06

1.5K 263 48
                                    

"Siti."

"Eh ... Mas Habibi!" pekikku girang melihat Habibi muncul dari pintu kaca yang nyambung dengan bakery.

"Tunggu sebentar ya, Sit," Habibi buru masuk ke dalam ruangan lain yang. Nggak lama dia kembali sambil membawa sebuah tas kertas.

"Apa ini?" tanyaku saat Habibi mengulurkan tas kertas itu.

"Dibuka dong paper bag-nya."

Aku menurut membuka tas kertas yang atasnya diselotip itu. Aku kemudian mengeluarkan kain berbentuk seperti jaket yang ada di dalamnya. "Opo iki, Mas?" tanyaku sambil membuka plastik bening yang membungkusnya.

"Jaket anti UV."

"Anti UV? Anti sinar matahari iku?"

Habibi mengangguk. "Aku lihat kamu naik sepeda panas-panas. Mana nggak pakai jaket. Nanti kulitmu kebakar."

Aku girang, merasa bahagia dapat hadiah jaket dari Habibi. Kupeluk jaket yang baunya masih bau mall itu. "Hem... ambu emol. (bau mall)"

"Suwun yo, Mas! (Makasih ya, mas)"

"Ya udah ayo ke kelas yuk? Kebetulan hari ini aku ngajar kalian."

"Oh iya, aku mau nanya. Kalau adonan...." Kemudian aku mengajak Habibi ngobrol sampai kami masuk ke dalam kelas.

Waktu aku masuk dengan Habibi, perempuan-perempuan di sana sudah mencereng, menatapku sinis. Apa lagi sih?

Kelas dimulai. Hari ini kami belajar membuat roti dari adonan dasar yang akan dibuat menjadi roti tawar, serta membuat adonan dasar roti gandum. Dan hari ini kami tumbenan sekali kami dapat tugas. Besok kami harus membawa adonan yang sudah mengembang dari rumah, kemudian di kelas akan melihat hasil adonan tersebut untuk mulai di oven.

"Mas Habibi! Mau tanya!" kataku sambil mengangkat tangan.

"Pertanyaannya?"

"Aku kan naik sepeda. Kalau adonannya aku bawa naik sepeda nanti mempengaruhi proofing-nya ndak yo? Kan kemungkinan kena sinar matahari."

"Pertanyaan yang bagus Siti."

"Suhu ideal untung proofing adalah 24°-30° derajat. Saya tadi sudah jelaskan secara rinci dari tahapan bulk fermentasi sampai proofing butuh waktu berapa menit. Ini termasuk ke dalam tantangan kalian, membawa adonan yang sudah mulai kalian proofing ke dalam kelas. Nanti akan saya lihat mana adonan yang mengembang sempurna, mana yang overproofed, atau malahan gagal proofing."

Ealah... ada ujiannya juga. Aku kira tinggal masuk kelas, bikin roti, kalau gagal ya ngulang. Ternyata pakai diuji sambil mikir juga.

"Kalau gagal nanti nilainya jadi jelek to, Mas?" tanyaku lagi yang ditertawakan seisi kelas.

Habibi tersenyum. "Kalau gagal diulang. Lebih baik gagal besok, saya bisa kasih tahu kalian faktor gagalnya karena apa. Jangan takut gagal ya," terangnya kemudian yang setelahnya menutup sesi hari ini.

"Siti!"

"Apa?!" balasku dengan nada nggak peduli.

"Lo caper banget sih sama Theo dan Habibi!"

"Caper piye to? Orang aku nggak ngapa-ngapain kok!"

"Minggu kemarin, gue lihat Theo nuntun lo pulang ya!"

"Oh? Ya itu kan dia sendiri yang mau ngintil aku!"

"Lo kalau cemburu harusnya ngomong sama Theo. Bukan sama Siti," sahut Mbak Sisi ketus.

"Si. Lo mending nggak usah ikut-ikutan deh. Gue nggak ada urusan sama lo."

"Jelas ada," jawab Mbak Sisi. "Ayo lah Sit, balik. Nggak usah diladeni." Kemudian Mbak Sisi menarikku keluar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Siti! Oh? Shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang