Setelah semalam Satya menginap di rumah sakit seorang diri, hari ini dia pulang tanpa sambutan. Ya, semuanya sudah duduk manis di meja makan. Satya hanya menatap mereka dari pintu utama.
Dia tersenyum manis sehingga mereka juga membalas senyuman itu lalu kembali melanjutkan acara sarapan dengan selingan tawa di setiap gerakan.
"Ananta, siapa yang menjemput mu? Bukankah kata dokter seharusnya nanti siang kamu boleh pulang?" Tanya Rahardja saat Satya hendak naik ke atas dan masuk ke dalam kamarnya.
"Ananta pesan taksi kek. Suster yang membantu Satya menggunakan alat komunikasi. Maka dari itu Ananta bisa sampai di rumah dengan selamat." Jawab Satya dengan senyuman manisnya.
Saat Satya melangkah dia kembali berhenti dan menatap kepala pelayan yang setia berdiri di sampingnya mengikuti Satya kemanapun dia melangkah selagi masih berada di rumah.
"Madam, di dapur ada makanan kan? Madam dan pembantu lainnya sudah memasak ya?" Tanya Satya dan madam menoleh kebelakang sekilas dan kembali menatap Satya yang menunggu jawabannya.
"Ya tuan muda."
"Oh, kalau begitu madam lebih baik pergi ke meja makan, sepertinya sarapannya sudah selesai. Satya bukan buronan yang harus terus diikuti kan?"
"Tapi nanti---"
"Satya akan tahan agar tidak terulang." Sela Satya lalu berjalan dengan segara dan menutup pintu kamarnya.
Setelah mengganti bajunya Satya kembali keluar dan berjalan ke arah taman belakang rumah keluarga Rahardja. Tamannya sangat luas, bahkan ada ayunan dan bunga kesukaan Jaka di beberapa sudutnya.
Satya duduk di kursi yang tersedia. Disana ada Jaka. Ada madam juga, dan tak lupa kakeknya yang sedang bercanda dengan cucu pertama mereka.
Satya duduk sendirian menatap tawa bahagia sang kakek dengan kakak sepupunya.
"Indah ya hidup kak Jaka. Tapi kata ibu lebih indah hidupnya Ananta. Ibu, Ananta kadang kesepian, tapi masih ada Tuhan 'kan? Kata ibu juga, Ananta harus kuat seperti ayah yang pernah menjabat sebagai komandan. Ayah komandan, Ananta lapor jika hari ini Ananta tidak menangis." Gumam Satya sambil tersenyum simpul menatap ke arah langit cerah lalu memejamkan matanya.
Dia terdiam dan hampir saja tersenyum karena wajah malaikatnya yang ayu rupawan kembali menyapa, namun semuanya batal karena panggilan Jaka.
"Satya." Panggil Jaka sehingga Satya membuka matanya kembali.
"Iya? Kakak butuh sesuatu?" Tanya Satya dengan senyuman indahnya. Dia masih mendongak karena Jaka menatapnya sambil berdiri.
"Hari ini akan ada acara di rumah. Kamu bersama ku saja ya? Aku takut saat mendengar gunjingan orang-orang tentangku." Pinta Jaka membuat Satya mengangguk dan tersenyum manis.
"Baiklah. Tapi Satya tidak berani berdiri di samping kakak."
"Iya aku tahu. Makanya kamu lihat dari jauh saja seperti biasa. Jika ada yang menggunjing ku kamu tau kan harus apa? Satya kan bentengnya Jaka." Ujar Jaka dengan senyuman cerahnya.
"Iya kak. Satya tau harus apa." Nanti malam Satya akan berdiri di kejauhan seperti biasa.
"Terimakasih adik ku."
"Bukan masalah besar kak. Lagipula, itu peran ku."
...
Setelah perjanjian antara Satya dan Jaka tadi pagi, kini malam sudah tiba dan Jaka dibawa oleh Rahardja untuk diperkenalkan kepada seluruh tamu yang datang untuk pesta pertemuan dengan seluruh rekan kerja kakeknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Terluka [REVISI]
Fanfiction[angst, brothership, friendship] [Masih di repici, jadi kalau ceritanya masih acak-acakan di maklumin aja yaa] Aku hanya ingin tahu caranya bahagia, dan akhirnya setelah banyaknya tangisan dan teriakan, aku menemukan jawabannya. Aku bahagia. ©horang...