01

1.2K 221 31
                                    

Hoek!

Aku nggak tahan buat nggak mengeluarkan isi perutku setelah turun dari bus. Mbak Sisi berdecak sambil menepuk-nepuk punggungku, dia juga sempat membantuku mengoleskan minyak kayu putih.

"Maaf, yo, kalau jijik," kataku padanya.

Mbak Sisi mendengus pelan, kemudian menuntun aku duduk di tepian jalan, nungguin aku cukup kuat untuk dia ajak kembali berjalan.

"Mbak, aku mending jalan kaki aja deh ke sininya. Aku nggak kuat kalau naik bus setiap hari."

"Jauh. Gila aja, lo! Mungkin belum kebiasaan, coba beberapa hari deh Sit. Barangkali nanti terbiasa?" jawab Mbak Sisi.

Kami berhenti sejenak selama beberapa menit. Setelah aku mulai baikan, Mbak Sisi mengajakku untuk kembali melanjutkan perjalanan. Ternyata tempat kursus kami hanya di seberang halte.

"Wah... ini tempat kursus, Mbak?"

The Bliss Premiere.

"Iya. Ada kursus, ada bakery, restoran juga. Itu hotel di sebelahnya satu chain sama The Bliss Premiere. Kamu kalau mau sekolah kuliner, mereka punya program juga."

Aku mengangguk sambil mengekor Mbak Sisi masuk ke dalam gedung yang di dominasi warna coklat kayu. Di sebelah kiriku, ada bakery yang dimaksud Mbak Sisi tadi. Dari tempat kami masuk, kami bisa melihat bakery yang tersusun rapi, dan hanya dibatasi dengan kaca. Sementara di kanan kami, kemungkinan adalah restoran, karena dari beberapa pelayan keluar masuk membawa makanan.

Aku suka aroma yang tercium di sini, ada wangi manis dari bakery, dan aroma gurih dari restoran. Seolah sudah tahu di mana ruangan kursus, Mbak Sisi dengan langkah tegasnya langsung menbawaku ke lantai dua dari gedung tiga lantai ini.

"Kok kamu nggak kayak anak ilang, Mbak? Kamu pernah ke sini?" Aku yang penasaran bertanya. Seumpamanya aku sendiri, aku pasti celingak-celinguk dulu, muter-muter dulu, dan tanya-tanya dulu.

"Kan udah dikasih tahu, lantai dua, ruangan paling kanan di ujung setelah lift."

Aku mengangguk, bersamaan dengan Mbak Sisi membuka pintu ruangan. Saat pintu terbuka, ternyata sudah ada beberapa perempuan yang menunggu di dalam ruangan. Saat kami datang, semua orang menatap ke arah kami.

Aku tersenyum, kemudian mencoba menyapa, "Halo," kepada mereka. Namun respon mereka hanya bergeming. Kemudian mereka menatapku canggung. Aku kembali memberi mereka senyum, nggak seperti Mbak Sisi yang nampak tak peduli dan mengacuhkan sekitarnya.

Sombong tenan.

Mataku nggak bisa diam. Aku mulai memperhatikan perempuan-perempuan yang ada di sini, memang sih cantik-cantik seperti tacik-tacik, tapi kesan pertama bagiku adalah mereka kurang ramah.

Karena setiap peserta kursus diberi meja panjang, seperti replika dapur, aku jadi nggak bisa bicara dengan jarak yang dekat dengan Mbak Sisi yang ada di meja sampingku.

Nggak lama seseorang laki-laki dengan baju layaknya chef di TV, celana hitam panjang yang dipinggangnya sudah dilapisi celemek hitam masuk. Dia berdiri di depan ruangan sambil tersenyum ramah.

Ganteng pol rek...

"Pagi," sapanya.

"Pagi!" Hampir semua orang menjawab dengan sangat bersemangat.

"Saya Habibi, patissier yang akan mengajar kalian. Kedepannya saya nanti gantian dengan rekan sayaya mungkin bisa kalian temui besok. Oke lanjut." Pattissier yang bernama Habibi itu kemudian mengejelaskan beberapa hal tentang kelas kursus yang akan kami ikuti selama delapan bulan ke depan.

Siti! Oh? Shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang