskan dengan akal sehat sekalipun, kejadian kemarin benar-benar di luar batas akal sehatmu. 

“Sayang, kau baik-baik saja?” 

Kau tersadar dari lamunanmu karena panggilan Seokmin. “Oh, ada apa?” tanyamu balik 

Seokmin menatapmu cemas. Ia meletakan peralatan makannya dan kini hanya menatapmu lekat. 

“Kau tidak enak badan? Atau ada yang sakit? Kita ke dokter sekarang ya?” 

Kau tersenyum sembari menggelengkan kepalamu, menolak usulannya. 

“Aku baik-baik saja, Seokmin-ah. Aku tidak sakit, hanya sedang memikirkan sesuatu saja.” balasmu 

“Sepertinya hal yang kau pikirkan begitu berat hingga kau melamun terus hari ini. Ada yang bisa kubantu untuk meringankannya?” 

Kau termenung. Menimang apakah kau harus memberitahu Seokmin mengenai hal yang kau lihat kemarin atau tidak. Jika kau termasuk orang yang mengedepankan logika dan akal sehat, maka level logika Seokmin jauh di atasmu. Dia mungkin tidak akan percaya apa yang kau alami kemarin dan menganggapmu hanya bercanda. 

“Aku memikirkan nasib kita kedepannya. Kau ingin punya anak berapa?” Tanyamu berbohong sekaligus mengalihkan kecemasannya 

“Jika kau bertanya begitu, aku jadi malu sendiri. Hehe. Kalau boleh 11 anak sih agar bisa membentuk tim sepak bola.” Balasnya dengan kekehan 

“Kalau begitu aku mengandung satu anak, sisanya kau yang mengandung ya? Bagaimana? Jawab yang benar ih!” Balasmu agak sebal mendengarnya menjawab sebelas anak. 

“Hehe jangan marah begitu sayang, aku hanya bercanda. Aku terserah padamu saja maunya berapa. Kau yang akan mengandung dan memperjuangkannya sebagai seorang ibu. Jadi keputusannya ada padamu.” Jelas Seokmin sembari mengusap pipimu yang mengembung akibat sebal. 

Kau tersentuh oleh jawabannya. Mungkin karena kelembuatanya ini juga yang membuat hatimu sekeras batu ini luluh. Dia benar-benar lelaki idaman seperti apa yang dikatakan teman-teman satu divisimu. 

“Dua anak saja ya? Hitung-hitung mengikuti program pemerintah.” Balasmu asal yang membuat Seokmin hanya mengangguk meng’iya’kan. 

“Ya sudah, ayo berangkat kerja dulu. Masalah anak, nanti malam kita bisa mulai usahakan.” 

“Seokmin!” 

.

.

.

.

.

Katakanlah peraturan di perusahaan kalian kejam. Baru saja merayakan pesta pernikahan, keesokan harinya kau dan Seokmin sudah harus kembali bekerja. Maka dari itu tidak ada pikiran untuk bisa honeymoon kecuali di tanggal merah nasional. 

“(Y/n)-ya, bagaimana malam pertama kalian?” Tanya Taerin, teman wanita yang duduk tepat di sebelahmu. Kurang lebih kepribadiannya mirip dengan Seokmin sehingga diantara rekan divisimu yang lain, Taerin bisa dikatakan teman yang cukup dekat denganmu. 

“Tidak terjadi apapun.” Balasmu singkat sembari mengerjakan sesuatu di laptopmu dengan serius. 

“Yang benar saja? Seokmin tidak menyentuhmu? Apa dia gay? Bisa bisanya dia tidak menyentuhmu saat malam pertama kalian.” Reaksi Taerin memang selalu berlebihan

“Bukan begitu. Aku yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu dulu karena kami berdua sama-sama kelelahan.” Balasmu masih mengerjakan tugasmu 

“Kau hanya beralasan kan? Apa sebenarnya kau belum siap?” Tanyanya lagi 

Red Flags [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang