07. on the Up and Up

4.6K 239 2
                                    

•••

Jessica sedikit mengintip kamar Jenny, samar-samar dia mendengar percakapan antara Langga dan putrinya itu. Sebetulnya Jessica hendak meminta kunci kamar Sean pada suaminya. Jessica berniat membersihkan kamar Sean sebelum putranya itu pulang besok.

"Biar besok Papa panggilin teknisi." Langga berdecak sambil berusaha memperbaiki laptop milik Jenny. "Beli lagi aja, ya, Jen. Ini kalo dibenerin nanti paling rusak lagi."

"Dibenerin Papa dulu nggak bisa? Aku ada tugas ini, lho. Mau dikerjain sekarang," rengeknya.

"Pake laptop Papa dulu lah." Pria itu menggaruk kepalanya, sedikit kewalahan. Langga sangat awam terhadap hal seperti ini. Saat Jenny memintanya memperbaiki laptop, Langga tidak bisa menolak. Dia tidak ingin kelihatan bodoh di depan putrinya sendiri.

"Laptop Jenny kenapa?" Jessica memberanikan diri masuk.

"Kemasukan air. Nggak bisa nyala," pungkas Langga.

Ibu dua anak itu melirik Jenny tajam, sedikit mengintimidasi. Bukan sekali ini saja Jenny ceroboh, gadis itu dulu juga pernah merusak hair dryer milik Jessica. Tentu saja akhirnya Langga membela sang putri dan memberikan hair dryer baru untuk Jessica. Jessica pikir, Langga terlalu memanjakan Jenny.

"Pake laptop Mama aja. Sana ambil di bawah."

Mau tidak mau Jenny menurut. Dia tidak ingin membuat sang ibu kembali marah. "Fine."

Begitu Jenny pergi, Langga mengalihkan atensinya pada sang istri. "Kamu butuh sesuatu?"

"Iya," akunya jujur. "Kunci kamar Sean ada sama kamu? Aku mau bersihin. Jadi misal Sean pulang, bisa langsung dipake istirahat."

"Ada di laci biasa." Langga bergerak menuju laci yang dia maksud. Setelahnya berlanjut menuju kamar Sean diikuti sang istri.

"Biar aku bantu beresin," ujar Langga setelah membuka pintu dan dibalas anggukan oleh Jessica.

Kondisi kamar Sean sebenarnya masih terlihat bersih. Hanya saja, Jessica ingin memastikan sendiri kamar tersebut siap ditempati. Wanita itu dengan cekatan berjalan menuju ranjang milik Sean. Dia membersikan debu-debu halus yang menempel pada sprei. Sementara Langga berjalan ke arah koleksi buku-buku Sean. Lelaki itu takjub sekaligus bangga karena Sean mengoleksi begitu banyak buku, baik yang tebal maupun yang tipis. Maklum, ini pertama kalinya Langga mengamati kamar putranya dengan detail.

"Kalo ada kabar dari Pak Beni soal kepulangan Sean, just let me know. Biar aku bisa masakin masakan kesukaan Sean."

Langga berbalik menatap Jessica yang sudah berkaca-kaca. Dia tahu orang yang paling bahagia mendengar kepulangan Sean adalah Jessica. Jika Sean sudah pulang, Jessica pasti bisa kembali tidur nyenyak. Langga sudah tidak mau melihat kantung hitam dibawah mata indah istrinya lagi.

"Pasti. Sekarang kamu nggak perlu stress lagi, Jess. Sean udah nggak papa kok."

"Sorry, belakangan aku overwhelmed. Misal kamu nggak nyaman, aku minta maaf." Jessica berhenti merapikan tempat tidur Sean. Dia merasa buruk karena banyak menyusahkan Langga.

"Ngomong apa, sih?" Pelan-pelan Langga mendekat. "Aku sama sekali nggak ngerasa kayak gitu. Berhenti mikir yang nggak-nggak tentang aku."

"Mm, aku tau. Jujur, aku ngerasa bersalah banget sama Sean," ungkapnya. "Dia milih tetep di penjara dan jadi tersangka karena kita pisah. Dia pasti terguncang gara-gara keputusan kita, Langga."

Perasaan Jessica memang wajar. Disadari atau tidak, keputusan mereka untuk berpisah pasti berdampak pada anak-anak sekecil apapun. Sebelum membuat keputusan ini, Langga juga memikirkan anak-anak mereka. Hanya saja dia tidak tahu bahwa Sean akan berbuat senekat ini.

Falls Into Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang