Muichiro, Sanemi, dan Gyomei kembali ke Tokyo dengan menaiki kereta api terakhir pada malam itu.
Di malam itu juga hujan turun deras, membasahi tanah hingga menyerap ke dalamnya. Sanemi dan Gyomei yang menyadari fakta bahwa kegagalan menerpa mereka, dengan wajah tertunduk dalam mereka tak kuasa untuk menghadap dan memberi laporan kepada ketua yang telah mempercayakan mereka.
Di kediaman sang pemimpin kisatsutai, terlihat 3 orang pria yang sedang duduk dalam kesenyapan, dihiasi oleh suara guyuran deras air hujan di luar sana.
Gyomei membuka pembicaraan, "Maafkan kami, Oyakata-sama... Kami telah gagal melindungi [Name] karena kelalaian kami sendiri..."
"Tolong berikanlah kami hukuman yang setimpal... Melindungi satu orang saja kami gagal, bagaimana kalau ratusan orang..." Sanemi melanjutkan.
Kagaya terdiam dan tak membuka suaranya selama beberapa saat. Ia nampak sedang berpikir terlebih dahulu.
"Tidak ada gunanya aku memberikan hukuman kepada kalian... Sanemi... Gyomei, bisa kalian ceritakan bagaimana kronologinya?"
Gyomei dan Sanemi pun menceritakan semua kejadian hanya dari sudut pandang mereka, karena Muichiro sedang dirawat di kediaman kupu-kupu.
"Begitu ya... Ini memang gawat, kemungkinan besar Muzan akan memanfaatkan kekuatan [Name]."
"Apa yang harus kami lakukan, Oyakata-sama?" Tanya Sanemi.
"Satu-satunya cara menyelamatkan [Name] untuk saat ini adalah pergi ke tempat persembunyian Muzan. Tapi... Mustahil kalian bisa menemukan tempat itu dengan mudah, karena dimensinya pun sudah berada di luar jangkauan kita."
"Apakah tidak ada cara lain?" Tanya Gyomei.
"Tidak ada... Kecuali Muzan memberikan kesempatan kepada kita untuk masuk kesana, entah itu sengaja atau tidak sengaja."
Kedua pilar itu tak tahu lagi harus bertanya atau berkata apa. Jika pemimpin mereka saja sudah tidak punya ide, apalagi mereka sendiri.
"Atau..." Kagaya melanjutkan.
Sanemi menatap Kagaya lagi, masih mengharapkan titik terang dari permasalahan ini.
"...kita tinggal menunggu waktu, sampai [Name] datang kembali. Walaupun mungkin dia telah menjadi iblis sepenuhnya dan dikendalikan oleh Muzan."
Mereka berdua terbungkam mendengar perkiraan dari Kagaya, menambah rasa gelisah dalam diri mereka.
Entah mengapa hati Sanemi terasa sakit ketika membayangkan hal itu benar-benar terjadi.
"Baiklah... Kami mengerti, Oyakata-sama." Ucap Gyomei.
Mereka berdua pun pamit undur diri, kemudian pulang ke kediaman masing-masing memakai payung untuk melindungi diri mereka dari hujan.
Sanemi POV
Aku berjalan menyusuri jalanan tanah yang basah sebab terguyur air hujan. Baru saja tadi aku berpamitan dengan Himejima-san. Dan sekarang pikiranku benar-benar kacau, hanya karena memikirkan bocah itu.
Dadaku kini terasa sangat sesak, aku tidak bohong...
Padahal rasanya baru kemarin aku bisa bertemu dan mengobrol dengan bocah itu, tapi sekarang dia sudah pergi meninggalkanku secepat ini... Sialan...
Sanemi POV - End
Flashback On
Pada hari itu, ada sebuah festival yang digelar di suatu kawasan desa pada malam hari. Akan tetapi mereka juga menggelar festival tidak sembarangan, karena di sekeliling area festival tersebut, banyak bunga wisteria yang tersebar untuk menghalau para iblis datang. Terdapat banyak dagangan-dagangan yang dijajakkan disana seperti jajanan, topeng, baju, permainan berhadiah, dan masih banyak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴍʏ ɴᴇxᴛ ʟɪꜰᴇ [ᴋɪᴍᴇᴛꜱᴜ ɴᴏ ʏᴀɪʙᴀ x ʀᴇᴀᴅᴇʀꜱ]
Fanfic{Slow Update} Hayami (y/n), seorang siswi di sekolah menengah atas yang penyendiri dan selalu terkucilkan oleh teman-temannya. Ia sering sekali mendapatkan ejekan serta perundungan terhadap dirinya, yang bahkan para guru dan orang tuanya pun tidak t...