Seseorang yang benar-benar mencintai itu walau dipisahkan pasti dia akan kembali.
-Sandya Kala-
"Michi Kanaya!"
Michi sedikit terkejut, baru menyadari bahwa namanya telah dipanggil sebanyak tiga kali.
Ia meringis pelan. "I-ya, Bu?" balasnya dengan suara gemetar.
"Kamu kenapa, Michi? Sepertinya hari ini kamu tidak fokus. Kamu masih sakit?" tanya Bu Arum, guru BK yang mengisi jam pelajaran pertama. Semua orang mengira Michi absen sebelumnya karena sakit.
Michi menggeleng. "Tidak, Bu. Saya baik-baik saja."
"Maaf, saya telat."
Suara dari arah lain menarik perhatian seluruh kelas 12 MIPA 2. Sosok laki-laki yang baru saja masuk membuat Bu Arum menghela napas.
"Nala, ini baru beberapa hari masuk sekolah, kamu sudah izin, sekarang malah terlambat. Kapan kamu akan berubah? Kamu sudah kelas 12, Nala," ujar Bu Arum sambil menggelengkan kepala.
Sorakan memenuhi kelas, disertai beberapa komentar buruk yang ditujukan kepada Nala.
Di sisi lain, Michi mengepalkan kedua tangannya erat. Ia berdiri dari tempat duduknya, menatap Nala sejenak sebelum berkata, "Apa pantas menertawakan teman yang terlambat? Seharusnya kita tanya alasannya, bukan menertawakan dia."
Kata-kata Michi membuat suasana kelas hening. Semua tatapan tertuju padanya, termasuk Bu Arum.
Michi tidak mengerti mengapa ia melakukan itu, seolah-olah mulutnya bergerak sendiri. Ia menghela napas panjang. "Maafkan saya, Bu Arum. Saya hanya tidak suka dengan perlakuan teman-teman yang secara tidak langsung menghina kesalahan seseorang. Padahal, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan," ungkapnya sambil duduk kembali.
Alih-alih marah, Bu Arum justru tersenyum. "Anak-anak, dari sikap Michi tadi, kita bisa belajar bahwa kita tidak boleh menilai seseorang sembarangan hanya karena sebuah kesalahan yang penyebabnya belum kita ketahui." Guru paruh baya berkacamata emas itu menatap Michi dengan penuh penghargaan. "Terima kasih, Michi."
"Nala, kenapa kamu terlambat?" tanya Bu Arum kepada Nala yang masih berdiri di depan kelas.
"Maaf, Bu. Di jalan tadi ada kemacetan, jadi saya harus menunggu," jelas Nala.
"Makanya, berangkat sekolah itu naik motor atau mobil. Berangkat sekolah, kok, pakai sepeda," ejek salah satu teman kelas sambil tertawa.
"HEI, JAGA UCAPANMU, DIKA!" seru Bu Arum dengan suara yang mulai meninggi.
"Tidak sopan menghina temanmu seperti itu. Naik apapun bukan bahan lelucon. Saya sudah bersyukur Nala punya niat baik untuk berubah," tambahnya cukup tegas.
Dika-siswa bertubuh kekar yang duduk di bangku depan-tersenyum miring. "Kalau nanti dia sering izin lagi bagaimana, Bu? Kelas ini bisa tercemar karena ulahnya," sindirnya.
Bu Arum menggeleng beberapa kali. "Dika, berdiri di depan kelas sampai pelajaran selesai. Cepat!"
"Lho, kenapa saya yang dihukum, Bu? Harusnya Nala. Dia yang terlambat," protes Dika tak terima.
Bu Arum mendesah. "Tidak. Hanya kamu yang dihukum. Sekarang keluar dari kelas dan jalani hukumanmu. Kamu sudah melakukan hal yang tidak pantas terhadap temanmu. Jadi, jangan membantah."
Dengan enggan, Dika mengikuti perintah. Ia bangkit dan berjalan ke depan. Saat berpapasan dengan Nala, ia sempat menyenggol bahunya.
"Nala, duduk di bangkumu. Lain kali jangan diulangi lagi, ya," ucap Bu Arum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sandya Kala [END]
Teen FictionAda dua hal yang disembunyikan oleh seorang Michi Kanaya. Pertama, buku catatan yang sering ia bawa. Kedua, penyakit Alzheimer yang dideritanya. Akan tetapi, rahasia besar itu diketahui oleh Ragnala Kalantara, laki-laki dengan reputasi paling sering...