Happy Reading!
***
"Mas Ikal, mau bikin apa?" Tanya si bungsu ketika melihat mas keempatnya sedang di dapur.
"Gue mau bikin air jahe, mau gak?" Tawar Haikal, tangannya sibuk mengaduk gula merah yang sedang dilarutkan dalam air yang mendidih.
"Kalo enak mau," jawabnya, lantas duduk di meja makan, memandang mas nya yang memasukan potongan jahe kedalam panci, disusul daun pandan yang sudah diikat.
Setelah menyaring air jahenya, ia tuangkan ke cangkir kecil, lalu menyimpannya didepan Ajie. "Cobain," yang dituruti anak itu.
Aroma pandan dan jahe masuk ke indra penciumannya, ketika dicoba, rasa hangat dan manis yang berkolaborasi, cukup membuatnya relaks. "Enak mas, kenapa bikin ini?" Tanyanya, memandang Haikal yang berjalan tertatih menyimpan panci ke tempat cuci piring, lalu berjalan kembali ke meja makan.
"Gue suka bikin itu kalo musim hujan," lalu ikut menuangkannya ke cangkir kecil.
"Kok gak pernah liat sih?"
"Gue bikin buat gue sendiri. Lagian orang rumah biasanya minum susu jahe, gue gak terlalu suka kalo itu." Ajie mengangguk, kembali meminum.
"Caden kemana?"
Malam itu Haikal kira lima saudaranya sedang dirumah, karena Marvin dan Rendra belum pulang, katanya sedang ada urusan, Jazeel sendiri keluar entah kemana, anak itu tidak bilang apa-apa pada Haikal. Tapi, ketika keluar kamar rumah sepi, Haikal berspekulasi mungkin mereka ikut keluar karena kebetulan ia sedang tidur. Spekulasi itu terpatahkan ketika melihat Ajie.
"Main basket sama bang Jendral."
Haikal mengernyit, "aneh, orang rumah kalo pada keluar gue kok gak tau, ya?"
Ajie memandangnya malas, "di kamar mulu sih. Tapi, nyusul aja, yuk. Gue bosen, mass." Haikal menimbang, lapang yang biasa dipakai main basket tak terlalu jauh, tapi dulu ia pernah sudah merasa lelah duluan sebelum main di lapangan, namun detik berikutnya mengiyakan. Toh, itu ketika awal-awal sudah bisa berjalan lagi, mungkin saja sekarang tidak.
Setelah mengunci pintu rumah, dua saudara itu berjalan santai. Haikal hanya memakai hoodie yang di desain oleh Rendra dengan kolor dibawah lutut. Sedangkan Ajie, jaket hitam andalannya dan celana training.
"Kok gak ikut keluar aja tadi?" Tanya Haikal setelah menyadari sesuatu. Bisa saja kan anak itu ikut? Dan membiarkan Haikal di rumah sendiri.
"Tadinya, tapi tau mas Haikal gak ikut, terus lagi tidur gak jadi," jawabnya.
Haikal menoleh, "kenapa?"
"Serius lo nanya mas?" Haikal mengangguk, "gila aja gue ninggalin mas Haikal sendirian." Haikal tersenyum tipis, lalu menepuk pungguk Ajie. Ia bangga pada adiknya itu.
"Mas, gak dingin?" Haikal menoleh, lalu menggeleng. "Padahal ganti pake training aja, mas." Haikal tak menanggapi, menurutnya tak masalah jika ia pakai kolor malam-malam, asal tubuh bagian atasnya tertutup kain yang hangat. Lebih repot jika bagian itu kedinginan.
Berjalan diisi dengan obrolan ringan hingga tak terasa sampai dilapang yang dituju. Diluar lapangan ada mobil tak asing di mata mereka. Mobil Jazeel.
"Nadhir mau kesini napa gak bilang sih," gerutunya, lalu berjalan meninggalkan Ajie.
Ajie terkekeh, "udah gede pun kalo emang kembar gak bisa ke pisah ya."
"Nadhir!" Pekikan Haikal mengalihkan tiga orang di lapangan.
"Kalian ngapain ke sini?" Tanya Jendral ketika melihat ada Ajie juga dibelakang Haikal.
"Kalian kesini kok gak ngajak gue sih." Kini kelimanya duduk dipinggir lapangan. Dengan Haikal menyandar pada Jazeel, seolah adik kembarnya itu tau jika ia akan marah.
"Tadi lo tidur mas, mau gue bangunin, tapi sama bang Jen jangan katanya," bela Caden.
"Lo juga, keluar kagak bilang mau kemana, tiba-tiba disini aja," ucapnya yang ditunjukan pada Jazeel. Ajie diam-diam berbisik pada Caden, entah apa yang dibicarakan.
"Maaf, gue tadinya mau langsung pulang, tapi liat mereka disini gak bawa mobil jadi nanti aja sekalian," ujarnya lalu menepuk pelan pipi Haikal.
"Kak Marvin sama mas Rendra kapan pulang?" Tanya Naka.
Jendral menatap ponselnya, pukul sepuluh, "bentar lagi mungkin, bilangnya sih sebelum jam sebelas."
"Pulang, yuk. Dah malem banget, harusnya kalian juga gak usah ke sini." Imbuhnya.
"Gendong," dengan sigap Jendral berjongkok sebelum Jazeel. Yang langsung disambut oleh Haikal.
Membiarkan Jendra dan Haikal masuk ke mobil duluan, dua orang dibelakang berbisik pada Jazeel, "mas sebenernya yang bungsu tuh siapa sih?" Caden mengangguk, menyetujui pertanyaan Ajie.
Naka terkekeh setelah menyadari sesuatu, "udah biarin aja, kalian tetep bocah kita kok." Praktis membuat dua bocah itu mendengus. Jazeel terbahak seraya berjalan menuju mobil.
**
"Kalo malem emang suka keringetan gini, Kal?" Tanya Jendral yang mengantar anak itu ke kamarnya. Diperjalanan pulang tadi Haikal dan dua bungsu tertidur. Ketika dibangunkan hanya dua bungsu yang terbangun sedangkan Haikal setengah sadar. Karena takut jatuh, jadilah Jendral menggendongnya.
"Nggak kok," jawabnya, entah sadar atau tidak.
"Tapi ini kenapa keringetan? Kaki sama tangan juga dingin loh. Harusnya tadi pake celana panjang, Kal," omelnya ketika menyadari Haikal memakai kolor pendek. Tangannya mengusap dahi Haikal takut suhu tubuhnya panas, tapi ternyata aman.
"Gapapa, udah sana ke kamar, gue mau tidur." Lalu menutup tubuhnya dengan selimut. Jendral memandangnya sebentar lalu keluar.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Haikala dan Saudaranya
Teen FictionIni cerita Haikal dan saudaranya Draft: 12 Juli 2024 Published: 25 Agustus 2024 Warning ⚠️ Not BXB ⚠️ #🥇-nct dream august 27, 2024 #🥇-brothership august 27, 2024 #🥈-haikal august 27, 2024 #🥉-00l august 27, 2024 #🥉-leedonghyuck august 31, 2024