04. Every Cloud Has a Silver Lining

5.5K 303 4
                                    

•••

Langga menggosok-gosok kepalanya yang masih lembab dengan handuk. Pria dengan tinggi 183 cm itu menuruni tangga untuk mencari keberadaan sang istri yang mulai hari ini akan sering dia temui kembali. Matanya berhenti pada sofa panjang ruang tamu. Rupanya Jessica tertidur di sana. Langga mendesah, Jessica belum meninggalkan kebiasaannya ini.

Dulu saat masih bersama, Jessica sering kali tertidur di ruang kerjanya karena kelelahan. Hal itu membuat Langga sering menggendongnya ke kamar. Namun, sekarang keadaan sudah berbeda. Langga tak mungkin menggendong Jessica untuk dipindahkan ke kamarnya.

Maka, pria itu pun kembali ke kamar untuk meletakan handuk dan mengambil selimut tebal. Perlahan tapi pasti, Langga mendekat pada Jessica. Dia meletakan selimut secara hati-hati agar Jessica tidak terbangun. Usai itu, Langga berjongkok dan mengamati wajah wanita yang sudah menemaninya selama 19 tahun hidup.

"Ck, kamu nggak berubah," gumam Langga. Tangannya tak dapat ditahan untuk mengelus rambut Jessica.

Bengkak di bawah mata Jessica turut menjadi perhatian Langga. Sudah dia duga, Jessica pasti tidak berhenti menangis karena Sean hingga matanya jadi seperti itu. Padahal dibalik itu semua, tanpa sepengetahuan Langga, mata Jessica sudah bengkak lebih dulu karena menangisi perceraian mereka.

"You're old now, tapi di mataku, kamu masih sama kayak dulu." Langga berusaha untuk tidak tersenyum mengingat kenangan mereka. "Gampang nangis."

Mungkin karena merasa ada seseorang yang mengelus puncak kepalanya, Jessica jadi menggeliat. Melihat itu, Langga sigap untuk berdiri dan berjalan ke tangga untuk kembali ke kamarnya. Langga sebenarnya khawatir Jessica memergoki perbuatannya itu. Mau bagaimana pun, hubungan mereka hendak diakhiri, jadi tidak etis rasanya jika dia ketahuan merawat istrinya seperti itu.

Tanpa Langga duga, Jessica benar-benar terbangun. Wanita itu mengucek matanya sebentar sebelum menyadari bahwa kini tubuhnya tertimpa selimut tebal. Dia pun reflek melihat ke sekelilingnya untuk mencari seseorang. Dan setelah melihat ke arah tangga, barulah dia tahu siapa yang memberinya selimut hangat tersebut.

Jessica menghela napas. Punggung yang tengah menjauh darinya itu benar-benar Jessica rindukan. Perlakuan Langga padanya kali ini membuat Jessica sadar bahwa suaminya itu ternyata masih peduli padanya. Entah dia harus senang atau sedih. Sebab setelah kasus Sean selesai, mereka akan tetap berpisah, bukan? Jadi, Jessica pun membatasi dirinya untuk tidak terlalu memikirkan sikap peduli Langga lebih dalam.

Jessica akhirnya bangkit dan mulai melipat kembali selimut Langga. Rasa kantuknya lenyap. Perasaan sedih kembali mendominasi hatinya. Padahal tadi niatnya hanya berbaring sebentar sembari menunggu Jenny datang. Ternyata dia malah ketiduran di sofa. Beruntung setelah melihat ponsel, Jessica menyadari kalau tidurnya tidak lama.

Ketika tengah memeriksa ponsel, suara anak bungsunya terdengar. "Mama!" seru Jenny.

Perempuan kecil itu berlari dan memeluk ibunya kencang. Rasa sedih Jenny tidak dapat terbendung melihat banyak pemberitaan miring mengenai keluarga Hianggio di televisi. Jenny merasa tidak akan mampu menghadapi teman-temannya kini.

"Sayang..."

"Sean jahat! Dia bikin keluarga kita malu, Ma," celetuk Jenny penuh kekesalan.

"Hey, no..." Jessica memerangkap pipi Jenny dengan tangannya. "Abang nggak begitu, Jen."

Jenny menggeleng. Gadis yang mengenakan sweater kuning itu melepaskan tangan ibunya dari pipi. "Kalau nggak jahat, Sean nggak mungkin masuk penjara, Ma! Gimana aku bisa sekolah sekarang?! Temen-temen aku pasti udah tahu berita ini."

"Jen, you shouldn't judge your brother like that. Mama percaya Abang nggak salah. Sebentar lagi Abang pasti keluar dari penjara. Jangan percaya kata orang-orang. Percaya sama Mama aja, oke?"

Falls Into Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang