18. Cross that Bridge When You Come to It

5.1K 206 5
                                    

•••

Langkah kaki Langga terus berpacu cepat. Dia segera menilik kamar sang putra sulung guna memastikan bahwa perkataan asisten rumah tangganya benar. Dan ternyata semua itu tidak salah. Sean benar-benar dibawa lari oleh Liem. Tangan Langga mengepal. Giginya bergemeletuk. Bisa-bisanya Liem melakukan ini tanpa persetujuannya!

Langga menghela napas sambil mengusap rambutnya kasar. Dia pun segera turun ke bawah untuk meminta asistennya menemukan Sean. Namun, ternyata di ruang keluarga sudah ada Jessica dan Jenny yang kini tengah berpelukan sambil menangis. Padahal tadi Langga sudah bilang agar Jessica tidak usah turun dari tempat tidurnya. Wanita itu sungguh keras kepala.

"Mereka nggak ada," beritahu Langga. "Papa bener-bener keterlaluan. Aku nggak nyangka beliau bakal ambil langkah kayak gini."

Jessica yang tersedu-sedu memutuskan untuk bangkit dari duduknya usai meminta Jenny pergi ke kamarnya. "Mereka ke mana Langga? Papa bawa Sean ke mana?"

"Aku nggak tau." Langga merogoh ponselnya. "Kita coba tanya Pak Asep."

Langga akhirnya menelepon sopir pribadi Liem. Menyuruhnya untuk menjelaskan ke mana agaknya majikannya pergi. Namun, tak disangka-sangka ternyata Pak Asep masih di rumah. Artinya Liem pergi tanpa membawa sopir dan tanpa pengamanan apapun. Sial, Langga sungguh marah dengan kelakuan ayahnya.

"Terus sekarang gimana? Kita nggak boleh kehilangan Sean sekarang, Langga. Apapun yang terjadi, dia harus... dihukum."

Pikiran Langga tentu bercabang. Liem pasti bermaksud untuk melindungi cucunya. Lelaki baya itu pasti tahu kalau Langga akan memenjarakan Sean. Oleh sebab itu, demi menyelamatkan masa depan pria muda berusia 18 tahun itu, Liem akhirnya mengambil langkah nekat.

Langga pun sebenarnya tak pernah sekalipun dalam hidupnya berpikir untuk memenjarakan Sean. Jelas, si sulung adalah kebanggaannya. Langga ingin Sean punya masa depan yang bagus. Namun, tentu saja itu sebelum Langga mengetahui siapa pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Sekarang dia tahu, semua sudah terlambat. Dan satu-satunya hal yang harus dilakukannya adalah menangkap dan menghukum sang putra. Tolong jangan tanyakan betapa menyakitkannya itu, Langga bahkan menjadi rapuh hanya dengan membayangkannya.

"Kamu tenang dulu, okay? Papa pasti bawa Sean nggak jauh dari sini. Sekarang aku bakal coba hubungin semua pengurus aset apartment sama villanya Papa. Siapa tahu Sean dibawa ke sana," ujar Langga bijak. Disaat seperti ini, dia memang harus bersikap tenang.

Satu persatu orang kepercayaannya Langga hubungi. Namun, tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan Sean dan Liem. Lagi-lagi mereka gagal. Langga merasa makin marah. Dia pun memutuskan untuk menelepon Nathan guna meminta bantuan.

"Saya mungkin bisa lacak ponselnya Sean, Pak. Atau mungkin punya Pak Liem."

Langga memijat kepalanya. "Saya... saya liat ponselnya Sean ditinggal di kamarnya tadi." Dia mendesah. "Apa nggak ada lagi yang bisa dilacak, Nat?"

"Mungkin akan sulit, Pak. Saya sarankan cek dulu CCTV di sekitar rumah Bapak. Siapa tahu Bapak dapet clue."

Nathan benar. Langga dan istrinya pun buru-buru mengecek CCTV rumah. Dalam rekaman tersebut terlihat Liem amat gelisah dengan sesekali menarik tangan Sean untuk bergerak cepat mengikutinya. Benar dugaan Langga, Sean dan Liem tak membawa satu pun pakaian beserta alat elektronik mereka. Ini pasti sudah disengaja. Agar Langga tak dapat menemukan mereka. Brengsek!

"Papa pergi ke arah kota. Apa mungkin beliau pesen hotel, Langga?"

"Bisa jadi." Langga mengernyit dalam. "Sampe sekarang masih belum ada kabar dari pengurus apartment sama villa. Itu artinya Papa emang nggak ke sana."

Falls Into Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang