IV. Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? (Sajak Puisi)

67 20 60
                                    

Rukma dan Pram sampai di kantin dekat fakultas. Tujuan Rukma ialah untuk mengambil uang beserta risol yang tidak terjual. Setelah ocehan panjang tadi, kini Pram masih saja mengoceh. Dan Rukma tetap saja mengabaikan.

Lelah mendengar ocehan Pram, Rukma berseru,

"Di fakultas ekonomi masih banyak cewek lain yang lebih dari saya. Kamu pacari mereka saja!"

"Ck!"

*****

Selesai dengan kelas sorenya, Rukma menghabiskan waktu di halaman perpustakaan. Ia duduk di rerumputan yang memang ditanam untuk dijadikan tempat mahasiswa bersantai. Sekali dua kali, beberapa mahasiswa berlalu lalang memenuhi pelataran.

Kali ini ia meminjam buku 'Janji' karya Tere Liye sebagai teman duduknya. Sebelumnya Rukma juga pernah meminjam buku dari karya penulis yang sama. 'Rembulan Tenggelam Di Wajahmu' Buku itu memaparkan bahwa hukum sebab akibat itu ada, dan karma itu nyata.

Lewat membaca, Rukma belajar banyak hal yang tidak pernah orang tuanya ajari.

*****

Langit di sore itu tampak cerah. Burung-burung gereja berterbangan lepas di udara bebas. Rukma melihat jam di ponselnya. Kurang sepuluh menit lagi para mahasiswa yang ikut dalam organisasi Wiji Project akan berkumpul. Rukma mengabari Cantika agar segera selesai dengan kencannya, organisasi akan segera dimulai dan ia berpesan untuk langsung ke ruangan tempat diskusi.

Tak jauh dari tempatnya tadi, kini Rukma sudah berada diantara mahasiswa mahasiswi yang siap beradu argumen. Mereka duduk setengah melingkar di karpet menghadap papan. Pengurus inti baru saja memulai pembukaan salam sapa ketika Cantika berpesan bahwa dia tidak bisa mengikuti acara. Rukma mendengus kesal. Ia tau itu hanya akal-akalan Cantika agar bisa melanjutkan kencannya.

Acara inti segera dimulai. Salah satu mahasiswi terpilih membacakan puisi yang telah disiapkan. Puisi tersebut ialah karya Pak Sapardi dengan judul 'perihal waktu' dari bukunya 'Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?'

"Perihal Waktu"
.

..

Alangkah singkatnya waktu perhelatan..

Dan ternyata tak ada jarak antara sabda pertama si dalang dan tancap kayon..

Di awal permainan pohon dicabut..

Di akhir ditancapkan tepat di pusar kita..

"Apakah permainan sudah usai?"

"Lakon baru saja dimulai"

"Apakah wayang sudah kembali ke kotak?"

"Lakon baru mulai di dalam kotak"

"Apakah dalang sudah mengucapkan kata penghabisan?"

"Dalang akan segera memulai suatu perjalanan"

Gong sudah dibunyikan..

Begitu pendek lakon..

Begitu panjang menunggu sampai selesai permainan..

...

Mahasiswi itu membacanya dengan penuh penghayatan. Setiap larik. Setiap bait. Suaranya begitu syahdu di ruang itu.

Para mahasiswa mendengarkan dengan khidmat, sebelum suara pintu mengalihkan atensi mahasiswa disana. Si playboy kampus datang di tengah-tengah acara. Tanpa rasa malu ia berjalan menuju tempat paling belakang. Pram kemudian menyuruh salah satu mahasiswa agar bergeser, sebelum kemudian ia duduk tepat disebelah Rukma. Kejadian itu segera teralihkan dengan dilanjutkannya pembacaan puisi.

"Hai" sembari berbisik Pram menyapa Rukma. Pandangannya tetap mengarah ke depan, seolah-olah memperhatikan. Sedangkan di lain sisi Rukma tak bergeming.

"Gue tadi beli risol mayo punya lo, dan rasanya enggak mengecewakan."

"....."

"Besok-besok kalau ke kampus buatin gue risol mayo spesial boleh? Nanti gue bayar."

Rukma yang berusaha fokus mendengar puisi yang dibaca, sebenarnya ber-komat-kamit di dalam hati. Ia menggerutu sebal, terganggu dengan lelaki di sampingnya.

Tak lama, 'Perihal Waktu' selesai dibacakan. Ganesh selaku ketua organisasi berdiri di depan menghadap ke seluruh mahasiswa.

"Oke guys itu tadi adalah puisi karya Bapak Sapardi dari bukunya 'Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?' yang dibuat kisaran tahun 2003-an,"

"Dan karena tamu spesial kita yaitu bapak Pramuditya yang terhormat telat datang," Ganesh ber-sarkasme, "Maka beliau dipersilahkan untuk memberikan amanat yang terkandung di dalam penggalan puisi 'Perihal Waktu' namun dengan pemahaman Pram sendiri. Waktu dan tempat dipersilahkan."

Kini semua mata beralih menatap Pram yang duduk di barisan belakang, tepat di samping Rukma. Pram tersenyum jumawa. Ia berdiri, mengutarakan opininya mengenai puisi karya Pak Sapardi tersebut.

"Sama halnya seperti pertunjukan wayang yang sudah selesai, dalang akan keluar dari pementasan dan lakon akan kembali tersimpan kedalam kotak. Menurut gue, lakon adalah kita. Manusia," ujar lelaki itu,

"Ketika kita mati, perjalanan menuju keabadian belum selesai. Perjalanan kita masih jauh. Kematian adalah awal dari kehidupan yang sesungguhnya." Pram menjawab dengan begitu lancar.

"Jadi jangan mencoba bermain-main dengan kematian? Begitu Pram?" ujar salah satu mahasiswa di sana.

"Iya, dan sebenarnya setelah kematian, kita masih akan menemukan persimpangan-persimpangan antara surga dan neraka."

Keheningan tercipta. Para mahasiswa kembali merenungkan sepenggal puisi karya sastrawan Indonesia itu. Rukma pun dibuat terkesiap oleh cara Pram menaksir suatu karya.

"Nah guys itu tadi amanat yang tercetak di dalam opini buaya kita," Ganesh selaku ketua organisasi berkelakar mengambil alih atensi, membuat beberapa mahasiswa tergelak, "disini ada yang memiliki pandangan berbeda dan ingin menyampaikan?"

Beberapa mahasiswa berbisik-bisik mencoba menalar kembali puisi 'Perihal Waktu' begitupun dengan Rukma. Ia berbicara dengan dirinya sendiri mengenai kebenaran yang ada dalam opininya. Hingga akhirnya Rukma mengangkat tangan yang kemudian dipersilahkan Ganesh untuk memberikan argumennya.

"Kalau menurut saya sendiri, sepenggal sajak ini menggambarkan mengenai keadaan dimana 'lakon' yang merepresentasikan kita sebagai manusia ketika lelah dengan usaha yang telah dilakukan. Namun dalam kelelahan itu bukan berarti kita boleh menyerah. Kita tidak boleh berhenti mencoba. Karena dalang akan senantiasa memberikan kemudahan setelah kesulitan. Kita tidak boleh mati sebelum mati. Sang dalang akan memberikan rencana yang lebih indah dari apa yang kita inginkan."

Suasana kembali hening. Kedua argumen itu memiliki pandangan yang sama. Pandangan bahwa seberapa jauh langkah yang manusia ambil, hidup harus tetap berjalan. Kehidupan tidak akan berhenti sebelum Tuhan mengizinkan.


*****
Finally ada bab baruu :)))
Sebenarnya cara pandang Pram & Rukma author simpulkan dari komentar-komentar yang ada di Instagram. Jadi kalau kalian melihat komentar Ig yang sejalan dengan isi dari opininya PramUka, mohon jangan disalah pahami😄

By the way kalian sadar enggak sih kalau Pram & Rukma disatuin bakal jadi PramUka??🤣

Okay teman-teman sekian penjelasannya bintang, komen dan kritikan sangat diterima. Apabila ada sesuatu hal yang kurang berkenan tolong diberitahukan.

Terima Kasih sudah mampir jangan lupa kembali lagi..

🌨️🌟🌨️

Hujan di Planet BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang