15. Mendadak Gila

41 9 0
                                    


Mencari jodoh sampai tahap stres.

-Anak introvert berdarah biru




"Mar, lo nikah sama gue ya?" itulah kalimat pertama yang meluncur dari bibir Fahmi. Membuat aku syok, bagai tersambar petir di tengah hari.

"Edan!" komentar Selly, kaget dan untungnya dia tidak tersedak minumannya.

"Sinting," ucapku tanpa suara.

"Gila. Kenapa tiba-tiba jadi Mara? Lo salah minum obat ya, Fah?" amuk Nata. "Gue sudah tahu lo bakal gini. Tapi, kenapa Mara? Sialan."

"Lo kesambet apaan. Ha?" Selly masih memelototi orang di sampingnya.

"Kesurupan itu mah!" kataku ketus, lalu melipat tangan di dada setelah menyingkirkan tangan Nata dari lenganku.

"Gue serius," ucap Fahmi, masih tetap mengawasiku.

Selly tampak membuka mulutnya lebar-lebar, tak tahu harus ngomong apa.

Aku mengusap kening dengan gelisah. "Ada yang lebih gila dari ini nggak, Mi?"

"Ada," jawab Fahmi mantap. "Habis akad nikah dan kita sah jadi pasangan, kita pisah ranjang," balasnya lancar, seolah sejak tadi ide itu sudah ia pikirkan dan ia susun secara matang. Pantas saja dia sibuk menenggak wine dan tidak terusik, ternyata ini ide gila yang ada dalam kepalanya.

"Mi!" sentakku tak terima.

"Lo mau mainin pernikahan? Itu kan dosa, Fahmi...." Selly menahan jeritannya.

Aku juga syok mendengarnya, terlebih Nata. Nata hampir memukul kepala sahabat kita dengan kursi, dia sudah berdiri dan mengangkat kursi.

"Lo main-main sama Mara atau Selly, persahabatan kita taruhannya." Nata yang mudah emosi, sudah terlihat seperti mau adu pukul beneran.

"Nat, jangan pakai kekerasan. Turunin, lo bisa masuk penjara nanti!" Selly mengomel sambil memelotot tajam.

Nata pun kembali meletakkan kursi di lantai dan duduk di atasnya. Mendesah keras.

"Dengerin penjelasan gue dulu," kata Fahmi sambil menatap wajah kesal kami satu persatu. Tidak ada yang mau ketawa dalam situasi aneh kali ini. Kupikir Fahmi orang paling waras di antara kami, ternyata salah. Fahmi juga manusia biasa meski berdarah bangsawan, dia bisa mendadak jadi gila saat tertekan dan banyak pikiran.

Saat kami semua terdiam, Fahmi mulai melancarkan penjelasannya. "Gue sudah kenal Mara lama, sejak masuk SMA sudah dekat dan masih akur sampai detik ini. Gue yakin kita nggak akan banyak ribut pas nikah nanti. Sudah tahu masalah masing-masing, tujuan hidup juga sudah jelas, kan?"

"Gila." Aku menggeleng-geleng tak setuju.

"Lo kentut aja gue tahu, Mar. Apa lagi yang perlu kita cari tahu? Hutang lo? Gue bayar." Fahmi tidak menyerah.

Aku menggebrak meja dengan kasar, Nata duduk tegap di sampingku dan terlihat menahan diri untuk tak mengatakan apa-apa dulu. "Ini bukan soal uang, Mi. Lagian gue cuma hutang ke Mel, nggak seberapa. Gue tetap nggak bisa. Memang lo pikir orangtua lo bakal percaya sama rencana pernikahan lo sama gue? Konyol!"

Terdengar desahan napas panjang lagi dari sisi sebelah, Nata.

Selly menatap Fahmi lamat-lamat. "Kenapa bukan gue?" desisnya.

"Benar. Kenapa bukan Selly? Semua orang kenal dia dan lebih masuk akal kalau bos properti yang keturunan bangsawan ini akan nikah sama penyanyi setenar Selly," paparku menggebu-gebu. "Orangtua lo juga bakal percaya, karena kalian lebih lama kenal dan setara."

Untungnya, Aku BertahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang