04 : bahaya

1.1K 77 0
                                    

"JENO!"

Entah dari mana munculnya dua beradik Na ini dan Jaemin langsung menarik Jeno. Xiaojun pula menggunakan kuasanya untuk menutupi indra pendengaran Taeyong agar manusia satu itu tidak terbangun.

"Lepaskan! Dia harus mati, Jaem!" - Jeno.

"Jeno! Itu ibumu!" - Jaemin.

"Dia menyiksa ku! Dia layak mati!" - Jeno.

"Jaem! Cepetan! Gua ga bisa tahan lebih lama." - Xiaojun.

Tidak ada cara lain. Jeno dipengaruhi bisikan iblis. Jaemin memutarkan kepala Jeno hingga mata mereka bertemu. Jeno perlahan-lahan merasakan sakit di kepalanya.

Bruk!

Jeno pingsan. Xiaojun melepaskan Taeyong. Jaemin segera membawa tubuh Jeno kembali ke kamarnya dan memadamkan ingatannya.

"Lo jumpa manusia itu dimana?" soal Xiaojun ketika mereka sudah pulang ke rumah.

"Di danau. Dia hampir di serang Seungmin." - Jaemin.

"Jadi kau yang membunuh Seungmin?! Bangchan benar-benar marah tentang kejadian itu, kau tau?!" - Xiaojun.

"Terus apa? Gua bukan iblis kayak lo yang membiarkan manusia mati begitu saja." - Jaemin.

"Jaga omongan lo, Na. Gua vampire bukan iblis. Gua ga makan manusia seenaknya." - Xiaojun.

"Sama aja. Lo itu pemangsa." - Jaemin.

"Kamu juga sebagian dari pemangsa, Na!" - Yuta.

Yuta menatap tidak suka pada Jaemin.

"Iya. Aku benci menjadi sebagian dari kalian. Andai saja aku bisa menukar dengan Haechan, aku ingin menjadi peri seutuhnya dan membiarkan dia menjadi vampire seperti keinginannya." - Jaemin.

"Tidak semua peri itu baik, Na. Lihat saja Doyoung. Dia bahkan dibuang ke dunia manusia." - Yuta.

"Setidaknya, mereka tidak lahir jahat. Jangan mempersoalkan keputusan ku. Aku masih mempunyai hati suci untuk melindungi manusia." - Jaemin.

"Manusia itu serakah dan tamak! Kenapa kau masih melindungi mereka?" - Xiaojun.

"Tidak semua manusia begitu, hyung. Hanya karena Lucas membuang mu, tidak berarti semua manusia jahat." - Jaemin.

Jaemin pergi dari rumahnya dan kembali ke dunia manusia. Inilah alasan dia jarang ke rumah. Ayahnya dan abangnya adalah vampire utuh. Sedangkan bundanya peri. Kemana bundanya? Tidak ada yang tau.

Jaemin slalu berkunjung ke rumah Haechan. Namun sejak pertemuannya dengan Jeno, dia lebih menyukai danau ini.

Kini Jaemin sedang berbaring di rerumputan yang sama pada malam dia bertemu Jeno.

"Gua cari lo di rumah ga ada. Ternyata di sini."

Jaemin memandang Haechan.

"Kenapa lo di sini?" - Haechan.

Haechan ikut berbaring di sebelah Jaemin.

"Gua tau lo tidak baik-baik saja. Kita temenan udah lama, Jaem. Lo berantem sama Dejun lagi?" - Haechan.

"Gimana lo bisa tau?" - Jaemin.

"Gua ke rumah. Ayah lo bilang lo mengabaikan keluarga. Gua tau dia sedang marah. Berarti lo lagi berantem sama mereka."

Haechan berpusing menghadap Jaemin.

"Kita memang punya hati suci, Jaem. Tapi kita juga punya hati sendiri untuk di jaga. Kalau hati kita yang hancur dan berantakan, gimana caranya kita bantu manusia?" - Haechan.

Jaemin diam memikirkan ucapan Haechan. Ada benarnya. Dia terlalu sibuk ingin menjadi peri dan menyelamatkan manusia. Sedangkan dia mengabaikan dirinya.

"Nanti lo ke rumah bawa Jeno ya." - Haechan.

Jaemin mengernyit heran. Kenapa Haechan inginnya membawa Jeno?

"Mark sudah sadar. Gue tidak tau rumahnya di mana. Dan... Dia takut sama gua." - Haechan.

Jaemin tertawa puas. Bagaimana bisa Haechan selucu ini jadi menakutkan?

"Sudahi ketawa mu Na Jaemin!" - Haechan.

"Maaf. Hanya saja itu lucu. Bagaimana Mark bisa takut denganmu? Lo seperti beruang, Chan. Tidak ada yang menakutkannya dari mu." - Jaemin.

"Kau memang sialan, Jaem." Haechan ikut tertawa. Setelah itu, dia memandang mata redup Jaemin.

"Doyoung mengincar Jeno?" soal Haechan.

Jaemin mengangguk. Dia melempar pandangan pada air danau di hadapannya.

"Dia temenan sama ibunya Jeno. Lebih gampang untuk dia memperdayakan mereka." - Jaemin.

"Hati-hati, Na. Hati suci yang berubah gelap lebih bahaya dari iblis." - Haechan.

"Lo teman terbaik gua, Chan." - Jaemin.

"Lo emang ga punya teman lain, Jaem." - Haechan.

"Njing."

——(skip)——

Mark sedang termenung di kamar Haechan. Dia tersentak ketika pintu terbuka menampakkan Ten.

"Ah kamu sudah sadar. Ini mae sediakan makanan. Di makan ya." - Ten.

"I- Iya. Terima kasih." - Mark.

Ten tersenyum manis lalu menghampiri Mark. Reflek, Mark menjauh hingga tubuhnya menghantam dinding.

"Jangan takut, nak.. Mae mau periksa keadaan kamu." - Ten.

Mark diam saat Ten menyentuh dahinya.

"Syukurlah suhu badanmu tidak tinggi. Apa kau masih merasakan sakit?" - Ten.

Mark menggeleng ribut. Ten tersenyum lalu keluar dari kamar Haechan. Mark mencapai mangkuk berisi bubur.

Enak. Dengan lahapnya Mark menghabiskan bubur itu. Lagian, dia juga kelaparan. Mark mengambil gelas dan meminumnya.

UHUK! UHUK!

Haechan yang baru pulang kaget melihat Mark yang terbatuk-batuk. Dia menghampiri Mark dan mengambil gelas dari tangannya.

"MAE! INI KENAPA MARK DIHIDANGKAN DARAH?!"

Mata Mark membulat? Dia baru saja meminum darah? Pantas saja rasanya pelik. Haechan menangkup wajahnya.

"Muntahkan, Mark. Itu tidak bagus untukmu." - Haechan.

"Aduh maaf! Mae tersalah gelas. Itu untuk papa kamu." - Ten.

Haechan menepuk-nepuk pundak Mark. Ten segara memberikan segelas air putih untuk Mark. Mark meneguknya rakus.

"Lo gapapa kan? Itu darah apa, mae?" - Haechan.

"Darah rusa." - Ten.

"Syukurlah hanya darah rusa. Mark bisa mati jika itu darah serigala yang papa simpan." - Haechan.

"Ya sudah. Mae tinggal dulu ya. Maaf banget, Mark." - Ten.

Haechan menutup pintu setelah Ten pergi. Dia duduk di ujung kasur lalu memandang Mark.

"Lo gapapa kan?" - Haechan.

Mark mengangguk.

"Tidur aja dulu. Bentar lagi Jeno ke sini buat jemput lo." - Haechan.

Mark kelihatan ragu. Haechan menarik Mark agar tiduran di atas pahanya. Tangannya mengusap rambut Mark dengan lembut.

"Tidurlah. Aku akan menjagamu." - Haechan.
























Makasih ya udah mampir 🙏🏻❤️❤️ Itu Jeno kenapa guys?

HOME - JAEMJEN/DONGMARK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang