16. Lose Your Marbels

2K 103 8
                                    

•••

Liem berjalan pelan menaiki tangga rumahnya. Pria berambut putih itu ingin mengunjungi kamar Sean untuk menawarkan cucunya agar bisa terjun ke dunia politik. Siapa sangka, acara festival kemarin membuat nama Sean semakin dikenal masyarakat. Mereka berpikir Sean adalah anak baik yang difitnah oleh oknum tak bertanggungjawab. Jadilah kini Liem mempunyai lebih banyak simpatisan politik.

Ternyata musibah yang menimpa keluarganya tak sepenuhnya buruk. Buktinya kini nama Liem cukup dielu-elukan masyarakat. Dengan senyum penuh kebanggaan, dia memasuki kamar Sean. Tidak ada tanda-tanda keberadaan cucunya. Hingga suara sang menantu membuat otot lehernya menoleh pada pintu kamar mandi.

"Jawab, Bang?! Bukan kamu, 'kan?"

Suara Jessica yang terdengar penuh kemarahan membuat Liem bergegas masuk ke kamar mandi. Matanya melebar. Darah ada di mana-mana. Bangkai kucing kesayangannya sang menantu tergeletak mengenaskan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Dia tak bisa berpikir jernih. Langsung saja Liem memisahkan Jessica yang kini tengah menggoyang-goyangkan tubuh Sean frustasi. "Astaga! Kamu kenapa, Jess?"

Jessica tersentak mendengar suara mertuanya. Dia kemudian beralih memeluk kaki sang gubernur sukses itu. "Pa, Se-sean..."

"Lepas!" Liem mendorong menantunya. Dia beralih menatap sang cucu yang terdiam tanpa ekspresi. "Kamu kenapa? Ada apa ini, Sean?"

Sean masih tak menjawab. Dia hanya menatap kakeknya dengan pandangan suram. Liem lantas terkejut. Dia tak pernah ditatap seperti itu oleh sang cucu. Matanya yang kelam membuat Liem sejenak berpikir jika Sean yang dihadapannya bukanlah Sean yang biasanya.

"Sean, jawab Kakek kamu!" Jessica kembali menarik kerah baju Sean. "Apa yang udah kamu lakuin sebenarnya?!"

"Lepasin aku, Ma!"

Jessica menggeleng. "Mama nggak akan lepasin kamu sampai kamu jujur sama Mama! Apa bener kamu yang udah bunuh Sofia?!"

Liem semakin terbelalak mendengar pertanyaan Jessica. Emosinya langsung naik ke ubun-ubun. Berani-beraninya wanita itu menuduh cucu kebanggaannya. Tangan Liem pun terkepal. Dia kembali memisahkan ibu dan anak itu.

"Lepasin Sean, Jess!" Liem berhasil menyentak Jessica. "Kurang ajar kamu! Kenapa nuduh-nuduh Sean kayak gitu?!"

"Pa, Sean-Sean, dia..." Air matanya meleleh deras. "Dia mungkin pembunuh itu, Pa."

"Nggak mungkin!" Liem semakin murka. Ditariknya sang menantu menjauh dari Sean. "Ayo keluar!"

Jessica tentu saja berontak. Dia ingin meminta penjelasan dari putranya. "Enggak, Pa. Sebentar. Aku harus denger jawaban Sean."

Liem kembali gagal. Jessica lagi-lagi mendekat pada Sean dan mulai mempertanyakan hal yang tidak masuk akal. Liem pun berinisiatif keluar dari kamar dan memanggil putra semata wayangnya.

"Langga!" Gerakan kaki pria tua itu tiba-tiba saja menjadi lincah. "Langga!"

Liem tiba di meja makan, tetapi Langga tidak ada di sana. "Mana Langga?!" bentaknya pada para ART.

Tidak ada satupun yang menjawab. Para wanita yang tengah mempersiapkan sarapan hanya berdiri kaku sembari menggeleng ringan.

"Arrgh!" keluh Liem. Dia berlari ke kamar putranya. Selama perjalanan, Liem tak berhenti memanggil-manggil Langga agar keluar.

Orang yang dicarinya akhirnya menampakkan diri. Langga keluar dari kamar dengan tatapan bingung. "Kenapa, Pa?"

"Istri kamu itu! Dia bikin ulah di kamar Sean." Liem mengambil lengan Langga untuk diseret ke kamar cucunya.

Falls Into Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang