•••
Mobil yang dikendarai sopir Langga berhenti tepat di depan sebuah rumah minimalis yang tampak sepi. Jessica dan Langga memutuskan untuk bicara secara face to face dengan Kenny. Mereka berniat mengulik kebenaran yang sebenarnya dari pemuda itu. Setelah ditelusuri, Langga berhasil mendapatkan alamat rumah Kenny dengan mudah.
Mereka datang membawa 2 penjaga untuk menghindari keributan serta melindungi dari kejaran awak media. Meskipun suasana mulai membaik, Langga tidak bisa mengambil risiko yang akan membahayakan Jessica.
"Bener ini rumahnya?" Jessica memandangi halaman rumah Kenny yang ditumbuhi rumput liar. "Sepi banget."
"Menurut sumber, betul, Bu. Dia tinggal sama adiknya, cuma berdua. Orang tuanya cerai sekitar 6 tahun lalu," terang Grace, membaca informasi dari tab-nya.
"I see." Ibu dua anak itu bersiap turun dari mobilnya. "Kamu tunggu di sini aja, Grace. Biar saya sama Bapak yang turun."
Grace mengangguk patuh. Dia bertugas mengamankan situasi di luar rumah sampai urusan Langga dan Jessica selesai. Rumah Kenny bukan perumahan yang dijaga oleh security, tidak baik jika terjadi keributan nantinya.
Langga turun lebih dahulu lalu membetulkan kemeja hitamnya. Mereka berdua mengetuk rumah tersebut dua kali, sampai akhirnya orang yang mereka cari keluar. Kenny sedikit terkejut mendapati kehadiran orang tua Sean ke rumahnya. Tidak dimungkiri, ada sedikit rasa takut yang menyelinap di lubuk hatinya.
"Om? Tante?"
"Ah, halo, Kenny. Maaf mendadak, ada yang mau kami bicarakan sama kamu." Sudut mata Jessica melirik Langga. "Boleh kami masuk?"
Kenny tahu dia tidak bisa menolak, akhirnya dengan terpaksa pemuda itu mempersilakan Jessica dan Langga masuk. Begitu masuk, Langga memperhatikan beberapa foto-foto anak perempuan yang dia yakini sebagai adik Kenny. Gadis itu kira-kira usianya berjarak tiga sampai empat tahun dari sang kakak.
"Jadi?"
"Begini Kenny, mungkin kami buat kamu nggak nyaman dengan dateng mendadak. Sorry about that, tapi Om sama Tante ingin denger penjelasan lebih detail soal kronologi pembunuhan itu."
Langga menambahkan. "Kamu juga tahu kondisi Sean kayak gimana sekarang, ya kami—"
"Om sama Tante cuma mau validasi bahwa anak kalian nggak membunuh." Kenny mengatakannya dengan tenang. "Kalian berdua mau suap saya apa gimana?"
"No, no, no. Sama sekali nggak ada niatan buat nyuap kamu. Lagian buat apa? Masalahnya kan Sean sudah mengaku. Tapi, Om sama Tante nggak percaya dia ngelakuin hal itu."
"Kenapa nggak percaya? Mungkin aja Sean emang pelakunya." Kenny menyandarkan tubuhnya ke punggung sofa. "Saya nggak ngerti kenapa orang sepolos Sofia bisa dibunuh kayak gitu."
"Sebentar." Langga menginterupsi. "Kamu juga tahu kalo Sofia-Sofia ini anak yang kayak gimana, kan? Bener kalo dia memang punya penyakit mental? Bisa jadi penyakitnya ini yang jadi penyebab kematian dia, kan?"
Mendengar itu, tawa kecil Kenny keluar. "Intinya, Sean udah ngaku. Berarti dia yang bunuh. Jangan bawa-bawa saya lagi, Om. Saya nggak mau berurusan sama kalian."
"Loh, kamu ini saksi kunci. Kamu juga ada di tempat kejadian. Katanya kamu dipukul sampai pingsan, entah sama siapa. Berarti kamu nggak liat secara langsung gimana Sofia ini terbunuh, kan?" Jessica ingin mengulik lebih dalam.
"Iya, saya akui—"
"Nah, jadi Tante minta kamu buat kerja sama sekali aja. Kami perlu usut kasus ini dengan bantuan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Falls Into Pieces
PovídkyLangga dan Jessica harusnya bercerai hari itu jika saja putra mereka tidak membuat masalah. ••• Pernikahan Jessica Liu Halim dan Airlangga Hianggio diambang perpecahan. Ego yang tinggi serta pertengkaran yang tak kunjung usai menjadi alasan mereka m...