8. Aku, Ibu dan Salma

36 11 0
                                    

KITA BAHAS MASALAH KELUARGA DULU YA ... SABAR





Orang jatuh cinta, susah dinasihati.

-Jomlo ngenes






Aku memarkir matic-ku di halaman rumah yang sempit setelah sebagian lahannya dibuat warung sembako yang lumayan lengkap. Sudah lengkap tetapi orang-orang masih suka belanja ke minimart di gang depan, katanya sih banyak promo dan banyak pilihan barangnya. Terserah deh, kalau rezeki nggak akan kemana, lagipula kami juga sudah ikhtiar.

"Assalamualaikum! Ibu... Bapak...." Kumasuki rumah petak yang lebih kecil dari rumah kami di Jakarta—dulu. Hanya ada dua kamar di rumah ini, Salma menempati kamar depan, kamar belakang dipakai ibu dan bapak, sementara Dito tidur di ruang tengah yang terdapat televisi mungil dan juga beberapa barang dagangan.

Sepi banget rumah ini, padahal pintu rumah terbuka lebar dan warungnya nggak ada yang jaga. Aku menuju ke belakang, arah dapur, ternyata Ibu ada di sana. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab Ibu dengan senyuman lebar dan wajah meneduhkan.

Aku langsung mencium tangan ibu yang basah, "habis ngapain?"

"Wudhu, mau dhuha dulu, Mar."

"Bapak mana? Warungnya nggak ada yang jaga ya?"

"Bapakmu barusan dipanggil sama Pak RT, suruh bantu ngurus apa gitu, nggak tahu ibu," jelas Ibu sambil mengambil mukena yang tersampir di kursi kayu. "Tolong jagain warung dulu sebentar, kalau nggak tahu harganya lihat catatan di buku, semua ibu tulis di sana."

Aku mengangguk pada Ibu, lalu kuletakkan tas kecilku beserta kunci motor di atas meja makan. Ibu menggelar sajadah, menghadap kiblat, bersiap untuk shalat dengan khusyuk. Sebenarnya aku dan adik-adikku dididik dalam keluarga yang taat pada agama, tetapi kemudian kami menjadi manusia dewasa yang tak lagi menggubris perintah Tuhan. Maksudku, aku shalat lima waktu, tetapi tidak menutup aurat.

Semenjak menjaga toko, aku sudah melayani tiga pembeli, menghitung harga dengan benar karena buku catatan ibu sangat lengkap! Pasti sengaja deh, biar anak-anak Ibu bisa gantiin jaga pas Ibu lagi sibuk masak di belakang atau shalat seperti barusan.

Aku membuka pintu lemari es setelah melayani pembeli terakhir, mengambil minuman dingin dan membayarnya dengan uang dari kantong jinsku. Ibu kan jualan, aku nggak mau mengambil barang tanpa membayar.

Deru mesin Kawasaki terdengar semakin kencang, bunyinya di sekitar sini, aku melonggok dari jendela toko dan melihat Salma berboncengan dengan pacarnya, Andra. Salma menuruni motor besar itu, membuka helm putihnya dan tersenyum ketika melihat wajah Andra. "Makasih ya, besok jemput lagi, kan?"

"Besok aku kelas siang sih, kamu berangkat duluan aja ya, baliknya baru aku antar."

"Hem!" Aku berdeham, sengaja mengganggu pasangan muda itu. Mereka berdua langsung menoleh ke arahku, menatap salah tingkah.

Andra mencoba beramah tamah dengan menyapaku, tersenyum kecil. "Hai, Kak...."

"Hem," gumamku seadanya.

"Gue balik dulu, Kak," katanya lagi, seperti buru-buru banget mau pergi. Tahu kali ya kalau aku nggak suka sama dia? Ada alasan kenapa aku nggak sreg melihat Salma jalan dengan Andra yang penampilannya cukup wow di mata gadis seusia Salma.

Salma berjalan menghampiriku setelah pacarnya pergi. "Kapan datang?"

"Baru, lima belas menit lalu kayaknya. Lo kuliah beneran apa nongkrong, Sal?" tanyaku mendadak sarkas. Pasalnya celana Salma itu tak benar, masa anak kuliahan celananya robek-robek. "Memang boleh ya sama dosennya pakai celana panjang tapi lututnya kebuka gitu?"

Untungnya, Aku BertahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang