Ketujuh

1.5K 160 1
                                    

안녕!

Happy Reading!

***

Sebagai manusia yang memiliki hobi olahraga diantara saudara-saudaranya yang lain, Jendral selalu membiasakan dirinya olahraga sebelum beraktivitas. Setelah keliling komplek dan melakukan gerakan-gerakan kecil, kakinya ia bawa ke area dapur, tempat saudaranya berkumpul.

Pagi yang sejuk dan pagi yang ramai dirumah ini.

Suara minyak goreng yang bergeletuk disertai wangi masakan yang menguar, suara air yang mengalir di kamar mandi, dan suara orang-orang ribut. Ramai sekali bukan?

"Na, pengen kopi dong," terdengar suara rengekan yang khas.

"Heh! Nyari mati lo? Bulan kemarin aja tepar karena minum kopi," Rendra yang membalas rengekan Haikal. Sedangkan Jazeer dengan santai membalikan tempe, sudah ada Rendra, jadi ia tak perlu capek-capek mengomeli Haikal.

Anak itu duduk tepat di samping Jendral yang sedang minum, di sebrang ada Rendra dan Caden. Kemungkinan Marvin sedang siap-siap dan Ajie dikamar mandi.

"Lo tuh udah mau semester akhir tapi kelakuan kayak Ajie pas SD," gemas Jendral ketika melihat Haikal yang melas, tangannya meraup wajah sang adik.

"Ish, serah lah."

Drama merajuk itu membuat Cean tak bisa menahan untuk tidak berjulid. "Perasaan gue gak gitu banget deh mas," bisiknya pada Rendra. Mas nya itu hanya terkekeh.

Tak lama pintu kamar mandi terbuka keluarlah Ajie, bersamaan dengan Marvin yang ikut nimbrung, sedangkan si bungsu belok ke kamarnya dulu katanya mau ganti baju. Iya, dia keluar pake piyama, soalnya kalo pake seragam takut jatuh terus basah. Di kamar mandi juga gak ada ruang ganti.

"Haikal kenapa?" Pertanyaan dari si sulung membuat Haikal kembali melas. Ajie meliriknya sekilas, lalu menyimak dengan diam seraya menyuapkan makanan.

"Pengen kopi dia," Jendra yang menjawab.

Sontak Marvin menghela napas, "teh aja." Haikal mengangguk, lalu melanjutkan makannya. Sedangkan tiga tertua saling pandang, tak biasanya anak tengah ini begitu kalem. Biasanya ia akan protes atau mengoceh banyak hal. Jazeel yang menyadari memilih diam, ia tau alasannya.

"Ajie sama Caden di anter mas aja," dua bocah itu mengangguk membalas ucapan Rendra. Lantas ke kamar masing-masing membawa tas, menyisakan lima orang abangnya.

"Kenapa Kal?" Yang ditanya mengerjap bingung.

"Eum?"

"Nggak biasanya lo nurut." ujar Rendra.

"Lagi pengen aja."

"Temen sekelompok lu gak kerja, lagi?" Pertanyaa Naka membuat Haikal melirik sekilas lalu kembali sibuk dengan makanannya.

"Kerja?" Beo Jendral.

"Bantuin-bantuin." jelas Marvin. Jendral manggut-manggut.

"Udah sih, biarin aja." sahut Haikal santai.

Rendra mendengus, "biarin aja pala mu botak, lo mantengin laptop dari pagi sampe malem apa gak pegel? Belum lagi nulis dialog, alur, analisis dialek, harus diulang lagi ulang lagi, " gerutunya.

"Lo mas, udah tau nanya." decak Haikal.

"Saking seringnya liat tugas Haikal, Rendra sampe hapal, ck ck ck." takjub Marvin.

"Diluar kepala sih."

"Gue berangkat duluan," tutur Haikal lalu menyalimi tangan kakak-kakaknya, terakhir menepuk ubun-ubun Jazeer. "Assalamualaikum."

Haikala dan Saudaranya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang