Keduabelas

1.1K 161 8
                                    

안녕!

Happy reading!

****

Ketika bunda hamil anak kembar, yang diperkirakan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, Rendra tak dapat menutup kebahagiaannya. Semua persiapan sebagian laki-laki dan perempuan. Namun, semua itu lenyap karena ternyata anak kedua yang lahir adalah laki-laki, padahal Rendra sudah menyiapkan nama cantik untuk adiknya itu, Nadhir namanya. Karena tidak mau putra keduanya sedih yang berujung membenci sang adik, bunda dan ayah sepakat menggunakan nama itu. Rendra terima-terima saja, malah bersyukur sekali.

Orang rumah memanggilnya Nana, hingga sekarang, karena kala itu Haikal kesusahan memanggil kembarannya sendiri. Nadhir sendiri tak masalah, Nana tak secewek itu namanya, malah ada juga yang nama aslinya Nana, pikirnya. Hingga sekarang, panggilan Nana melekat apik di ruang lingkup keluarga, jika diluar, kebanyakan memanggilnya Jazeel. Dia sendiri yang meminta sebenarnya.

Seiring bertumbuhnya si kembar, orang-orang dapat mengetahui perbedaan keduanya, selain dari paras wajah, sifat dan karakter keduanya yang bertolak belakang membuat orang-orang tak percaya jika mereka kembar.

Haikal, anak itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, hal baru yang dilihatnya harus ia coba. Dia selalu berusaha sendiri selama ia bisa, tapi dia akan mencari bantuan jika membutuhkan. Sedikit keras kepala. Dia juga dapat berinteraksi baik dengan orang lain, lebih menonjol di lapangan dibanding ruang kelas. Kesehatannya lebih sering drop dalam waktu tertentu, tapi juga tak ingin membuat orang terlalu mencemaskannya berlebihan.

Sedangkan Nadhir, lebih menonjol diruang kelas, ada dibeberapa kesempatan ia akan melakukan hal gila dengan kembarannya, namun, jika suasana hatinya sedang tak baik, ia memilih diam. Nadhir juga memiliki tingkat kepercayaan diri yang baik, ia dapat berinteraksi dengan orang lain, walau tak se welcome Haikal. Dibeberapa kesempatan pula ia menjadi sosok adik atau kakak untuk Haikal jika sakit.

Perbedaan itu kadang membuat keduanya ribut tanpa alasan yang jelas. Seperti ketika Haikal yang dengan keras kepalanya meminta Nadhir menemaninya bermain di halaman belakang, jelas-jelas kala itu Haikal sedang demam. Kala itu keduanya baru kelas 8 SMP, di rumah tidak ada siapa-siapa, hanya ada mereka berdua, dan Nadhir ditugaskan menemani Haikal dirumah. Karena jengah dengan keras kepalanya Haikal, Nadhir mengiyakan, dengan syarat tidak lama.

Walau dengan wajah pucat dan sembab, Haikal dengan senang hati menghabiskan waktunya dihalaman belakang, karena menurutnya, orang rumah terlalu berlebihan setiap kali ia sakit. Malamnya ia diomeli oleh Rendra dan Nadhir habis-habisan karena demamnya tak juga turun.

Namun sekarang, keduanya sudah beranjak dewasa, mereka dapat lebih mengendalikan emosi, juga berpikir lebih logis. Kadang kala pun, keduanya meributkan hal sepele bahkan membuat Caden dan Ajie melongo. Seperti sekarang.

Dua kembar itu sedang merebutkan sepotong buah apel, ulangi ya, sepotong buah apel. Dua bungsu itu berpikir, "sebenarnya yang bungsu siapa?"

Sembari melahap semangka, Caden dan Ajie memperhatikan bagaimana Haikal menatap tajam Nadhir, begitu pun sebaliknya. Seolah mereka musuh bebuyutan.

"Kalian ngapain?" Suasana menegangkan -hanya untuk Haikal dan Jazeel sebenarnya- itu buyar karena pertanyaan Jendral.

"Tau tuh, mas kembar ribut mulu," celetuk Caden.

"Padahal kita yang bungsu, tapi mereka yang suka banget ribut depan kita," imbuh Ajie.

Jendral manggut-manggut, "ributin apa sih?"

"Apel." Jawab ketus Haikal.

Jendral melirik piring berisi sepotong apel, dengan tanpa dosanya, ia melahap apel itu. Membuat keempat adiknya melotot tak percaya, terutama si dua kembar.

Haikala dan Saudaranya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang