Ketiga

1.5K 149 0
                                    

안녕!!!

Happy Reading!

***

"Mau ikut ke dalem gak?" Tanya Jazeel ketika mereka sampai di tempat tujuan.

Haikal melihat sekeliling, "gue ke minimarket sana ajalah," jawabnya, diiyakan oleh Naka.

Keduanya berpisah setelah keluar dari mobil bersamaan dengan Jazeel menjinjing kandang kucing. Kini keduanya sedang di rumah sakit hewan yang disebelahnya ada toko pakan.

Haikal tak ikut masuk karena kakak kembarnya itu alergi bulu kucing. Dulu, waktu kecil, Haikal pernah sakit tiga hari karena main dengan kucing jalanan. Orang rumah tak pernah terpikirkan kalau anak tengah ini alergi bulu kucing, tapi ketika ada bulu kucing yang menempel di bajunya anak itu bersin tanpa henti. Bunda yang merasa anak tengahnya terlalu sering bersin di bawalah ke dokter, ternyata alergi.

Sangat disayangkan, sang adik kembar yang suka dengan kucing meminta pada bunda untuk memeliharanya. Bunda sudah melarang, takut nanti alergi Haikal kambuh, tapi karena mereka masih kecil, Naka kekeh ingin memelihara. Haikal sih gapapa, toh ia pun suka kucing, soal kambuh atau tidaknya urusan terakhir.

Dan untuk sekarang, Haikal tak ingin memaksakan dirinya masuk ke tempat yang bisa dipastikan bulu hewan berterbangan.

Kurang lebih setengah jam ia menunggu Jazeel di depan minimarket dengan sekaleng air lemon, anak itu sudah keluar, tak ada kandang kucing ditangannya. Bisa Haikal lihat Jazeel berjalan menghampiri, ia pun tak ada niatan untuk berdiri.

"Udah? Mana si Luna?" Luna adalah mana kucing Naka.

"Nginep disini, nanti besok gue bawa," jawabnya, tangannya terulur mengambil kaleng air lemon Haikal, lantas meneguknya kala masih berat.

"Lah?"

"Gue bawa lo," Haikal mendengus. "Lo dari tadi udah garuk-garuk tangan sama bersin-bersin."

Haikal berdecak. Lantas berdiri. Jazeel mengikutinya setelah melempar kaleng ke tempat sampah.

"Na, apel di rumah udah abis atau masih ada?" Tanya Haikal ketika mereka sudah masuk mobil.

Seraya menyalakan mesin, Jazeel mengingat-ingat, "kayaknya tinggal satu buah lagi deh, mau beli dulu?" Jazeel melirik Haikal sekilas, anak itu mengangguk.

"Napsu makan gue pas awal kaki cedera turun drastis banget ya, Na?" Tanya Haikal tiba-tiba.

"Iya," jawab Jazeel tanpa menambahkan apapun. Pikirannya membawa ke satu tahun yang lalu, dimana pola makan Haikal berantakan.

"Sekarang gimana? Masih kurus gak? Atau gue malah gendutan?" Tanyanya lagi. Dari nada suaranya ada sedikit cemas dan tuntutan.

Jazeel berdehem, memikirkan kata yang sekiranya tepat untuk Haikal. "Mas," Haikal melirik, jika Naka sudah memanggilnya dengan embel-embel itu berarti ia sedang serius. "Mau lo kurus atau gendutan, ya menurut gue gapapa, asal lo seneng sama sehat. Gue gak banyak berharap kok, gue cuma mau lo bahagia, lo sehat. Udah. Jangan mikirin apa-apa, wajar aja kalo lo banyak makan, berarti lo bahagia."

Menurutnya, lebih baik Haikal banyak makan daripada tidak sama sekali. Ketika SMA dulu, mereka pernah masuk ke club dance. Di club itu cewek atau cowok harus memiliki berat badan ideal, yang sudah ditetapkan. Haikal yang memang sedikit berisi dibanding anggota lain rela diet hingga turun drastis dari sebelumnya.

Cara diet yang berantakan membuatnya harus menanggung akibat. Haikal dehidrasi, demam dan kelelahan, karena makan satu kali sehari dan berlatih selama lima jam tanpa jeda. Setelah kejadian itu, untuk membujuk saudaranya agar tetap lanjut ikut club dance, Haikal berjanji akan diet sesuai aturan dokter, dengan terpaksa mereka mengiyakan, dengan syarat jika mendapati kesehatan Haikal drop, maka keluar dari club itu. Beberapa minggu setelahnya diet itu berhasil.

Haikal tersenyum, "ya udah, gue sekarang mau bahagia aja. Tapi nanti temenin gue olahraga atau ke gym, ya."

"Ngapain?"

"Katanya sehat, kan olahraga juga bikin sehat," jawabnya seraya menaikturunkan alis, lalu tersenyum lebar.

Naka terkekeh, "iya deh, boleh."

***

Tugas sang matahari sudah berganti dengan bulan. Jam menunjukkan pukul 11 kurang. Lampu-lampu utama sudah dipadamkan, menyisakan cahaya remang dari langit-langit setiap ruangan.

Hanya diruang tv yang terlihat begitu terang, karena cahaya dari tv yang sengaja menyala tanpa suara. Di sofa ada seseorang yang tertidur dengan posisi duduk dengan kepala bertumpu pada meja yang penuh buku serta kertas.

Pintu samping terbuka setelah sebelumnya terdengar suara mobil yang terparkir. Anak ketiga itu tertegun melihat ruang tv, tapi kemudian tersenyum tipis. Ia melangkah ke kamar guna berganti baju dan membersihkan diri.

Tak lama terdengar suara langkah dari tangga, Naka mengernyit melihat tv yang menyala. Lantas tersenyum tipis melihat Haikal yang terlelap. Ia berbelok ke kamar dekat tangga, kamar Haikal, lalu mengambil selimut dan bantal.

Dengan perlahan mengubah posisi Haikal menjadi terbaring lalu menyelimutinya. "Jangan biasain tidur disini, Sa," bisiknya.

"Eum," Jazeel mengelus dahi Haikal melihat anak itu menggeliat.

"Na?" Yang dipanggil berbalik, ada Jendral disana, terlihat rambutnya yang sedikit basah. Oww, sudah bersih-bersih.

"Bang," anak itu berpindah ke sisi sofa lain, masih dekat Haikal.

"Kok belum tidur?" Tanya yang lebih tua, memandang sekilas pada Haikal.

"Kebangun, mau ambil minum, tapi liat dia jadi ambilin dulu selimut sama bantal." Jawabnya.

"Tadinya mau gue pindahin ke kamar, tapi mandi dulu. Ini biarin disini aja? Atau pindahin?" Tanyanya lagi melihat anak itu yang sudah pulas membuatnya tak tega untuk membangunkan, tapi kasihan juga jika tidur di sofa seperti ini.

"Eum," belum sempat Jazeel membalas, yang dibicarakan membuka matanya. Mengernyit menatap tempat ia terbaring. Lalu menyandarkan punggungnya ke sofa menyadari bukan di kamarnya.

"Kenapa tidur disini?" Pertanyaan Jendral menarik perhatian Haikal yang malah termenung. Anak itu memandang Jazeel dan Jendral bergantian, lalu menjawab, "ngantuk, gak kuat jalannya, jadi gitu deh," seraya mengangkat kedua bahunya.

"Mau pindah atau disini?" tanya Jazeel, setelah sedikit paham maksud Haikal.

Anak itu menggeleng, "pengen apel." Lantas membuat dua saudaranya mendengus, detik kemudian mengacak rambut Haikal.

To be continued...

Haikala dan Saudaranya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang