Ketigabelas

674 151 15
                                    


Di rumah, ternyata Rendra dan Marvin belum pulang juga. Sebelum kedua saudaranya pulang, Jendral memilih mendengarkan penjelasan Haikal lebih dulu.

"Duduk."

Haikal menunduk, menatap anak kecil yang namanya telah ia ketahui selama perjalanan pulang. Chandra, namanya. Sama seperti nama tengah Haikal.

"Bang? Lo percaya gue, kan? Gue gak kayak yang lo pikirin. Chandra, nama anak ini. Dia kabur dari rumah karena nyari ayahnya yang gak tau kemana, dia nyari ayahnya modal foto doang. Yang sialnya ternyata mirip gua." Lirihnya di akhir kalimat.

"Foto?" Nadhir mengangguk, lalu menyerahkan foto yang memang dia pegang terus.

Jendral terhenyak, begitupun Caden dan Ajie. Ketiganya menatap Haikal dan orang difoto itu bergantian, lalu menatap Nadhir.

"Nadhir kembarannya yang asli aja beda banget, ini gue aja gak tau siapa, mirip banget sama lo, Kal." Jendral menghembuskan napas, ia bingung.

"Terus gimana dong?" Tanya Haikal.

"Lo udah nanya dia?"

"Udah, rumahnya di blok kumpulan orang berduit. Dia dirumah tinggal sama bibi-bibi, mungkin orang-orang suruhan orang tuanya, mamanya kerja, jarang pulang juga. Terus... Akh! Gak tau deh pusing gue!" Haikal memijat pangkal hidungnya karena pusing.

"Oke, mas?" Tanya Caden.

"Oke okee. Gue ke kamar, ajak main tuh bocil."

Selepas kepergian Haikal empat bersaudara itu menatap Chandra yang anteng menonton tv. Seolah tak terganggu dengan keributan tadi.

"Chandra, mau makan gak?" Tanya Nadhir.

Chandra menatap Nadhir, "makan? Mau."

"Kamu suka apa?" Tanya Nadhir kembali.

"Apa aja Chandra suka. Kata Mama, Chandra gak boleh pilih-pilih makan, soalnya makan itu kebutuhan Chandra anugrah, kalo Chandra pilih-pilih nanti gak berkah, terus gak kenyang," celoteh anak itu.

Sedangkan empat bersaudara itu tertegun, merasa kagum sekaligus malu. Jendral dan Nadhir seolah melihat seseorang dalam diri anak itu. Seseorang itu, Haikal. Dulu, Haikal termasuk anak jenius diusianya yang dini. Teman-teman seusianya menganggapnya aneh karena selalu mengatakan sesuatu yang sulit dipahami, namun berbeda jika menurut pandangan orang dewasa.

"Eh, kita belum kenalan. Nama mas Nadhir Jazeel, kamu bisa panggil mas Nana. Yang badannya gede itu bang Jendral, kamu panggil bang Jen. Matanya sipit itu kak Caden. Dan yang tinggi ini kak Ajie. Nanti bakal ada dua Abang lagi."

"Woah! Berarti ayah punya -eum, 6? Saudara, ya?" Tanya anak itu.

Jendral tersenyum, "iya, pinter banget kamu."

"Chandra gitu loh!"

"Mas Nana bikinin nasi goreng aja, ya."

"Iya, mas!" Jawab anak itu dengan ekspresi menggemaskan.

Nadhir pergi ke dapur, Jendral memilih ke kamar Haikal, ia curiga dengan anak itu sedari di taman tadi, Ajie dan Caden mengajak Chandra bermain di halaman belakang.

"Kal?" Karena tak ada jawaban ia buka pintu itu.

Kamarnya kosong, namun ada suara gemericik air dari kamar mandi. Sembari menunggu ia memilih rebahan di kasur. Awalnya suara dari kamar mandi terdengar aman, namun lama kelamaan terdengar suara Haikal mual-mual. Jendral berusaha tenang, ia membiarkan adiknya itu mengeluarkan sesuatu yang mengganggunya.

Pintu kamar mandi terbuka, Haikal berdiam mengumpulkan tenaga untuk berjalan, mengeluarkan isi perut disaat kosong sungguh membuatnya lemas bukan main. Setelah dirasa kuat, ia berjalan, namun kembali terhenti kala melihat Jendral sedang rebahan di kasurnya.

"Ngapain?" Haikal duduk ditepi kasur.

"Numpang tidur."

'Kan punya kamar sendiri."

"Males naik tangga."

"Terserah."

Hening.

"Chandra di mana?"

"Halaman belakang, sama dua bungsu."

Haikal berdiri, karena merasa ada pergerakan Jendral membuka matanya. "Kemana?"

"Nyusulin ke halaman belakang."

Jendral menarik Haikal untuk kembali ke kasur, "istirahat, Chandra biar sama mereka."

"Bang, gue gak papa, kenapa harus istirahat?" Haikal menatap tajam Jendral dengan mata sayunya.

"Lo gak bisa bohong, Kal."

"Ck, bohong apaan lagi? Bang, gue oke, gak ada yang perlu dikhawatirin. Gue ke belakang."

Jendral menghela napas, Haikal itu keras kepala.

**

"Jadi, Chandra tuh ngiranya Haikal ayah dia? Gitu?" Tanya Marvin. Kelima adiknya mengangguk kompak.

"Anterin pulang aja gih, nanti dicariin sama orang rumahnya, mana dari perumahan orang kaya, bisa-bisa kita dituduh nyulik lagi." Usul Rendra.

"Kalo anaknya mau juga udah dari tadi kita anterin pulang, mas," selosor Caden. Seolah insting saudara mereka kompak menatap Haikal, sedangkan yang ditatap terbengong dengan kekompakan saudaranya. "Ya elah," keluhnya.

"Chandra," anak itu mendongak. "Mas anterin kamu pulang ke rumah, ya." Chandra mengerutkan keningnya tidak suka.

"Kan rumah Chandra di sini, emang ayah punya rumah lagi?" Tanya Chandra.

Haikal membasahi bibirnya, "Chandra, liat sini," kedua mata mereka bertemu, sesaat Haikal tertegun dengan tatapan polos anak itu. "Mas cuma orang yang mirip sama ayah kamu, mas orang asing yang kebetulan mirip, jadi Chandra pulang, ya. Kasian orang-orang di rumah kamu nyariin, nanti mama nangis waktu Chandra gak ada di rumah." Mata anak di depannya bergetar, entah paham atau tidak, tapi Haikal merasa sakit ketika mengatakan itu.

Chandra menunduk menatap jemari kakinya yang kecil. "Maafin Chandra, ya, mas," cicitnya.

"Gak perlu minta maaf, mas ngerti kok. Tapi jangan di ulangi lagi buat kabur-kaburan, kasian mama kamu nyariin." Haikal tersenyum, lalu menepuk ubun-ubun Chandra.

"Tapi Chandra nginep di sini gak papa, kan? Chandra takut om marahin," cicitnya di akhir kalimat.

"Iya gak papa, kamu pilih aja mau tidur sama siapa."

"Siapa aja, tapi gak mau sama Abang itu," jari telunjuk itu mengarah pada Jendral. Sang empunya mengerjap, ia merasa terharu dengan interaksi adiknya dengan anak kecil, namun tiba-tiba ia ditatap seolah penjahat.

"Lah ngapa?"

"Abang itu galak! Tadi juga marahin mas Haikal."

Mereka kompak menghela napas, sedangkan Jendral mengusap belakang lehernya, kikuk.

***

"KAK MARVIN!! KAK MARVIN!! BUKAA!!"

"MAS NANA!! MAS RENDRAA!!"

"Kenapa, Chan?" Tanya Marvin, Nadhir, dan Rendra berbarengan. Ketiganya terkejut melihat Chandra ribut-ribut sembari menangis.

"Ayo ke bawah!! Kasian mas Haikal!"

Melihat Chandra yang panik, Marvin memutuskan menggendongnya, sedikit was-was juga jika anak itu jatuh dari tangga karena panik.

"Udah, gak papa, mas Haikal ditemenin mas Nana sama mas Rendra kok." Walau Marvin tak tahu ada apa dengan Haikal tapi ia berusaha menenangkan Chandra.

To be continued...

xixiii, sengaja pagi, kalo siang nanti kelupaan.

terimakasih sudah berkunjung! 💚

Haikala dan Saudaranya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang