03

1K 230 27
                                    

"HEH! WINGI UTEKMU NYANDI?!" Aku menggebrak meja perempuan yang kemarin berhenti tiba-tiba di depan sepedaku.

"Hai, Siti?" Dia menyapa dengan santai berlagak kemarin bukan apa-apa.

Aku menyalakan keran di mejanya kemudian aku tadahi dengan botol bekas yang tadi aku bawa dari rumah. Si perempuan yang ternyata namanya Patricia itu panik. Dia menjauh berusaha kabur.

"Sit? Kenapa?" tanya Mbak Sisi panik yang dari mejanya mendekat ke arahku.

Aku belum mau menjawab karena ingin mengguyur Patricia dengan air keran. Dia sekarang berdiri jauh. Aku buru-buru mendatanginya. Dia panik sambil berteriak kemudian berlari menjauh.

Aku akan kejar kamu bahkan sampai ke parkiran pun aku turutin. Aku hampir dekat ketika dia sampai di dekat pintu kelas. Kemudian perempuan nggak berotak berambut kemerahan itu membuka pintu.

"AAAAA," teriaknya saat aku mendapat tangannya.

Dia belari keluar kelas sambil aku guyur air dari botolku.

"MAS HABIBI!"

"Ya ampun, Habibi!"

"SITI!"

Tadi aku udah dapat tangan Patricia, waktu aku siram  bertepatan dia dan Habibi membuka pintu. Patricia langsung berlari keluar lewat ketiaknya Habibi. Jadi betul. Aku sudah dapat tangan Patricia. Tapi aku menyiram air ke Habibi.

"Mas. Aduh. Mas. Maaf."

Habibi mengusap wajahnya dengan tangannya.

"Salah lo tuh, Sit!" ujar Patricia.

"Sek ya, Mas bentar." ujarku kemudian bergantian mengguyur Patricia yang kebetulan tangannya masih aku genggam.

"AAAAA! SITI!" pekiknya dengan wajah kesal hampir menangis.

"Makanya, besok otaknya dipakai."

"Kalian ikut saya sebentar," ujar Habibi yang nadanya menjadi dingin.

"Siti, lo ngapain?" bisik Mbak Sisi pelan.

"Kamu ngapain ikut?" tanya Habibi pada Mbak Sisi.

"Saya di sini merasa bertanggung jawab atas Siti," ujar Mbak Sisi seperti mempersiapkan diri untuk dimarahi Habibi karena wajah Habibi menjadi serius. Keramahan di wajahnya yang biasa aku lihat saat bertemu dia kini sirna.

"Nggak perlu. Dia bisa tanggung jawa sendiri harusnya," tegas Habibi.

Habibi membawa kami menyepi di lorong lantai dua.

"Siti, kamu mau apakan temanmu?"

"Dia bukan temenku sih, Mas. Orang kemarin dia sengaja berhentiin mobilnya di depanku pas aku lagi nyepeda. Kalau aku nyungsep gimana?!"

Mata Habibi beralih ke Patricia.

"Entah apa pun masalah di antara kalian. Saya nggak mau lihat di kelas saya ada kegaduhan. Ini peringatan pertama dan terakhir dari saya. Sekali lagi kegaduhan, silakan angkat kaki dari tempat ini untuk seterusnya."

"Habibi, maaf. Aku kemarin nggak sengaja. Sitinya aja yang emosian. Lagian dia kemarin nyepedanya di tengah nggak mau minggir."

"Matamu loh!" seruku.

"Siti!" tegur Habibi. "Pantas Kamu kamu bicara seperti itu di depan pengajar kamu?! Bisa diam dulu tidak?!" lanjutnya dengan tatapan tajam yang membuatku takut.

"Patricia. Saya akan cek CCTV sekarang. Kamu yakin dengan apa yang kamu bicarakan?"

Patricia panik. "Eh... Itu..."

Siti! Oh? Shit!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang