8

1 0 0
                                    

08976*****
|Cari apa sayang?
|Tinggal tanya kesini kalau kamu mau tau.
| Nanti sakit itu matanya mantau layar terus.

Zella
| lo siapa?

08976*****
| Reza

Zella
| Bukan nama lo anjir.

08976*****
| Bisa jangan kasar?
| Sama cowo sendiri masa gitu:(

Zella
| Mimpi!

Zella geli sendiri. Sejak kapan seorang Reza itu cowonya? Ia saja tak kenal. Wajahnya saja Zella tak tau.

Ia tak mau coba-coba mencari biodata Reza lagi mulai sekarang. Kini Zella langsung bergegas turun kelantai 1. Ia akan kerumah Vanya yang jaraknya hanya 8 langkah dari rumahnya itu.

"VANYA.. LO DIMANA?" Zella langsung menuju kamar Vanya. Ia berani berteriak karena di rumah Vanya tak ada orang lain.

"Katanya nggak jadi?" tanya Vanya dengan posisi terlentang dan laptop diatas tubuhnya.

"Ya emang gajadi. Gw mau cerita nih, penting"

"Paan?"

"Tadi gw nyari tau biodata si Reza sekolah seb-"

"APA? Lo suka sama Reza?" kaget Vanya.

"Nggak lah anjir! Mukanya aja gatau gw"

"Sama dong. Gw juga gatau." Ia hanya memutar bola mata malasnya.

"Eh Zell, tapi Zergen juga sekolah disana kan?" ia mengangguk. Memang benar Zergen sekolah disana.

"Terus?"

"Kenapa lo nggak tanya Zergen aja." Ia membulatkan matanya. Bisa- bisanya Vanya ini kepikiran sampai situ.

"Gw nggak punya nomornya"

"Kok bisa?"

"Bisalah. Orangnya aja udah ganti nomor." Vanya mangut-mangut saja. Ia lupa jika mereka hanya sebatas mantan tak lebih.

"Yaudah lanjut ceritanya."

"Jadi kan gw cari nama panjang tuh, nggak ketemu. Cuma Reza doang, belakangnya gada namanya lagi. Terus biasanya kalau kita nyari ada fotonya kan? Tapi si Reza gaada." Vanya berfikir sebentar. Yang dikatakan Zella memang benar biasanya ada fotonya. Tapi yang ini kok beda dari yang lain ya.

"Bisa gitu ya? Terus lanjutannya?"

"Gw carilah bionya. Tapi kekunci, ada gemboknya dibagian tengah. Gw pencet lah, disuruh ngisi pin. Gw gatau dong, kalau nggak pin disuruh akses muka itu."

"Menurut gw ya Zell, si Reza ini punya bakat sama kek lo deh. Tapi dia lebih unggul."

"Hah? Maksudnya bakat ini?"

"Iya. Buktinya dia bisa masang gembok pin itu. Padahal nggak sembarang orang bisa buat gembok itu loh. Kita juga udah biasa nyari punya orang lain tapi gaada gituan kan?"

"Iya ya. Tapi dia keknya tau gw nyari bionya deh, Nya."

"Kok bisa?"

"Orangnya chat gw. Dia bilang gini , 'cari apa sayang? Tinggal tanya kesini kalau kamu mau tau.' Gitu anjir. Gw takut lah, makannya kesini."

"Ohh anjir lo. Keknya lo salah orang deh Zell. Kalau Reza sekolah sebelah orangnya bukan buaya gitu." Apa? Jadi ia salah orang?

"Maksud lo?"

"Maksud gw cuek. Kata siswi dis sekolah kita itu, biasanya juga pada ngomongin dia kan?"

"Hm, terus gimana nih Nya?"

"Jangan tanya gw. Pusing nih." Zella tertawa renyah menatap Vanya yang ikutan pusing.

°°°°°

"Jangan gitu,Za. Nanti takut noh cewe lo." Reza hanya menanggapi dengan deheman saja. Ucapan Jarex ada benarnya.

Ia tahu kebiasaan gadisnya, salah satunya sering mencari informasi orang lain. Jika ketahuan ia akan ketakutan lalu pergi keluar rumah untuk menghilangkan ketakutan itu.

Dulu juga saat gadisnya kena prank oleh dirinya sempat marah 1 minggu. Siapa yang tak panik ketahuan orang lain? Apalagi diprank, padahal sudah jelas jika ia penakut.

"Lan, gimana sekolah dia?"

"Aman Za. Dia udah nggak galau lagi kek biasanya,"

"Emang biasanya gimana?"

"Tiap hari pakai earphone, terus judul musiknya nih, dejavu, Talking to the Moon, terus apasi yang satunya lagi lupa gw." Reza tertawa kecil. Gadisnya sampai sekarang masih menyukai lagu yang sama.

"Itu mah emang kesukaan dia, bukan galau. Kalau galau palah mutar musik dj." Dilan tertawa renyah dengan Jarex. Ada ya cewe galau yang diputar musik dj? Kalau ada angkat tangan.

"Njir lah! Ini nih beda,"

"Temannya juga sama nggak sih Dil?"

"Sama gimana?"

"Kemarin gw ke tokonya kan, terus lagu yang diputar azab, anjir. Gw nahan tawa." Ketiga orang itu tertawa. Teman pacar dari Reza memang aneh semua.

"Katanya ada tanding basket di sekolah lo ya, Lan?" Dilan mengangguk.

"Iya, lawan sekolah sebelah. Lo mau ke sekolah gw Rex?"

"Ogah,mau ngapain coba?"

"Ya nonton lah,"

"Mending nongkrong, ya nggak Za?" Reza mengangguk setuju.

"Assalamuallaikum, para kawan-kawan ku." Abim datang ke rumah Reza bersama Ardha.

"Baru datang lo,"

"Tuh baju kenapa lo pada?" mereka memperhatikan Abim dan Ardha bergantian. Banyak bercak tanah kecoklatan di celana dan jaket yang mereka gunakan.

"Tau tuh si, Abim." Ardha berjalan ke kamar Reza untuk ganti baju.

"Kok gw sih. Orang ini gara-gara Zella sekolah sebelah itu,"

"Kenapa emang?" tanya Jarex penasaran.

"Gw bawa motor udah lambat nih. Terus si Zella sama temennya buru-buru, dari belakang tiba-tiba nabrak motor gw anjir. Gw  sama Ardha jadi nyusruk ke tanah dong."

"Bukannya nolongin malah pada ketawa tuh cewe. Orangnya minta maaf doang terus pergi. Dia bilang gini 'sorry ya, temen gw nggak sengaja. Lagian lo sih, ngapain coba disitu, gw jadi rem mendadak kan' disitu ceritanya jadi gw yang salah. Emang cewe selalu benar." Mereka menertawakan Abim yang bercerita menggebu-gebu.

"Kalau gw jadi si Zella sama temennya juga bakal gw ketawain." Ucap Jarex masih dengan tawanya.

"Tapi kok lo bisa kenal namanya?"

"Tadi gw tanya." Mereka hanya ber ohh ria. Tak tau harus membalas apa.

𓇢𓆸

Kalau ada pertanyaan bisa komen,dan janlup kasih bintangnya.

Terima kasih

THIS IS MY STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang