"Di mana ini? Apakah aku berada di zaman dulu? Tempat ini bukan seperti aku berada di zamanku. Tempat ini adalah kerajaan. Di tahunku itu sudah tidak ada kerajaan yang utuh seperti ini, bahkan benar-benar terlihat masih digunakan."
"Apa yang terjadi padamu, Drupadi?" tanya seorang gadis yang terlihat mengenalku, tetapi namaku bukan— oh tunggu, tadi dia memanggilku Drupadi? Siapa yang dia maksud Drupadi? Bukan sosok seorang putri kerajaan yang aku ketahui, kan?
"Maaf, namaku siapa?" tanyaku kepadanya yang kini mulai mendekat ke kasurku, dan dia mulai memeriksa dahiku. Sepertinya dia menganggap aku ini sedang sakit.
"Jika tidak salah dengar, dia memanggilku Drupadi. Memanggilku dengan nama dari putri kerajaan Panchala, yaitu putri Drupadi."
"Kamu tidak sakit, apakah kamu menjadi hilang ingatan karena waktu itu?" tanya gadis itu padaku, dan dia menuntut jawaban dariku.
"Ah, aku tidak tahu." ucapku jujur, bahkan aku tidak tahu alasan keberadaan di sini.
"Aku akan memanggil tabib, tunggu.." ucapnya terputus karena aku memanggilnya ketika dia hendak pergi.
"Permisi, aku tidak apa-apa, sungguh. Hanya perlu beritahu hal yang seharusnya aku ketahui?" tanyaku padanya, dan dia mendekat kepadaku lagi.
"Kamu sudah tahu tidak bisa berenang, tetapi masih saja mencoba. Lihat, kamu tenggelam, dan kini hilang ingatan. Kamu itu keras kepala. Untungnya Destradyumna mampu menyelamatkanmu." ucap gadis itu panjang kepadaku, dia memarahiku, oh maksudku memarahi pemilik asli tubuh ini.
"Namun, aku memang bisa berenang." ucapku jujur lagi karena memang aku bisa berenang, aku menjawab ucapannya sebagai Hannie, bukan Drupadi.
"Kalau memang benar begitu, mengapa kamu bisa tenggelam?" tanya gadis itu jengkel karena aku bersikeras membela diri bahwa aku bisa berenang.
"Karena itu bukan aku." ucapku dalam hati.
"Jangan coba berenang lagi, atau kamu akan tenggelam. Ingatlah ucapanku." tegas gadis itu kepadaku sambil mencubit pipiku, ah itu sakit. Hentikanlah.
"Tolong lepaskan, ini sakit tahu." ucapku memegang jarinya yang berada tepat di pipiku. Namun, dia masih tetap melakukannya.
"Ini hukuman karena diam-diam berenang padahal kamu tidak bisa berenang, dan mencoba membela diri bahwa kamu bisa berenang. Semua orang tahu kalau kamu tidak bisa berenang, Drupadi." tegas gadis itu yang mulai melepaskan cubitan di pipiku.
"Mungkin saat ini pipiku sudah merah karena ulahnya. Ya, aku akan melihatnya nanti di kaca. Semoga wajah pemilik tubuh ini tidak apa-apa, aku takut dia malah marah kepadaku karena tidak bisa mencegah gadis di depanku untuk berhenti mencubitku sebelumnya. Jangan marah padaku ya, Drupadi asli."
"Drupadi, apakah kamu benar-benar tidak ingat apapun?" tanyanya serius kepadaku.
"Ya, aku rasa begitu." ucapku menjawab pertanyaannya, dan responnya tidak percaya untuk kedua kalinya.
"Hanya karena tenggelam, dan kamu melupakan segalanya. Tindakanmu membuat kamu menjadi seperti ini, Drupadi." ucapannya padaku yang aku tahu sepertinya dia bukan marah, tapi seperti dia merasa gagal menjadi saudara yang harusnya melindungiku.
"Anu kak, maksudku kak, aku tidak apa-apa. Sepertinya aku ingat kalau kamu kakak perempuanku, apakah aku benar?" tanyaku memastikan dugaan bahwa dia itu kakak perempuan dari pemilik tubuh ini, hanya saja aku tidak ingat siapa nama gadis di depanku ini, aku hanya tahu kalau pemilik tubuh ini adalah Drupadi alias istri dari para Pandawa.
"Oh, aku menyadari satu hal lagi. Jadi, aku memasuki tubuh putri Drupadi yang akan menjadi istri pada Pandawa? Aku menjadi dia, dan kini dia ada di mana? Mengapa aku harus menjadi dia sekarang? Bagaimana dengan tubuhku di tahunku itu, apakah karena aku sudah mati, makanya aku berada di sini? Namun, sependek ilmu yang aku tahu, seharusnya aku bukan berada di masa lalu, aku harusnya ada di surga. Ada apa sebenarnya? Aku tidak mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sosok baru
Fiction HistoriqueSeharusnya aku tidak ada di sini, dan sepertinya aku bisa berada di tempat ini karena saat itu aku tertimpa buku di perpustakaan kota, apakah itu mungkin? Tak hanya itu, ternyata aku baru saja memasuki tubuh seorang putri kerajaan Panchala karena ga...