5. Kelas Sebelas SMA

32 10 4
                                    

Halo...
Nemenin malam kamis kalian!






Tidak suka bayar pembantu, lebih nyaman merepotkan kawan.

-kaum introvert




Masa SMA

Fahmi menyeruput es tehnya di sebelahku, sementara Selly baru duduk setelah mendapatkan seporsi siomay ikan berkualitas bagus dengan sambal kacang yang menggoda selera.

"Ada yang mau?" tawar Selly baik hati.

"Makasih," sahutku.

"Nggak," tolak Fahmi, matanya sibuk mengawasi bangku kosong di belakang Selly. Benar, ada seseorang yang sedang dia tunggu kedatangannya.

"Lo sudah ngerjain tugas?" tanya Selly padaku. Di kelas sebelas, kami di tempatkan di kelas yang sama, juga duduk satu meja lagi. Ah, semoga saja dia tidak bosan mendapat teman sebangku sepertiku.

"Nanti, gue mau nongkrong dulu sama kalian. Lagian dikumpulin jam terakhir, Sel," sahutku seadanya. Aku lagi malas mengerjakan tugas dari Bu Ratih, guru Sejarah yang baik hati, tetapi kurasa tak cocok dengan mata pelajaran yang dibawakannya karena aku sering ngantuk saat kelasnya dimulai. Bu Ratih itu cocoknya guru seni, terus ngajarin kami nari saja.

"Nata kemana? Tumben nggak nongol?" Selly melirik kanan-kiri.

Mendengar itu, Fahmi menolehkan wajah pada Selly. "Lagi nyoba ngegebet cewek kelas sepuluh, anak OSIS. Sudah dia incar sejak masa orientasi kemarin."

Selly mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Udah putus sama si Dina?"

"Kata dia hubungannya ngambang, nggak ada kepastian," balas Fahmi dengan cengiran penuh maksud.

"Owalah, alasan dia aja biar bisa deket sama cewek baru. Dasar buaya buntung!" ejek Selly sebelum menyuap tahunya ke mulut.

Aku teringat Dina, gadis cantik dengan rambut lurus sebahu, kulitnya putih pucat, matanya bulat, pipinya sedikit cubby. Secantik itu cuma buat mainan Nata, nasib. "Bagus deh bubar sama Dina, lagian gue kasihan sama cewek itu, terlalu baik buat Nata."

"Setuju!" Selly mengangkat jempolnya. "Eh, tuh orangnya datang, panjang umur dia!"

Aku dan Fahmi memutar kepala, Nata benar-benar datang, cowok itu masih mengenakan kostum basketnya yang sedikit basah karena keringat.

"Berhasil?" cecar Fahmi yang penasaran akan aksi Nata.

Nata tersenyum centil. "Yo i. Balik sekolah gue jalan sama dia ke mal," pamernya.

"Ngapain?"

"Nonton mungkin."

Aku melirik sinis ke arah Nata yang berdiri di dekat Selly, berniat mengambil duduk di seberangku. "Anak SMA bukannya langsung balik ke rumah, malah nge-mal dulu. Memang cewek baru lo nggak dicariin sama bokap-nyokapnya ya?"

"Nanti gue antar dia balik kok. Santai," balas Nata lugas, seolah tak mau repot-repot memikirkan hal tidak penting. "Sel, enak tuh. Mau dong!" dia melirik siomay Selly yang tersisa sedikit.

Selly menyurungkan piring kecil miliknya pada Nata. "Habisin aja, gue kenyang."

"Namanya Tasya, kan? Gimana anaknya?" sepertinya Fahmi masih penasaran sekali dengan pacar baru Nata. Entah pacar yang keberapa, sejak kami sekolah di sini, seingatku Nata sudah lebih dari tiga kali ganti cewek. Buaya banget kan dia?

Nata menarik gelas Fahmi, menghabiskan es teh yang tersisa sedikit. "Sama kayak cewek lain, gampang luluh," katanya setelah selesai meneguk minum.

"Ngebosenin cewek kayak gitu, masih aja sih main-main," ujar Fahmi kalem, pasalnya dia adalah tipe setia. Dia cukup dengan satu cewek yang sampai saat ini belum mau dipacarinya, statusnya cuma teman, atau kakak-adik doang? Nggak jelas pokoknya.

Untungnya, Aku BertahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang