Kesepuluh

1.2K 184 12
                                    

안녕!

Happy reading!

***

Setiap detik, menit, jam, Marvin selalu berdoa, meminta pada Allah untuk melindungi saudara-saudaranya. Marvin selalu suka ketika saudaranya tertawa, dan Marvin tak suka ketika melihat saudaranya menutup kesedihan mereka darinya. Entahlah, terkadang ia merasa tak dianggap.

Seperti, Rendra yang berkali-kali gagal ketika membuka usahanya, Jendral yang merugi karena beberapa alat gym-nya dicuri, Haikal dan Jazeel yang selalu menutup diri, Caden yang selalu berusaha melakukan sesuatu dengan sendiri, terakhir, Ajie yang terus mencari pegangan hidupnya.

Marvin selalu berusaha untuk menjadi orang tua, kakak yang baik untuk adik-adiknya. Tapi, ketika mereka memiliki masalah tanpa sepengetahuannya ia berpikir bahwa ia belum sepenuhnya mengetahui apa yang adik-adiknya rasakan, ia belum cukup peka dengan keadaan dan kondisi mereka.

"Kal, mau ngapain?" tanyanya, adik kembar pertamanya itu rusuh membawa tripod, kabel data, sound kecil dan kamera.

"Mau ngonten, udah lama banget ini. Fans gue pasti kangen berat." jawabnya, anak itu masuk ke ruangan khusus syuting tanpa memedulikan Marvin yang mendengus malas.

Tak urung ia mengikuti adiknya ke dalam, dengan menyender pada pintu, Marvin menatap gerak-gerik Haikal, "mau dibantuin gak?" tawarnya. Haikal menatap kakak sulungnya sebentar, lalu menggeleng, "nggak perlu, makasih."

"Yakin?" Tangannya dengan sigap menyalakan lampu ruangan, lampu khusus Haikal ketika syuting, tak terlalu terang juga tak terlalu gelap.

"Iya, kak Marvin balik nonton lagi aja," balasnya. Dengan berat hati Malvin mengiyakan, "nanti kalo butuh apa-apa panggil aja, ya." Anak itu bergumam, masih sibuk dengan perlengkapan syutingnya.

Dua jam Haikal gunakan waktu untuk cover dua lagu. Selama itu pula ia berganti pakaian empat kali. Meskipun berkali-kali harus ulang dari awal -karena konsepnya one take- Haikal melakukannya sendiri.

Setelah membereskan peralatan syutingnya, Haikal membawa kakinya menuju dapur, haus broo. Di dapur ia melihat ada Caden yang ternyata sudah pulang dari luar, entah habis dari mana anak itu.

"Dari mana?" tanyanya. Tangannya menuangkan air ke dalam gelas.

"Ikut bang Jen ke tempat gym," jawab Caden. Anak itu sibuk memotong apel.

"Sekarang di mana?"

"Di kamar, mau tidur katanya." Haikal mengangguk. "Lo sendiri dari mana, mas? Gue pulang sepi banget."

"Abis ngonten, kak Marvin kemana emang?"

"Keluar, di belakang rumah kali. Lo pake makeup belum di hapus, ya?" Iya, mereka selalu pakai makeup jika mau buat konten, sehari-hari juga pakai, tapi tipis-tipis, minimal lip balm.

"Hapusin dong, gue mau tidur bentar." Haikal beralih membuka laci dekat kulkas, tempat berkumpulnya skincare para bujang.

"Emang mau ke mana?" Caden mengikuti mas-nya yang berjalan menuju ruang tv.

Pertanyaan itu menggantung selama Caden menuangkan beberapa tetes micellar water pada kapas. Haikal sendiri dengan tenang menikmati sentuhan lembut dari kapas basah itu.

"Main ke kosan Joni. Dah lama gue gak ke sana." jawabnya kemudian. Caden hanya mengangguk mengerti.

"Pulang jam berapa?"

"Gak tau juga. Kenapa? Mau jajan?" Haikal membuka matanya hanya segaris, dapat ia lihat wajah adiknya yang kebingungan.

Anak itu mengangguk, tapi menggeleng, mengangguk lagi, menggeleng lagi. "Gatau, bingung."

Haikala dan Saudaranya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang