19. Face the Music

993 138 6
                                    

•••

"Pak, koper Ibu sama Mbak Jenny sudah masuk mobil semua."

Langga mengangguk mengerti. Dia sibuk memandangi foto keluarganya yang masih terpasang rapi di ruang tengah. Hati Langga terus bergejolak, dia merasa salah. Tetapi lelaki itu berusaha kuat demi Jessica dan Jenny.

"Makasih, Nathan," ucap lelaki berbaju hitam itu. "Kamu ke depan aja. Nanti saya keluar kok."

"Baik, Pak." Sebelum pergi, Nathan mengecek ponselnya sejenak. "Izin menginformasikan, ajudan Bapak Liem sudah tiba di bandara. Kita diperintahkan untuk segera berangkat, Pak."

"Ya," balas Langga singkat.

Lelaki itu berjalan menuju kamar putrinya. Di sana, Jessica tengah membantu Jenny memakai kardigan milik gadis itu. Walaupun terlihat baik-baik saja, Langga tahu istrinya itu tengah menahan tangis. Dia terluka karena situasi ini.

"Sudah?"

Jessica dan Jenny sama-sama menoleh kearah Langga. "Udah ini, koper Adek udah dimasukin?"

"Semua koper kita udah masuk mobil. Nanti kita pergi ke rumah dinas Papa dulu. Baru..." Langga memilih menghentikan perkataannya.

"Oke." Jessica sedikit mengembangkan senyum. Setidaknya dia tidak boleh bersedih di depan Jenny. Meskipun pada akhirnya dia akan sering menangis. "Adek siap?"

"Kita bener mau pindah, Ma?" tanya Jenny pelan. "Sama Abang juga?"

"Sayang, kamu tenang aja. Semua bakal baik-baik aja. Percaya sama Mama, ya?" Tangan lentik Jessica mengelus surai putrinya dengan lembut.

"Tapi—"

"Adek, kita harus buru-buru ke rumah dinas Opa. Jangan banyak tanya, Opa udah nunggu."

Sejujurnya Jenny merasa kecewa dengan kedua orang tuanya. Dia paham, Langga dan Jessica sangat menyayangi Sean. Meskipun demikian, perbuatan Sean sudah keluar batas. Kabur bukan solusi dari permasalahan ini.

Mereka bertiga akhirnya meninggalkan rumah yang bertahun-tahun dihuni itu. Langga mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah dinas Liem. Di sana, Sean sudah siap dengan segala keperluannya. Langga dengar, ajudan Liem sendiri yang mempersiapkan segala kebutuhan Sean sebelum pindah termasuk pakaian dan pasport.

Selama kurang dari satu jam, mobil Langga akhirnya memasuki halaman depan rumah berwarna putih tersebut. Terlihat beberapa penjaga Liem sudah menunggu mereka tiba.

"Bapak di dalam. Pak Langga sama Bu Jessica silakan masuk dulu," terang salah satu orang kepercayaan Liem.

"Makasih, Pak Roni."

Sebelum masuk, Langga menggandeng tangan Jessica guna memberi kekuatan pada istrinya itu. Keduanya lantas masuk, menuju tempat Sean berada. Ternyata lelaki itu sudah rapi dengan 2 koper besar miliknya.

Begitu melihat sang putra, Jessica segera berlari memeluk anak yang dia rindukan. Tangisnya lagi-lagi terdengar, membuat Liem berdecak kesal. "Kamu baik-baik aja, Bang?"

"Baik." Sean tetap tenang meskipun ibunya tengah memeluk tubuhnya begitu erat.

"Maafin Mama, ya. Ini semua salah Mama, maafin Mama, Bang."

Sean tidak mengerti mengapa ibunya selalu meminta maaf dan menyalahkan dirinya. Padahal kejadian ini murni karena Sean sendiri. Malah Sean merasa lega setelah melakukan kejahatan itu. Dia merasa menang.

"Ma, nggak usah banyak drama lah. Ayo kita berangkat, Opa udah nunggu dari tadi loh," desis Sean muak.

Kata-kata Sean itu membuat Langga membuang muka kesal. Namun, karena masih ada ayahnya, Langga menahan diri untuk tidak memarahi putranya. Bisa-bisa akan ada keributan nantinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Falls Into Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang