Bahagianya Jeonghan sederhana

181 25 11
                                    

Baju dan badan Soonyoung kuyup, air yang dikeluarkan badannya lengket. Tangannya sibuk mengibas-ngibaskan baju bagian depan untuk mendapatkan sedikit kesegaran. Pipinya jadi merinding setelah ditempelkan botol mineral dingin.

"Kak Han ah, kaget nih."

Jeonghan tertawa kecil, tangannya mencari handuk untuk mengelap keringat si adik yang duduk berselonjor di bawah. Mingyu masih disana, tak merasa canggung ada diantara percakapan kakak beradik.

"Lo barista yang udah bantuin kakak gue dulu?" Soonyoung bicara pada Mingyu dengan nada jutek.

"Hehe iya bang, kenalin nama gue Mingyu." jawabnya mengulurkan tangan.

"Udah tau, lo juga tau nama gue kan?" Soonyoung masih bersikap tidak ramah.

"Tau dong, temen-temen gue pada demen sama lo gara-gara sering ditraktir."

"Kalo mau deketin kak Han sok akrab sama gue ga mempan Gyu." mendengar Soonyoung Jeonghan berdehem keras. Rasanya seperti deja vu dengan pertemuan pertama Mingyu dan Chanhee. Dia sangat malu dan tak enak diri.

Kembali pria berkulit tan itu hanya tertawa renyah. Tidak ada tanda marah atau jengkel ke Soonyoung. "Ga kok bang santai aja, masa gue demen sama orang cuma karna berapa kali ketemu. Gue cuma demen cerita sama Kak Han kok, kakak lo asik banget diajak ngobrol. Seru."

Soonyoung masih saja cuek. Ada mungkin puluhan kali dia menghadapi modus seperti ini. Berpura-pura akrab dengannya agar bisa leluasa mendekati Jeonghan.

Jeonghan memberi senyuman canggung pada Mingyu lalu dibalas satu kedipan mata, kayanya maksud dia 'percaya sama gue'.

Rupanya Mingyu cukup pintar menarik perhatian lawan bicara. Dengan sedikit memperhatikan Mingyu mengajak Soonyoung bicara tentang sepatu. Salah satu hobi lelaki bermata sipit ini memang mengoleksi berbagai merk atau model sepatu.

Dari yang awalnya cuma dijawab "Hmm" atau "Yaa" obrolan keduanya mengalir tanpa sadar. Meski sayangnya Soonyoung harus berpamitan untuk mengajak Jeonghan pulang. Lucunya disaat mau berpamitan Soonyoung memasang mode galaknya lagi, lalu karena Mingyu tak terpengaruh sikap juteknya lelaki ini jadi cukup kesal.

"Bye Gyu." Jeonghan buru-buru pergi karena diseret.

Mingyu mengangguk, selepas kepergian kakak beradik itu dia membuka ponselnya. Satu kontak telah ditambahkan, untungnya dia cukup sigap meminta kontak Jeonghan sebelum Soonyoung datang.

Untuk Jeonghan sendiri dia juga senang-senang saja mengobrol dengan Mingyu. Yang lebih muda memiliki kesan lain, seperti ada perasaan bebas disana. Bicaranya tak menggunakan kata yang susah dipahami, tiap ucapan yang keluar terdengar ringan, tidak ada kesan menasihati, pokoknya dia hanya mengeluarkan apa yang dikepala dan juga menerima apa yang di kepala Jeonghan.

Soonyoung memarkirkan mobil di tempat sate taichan yang tempatnya tidak terlalu besar. Suasana disini nyaman, memakai halaman rumah tua dengan mempertahankan interior aslinya.

Soonyoung makan dengan lahap, perutnya keroncongan walau cuma dibuat bergerak sebentar. Jeonghan memasukan tusuk sate keduanya, memakannya pelan. Dia lagi suka memperhatikan pergerakan adik satu-satunya.

"Dek, umur kamu berapa sih?"

"Kak please, masa ga inget umur adek sendiri."

Jeonghan tertawa, meletakan sendok dan menyisakan nasi yang tak habis. "Soalnya tiap kakak kedip tinggi kamu terus nambah 1 cm." 

"Ini udah yang keberapa kali nya Kak Han sama Kak Jisoo ngomong aku udah tambah gede. Emang selama ini kalian nganggep aku bocil terus ya?"

"Nyoung." Jeonghan memanggil. "Tinggal sama kamu, Jisoo, Papa sama Mama udah bikin kakak bahagia. Kakak tuh sebenarnya ga butuh orang lain."

ĘccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang