Perubahan kecil dari seseorang bisa terlihat kalau dia menyukai orang lain.
-Sandya Kala-
Di ruang BK, Michi meringis saat kakinya dipijat oleh Bu Arum.
"Kamu kenapa sampai jatuh, Michi?" tanya wanita paruh baya itu.
Michi meringis lagi. "Tadi nggak lihat-lihat, Bu. Jadi jatuh," jawabnya berbohong.
Bu Arum menggeleng, tak habis pikir. Lalu, guru BK tersebut melirik ke arah Nala yang duduk di samping Michi.
"Nala, sebaiknya kamu antar pulang Michi. Sekalian kamu pulang," ujar Bu Arum.
Mendengar itu, Michi mengerutkan dahi sambil menoleh ke cowok di sampingnya. "Tunggu, kenapa kamu mau pulang?"
Nala tersenyum tipis. "Ada acara keluarga di rumah. Aku disuruh pulang," jawabnya singkat.
Hanya dengan melihat ekspresi Nala, Michi tahu betul sebenarnya cowok itu tengah berbohong. Ia hanya manggut-manggut, mengiyakan.
Michi menatap kepada Bu Arum. "Nggak kenapa-napa kalau saya pulang, Bu?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Bu Arum.
"Urusan izin, serahkan saja ke saya. Yang terpenting kalian sudah izin ke sini."
Michi dan Nala saling pandang. Lalu, Nala bangkit dari kursi. "Terima kasih banyak, Bu." Tatapannya berpindah ke Michi. "Michi, aku ambil tas kamu dulu, ya," ujarnya.
"Tunggu!" sela Michi sambil berusaha berdiri. Ia melangkah pelan mendekati Nala. "Jam istirahat belum selesai, Nala. Kalau di kelas masih ada Samudera, kamu bisa kenapa-napa," bisik Michi.
Bibir Nala berkedut, menahan tawa agar tidak terdengar oleh Bu Arum. "Kenapa kamu malah mengkhawatirkanku? Khawatirkan dirimu sendiri, kakimu masih sakit."
Setelah mengatakan itu, Nala beranjak pergi, meninggalkan Michi yang masih berada di ruang BK.
Dari belakang, Bu Arum mendekati Michi dan menepuk pundaknya. "Michi, sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan Nala?" Bu Arum tersenyum simpul. "Kalian sepertinya punya chemistry. Pasti ada sesuatu yang pernah kalian hadapi bersama, bukan?"
Michi meringis, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Nggak ada, Bu. Mungkin karena kami satu kelas?" balasnya agak gugup.
Bu Arum tersenyum miring. "Tapi, dulu kamu setiap kali Ibu kasih tugas buat mencatat jumlah izinnya dia per-semester, kamu selalu enggan. Sekarang?"
Wanita paruh baya itu semakin mendekat. "Perubahan kecil dari seseorang bisa terlihat kalau dia menyukai orang lain."
Perkataan yang menggoda itu membuat Michi ingin cepat-cepat keluar dari tempat itu. Tak lama kemudian, Nala tiba dengan membawa dua ransel-miliknya dan Michi.
Michi menghela napas lega. Itu artinya ia sedikit bebas dari segala pertanyaan yang Bu Arum lontarkan.
"Bu, kami berdua izin pulang, ya," ujar Nala dengan sopan.
Bu Arum mengangguk. "Iya, hati-hati di jalan, ya. Nala pakai sepeda?"
"Iya, Bu."
Bu Arum menatap Michi. "Michi nggak pa-pa dibonceng pakai sepeda?" tanya paruh baya itu sambil menyunggingkan senyum.
Michi mengembuskan napas. "Nggak pa-pa, Bu. Kan udah pernah."
Mendengar itu, Bu Arum tampak menaikkan satu alisnya. "Sudah pernah? Kalian sudah pernah naik sepeda sebelumnya?"
Michi dan Nala melirik satu sama lain dengan perasaan panik.
"Maksudnya, saya udah pernah naik sepeda sama orang lain," ralat Michi sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
![](https://img.wattpad.com/cover/371469442-288-k964591.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandya Kala [END]
Ficção AdolescenteAda dua hal yang disembunyikan oleh seorang Michi Kanaya. Pertama, buku catatan yang sering ia bawa. Kedua, penyakit Alzheimer yang dideritanya. Akan tetapi, rahasia besar itu diketahui oleh Ragnala Kalantara, laki-laki dengan reputasi paling sering...