Bahagia tengah melanda. Bukan Satya, melainkan si Jaka. Mendapatkan nilai sempurna saat les benar-benar hal yang Jaka inginkan, bahkan dia selalu pamer kepada Satya agar mendapatkan pujian kecil dari adik sepupunya.
"Satya! Lihat! Aku dapat nilai sempurna!" Ujar Jaka dengan bahagia, namun sayangnya dia tak menemukan keberadaan Satya dimanapun dia mencarinya.
Namun sial. Sore ini, seharusnya Jaka mendapatkan pujian kecil lagi, namun dia malah mendapati adik sepupunya di hajar oleh ayahnya.
"Satya!" Jaka terus mengitari rumahnya dan dia menemukan Satya tengah bersimpuh dengan seragamnya yang sudah dilumuri dengan darah.
"Satya!" Teriak Jaka lalu dia berlari mendekati Satya dan memeluknya erat. Satya sendiri tak menanggapinya. Dia hanya diam dan semakin diam. Dia tak bisa mengatakan apapun karena bibirnya sakit akibat bogeman yang Abimanyu berikan. Kini Abimanyu masih berdiri tegak di depan Satya yang bersimpuh dan dipeluk oleh putranya.
"Jaka," panggil Abimanyu dengan suara lembutnya namun Jaka menggeleng kuat dan air matanya terus mengalir sehingga tangan Satya terangkat untuk mengusapnya pelan.
"Cukup ayah. Satya juga manusia."
"Dia merusak berkas milik ayah."
"Alasan ayah benar-benar buruk. Seharusnya melukai seseorang itu harus dilandasi dengan alasan yang benar-benar meyakinkan untuk didengar." Imbuh Jaka membuat Abimanyu terdiam.
"Ayah tau. Tapi rasa sakit di hati ayah selalu muncul saat melihat wajahnya yang mirip dengan paman mu."
"Tapi dia bukan paman. Satya adalah Satya. Dia manusia yang selalu mendapatkan luka dari ayah dan semesta. Mengapa? Satya hanya ingin hidup damai sebagai manusia. Tolong jangan siksa dia dengan alasan bodoh seperti itu. Satya tak seperti paman, ayah. Ini adalah Satya. Dia tak pernah lari walaupun harus menghadapi sebuah situasi yang menyudutkan dirinya sendiri. Dia selalu datang saat keluarganya membutuhkan. Dia hanya diam saat disiksa oleh pamannya. Dia tak pernah mengeluh ataupun berusaha mengakhiri hidupnya walaupun semua orang seakan membencinya dan membuangnya secara terang-terangan."
"Ayah, nasib mu sama dengan Satya. Lantas mengapa ayah menyiksanya?"
"Kalian sama. Manusia-manusia terluka yang berusaha mencari keadilan di dunia."
"Satya, ayo aku obati lukanya." Ajak Jaka namun Abimanyu menghentikannya.
"Kamu harus mendatangi ruangan kakekmu karena guru Wagindra ada disana. Serahkan saja Satya kepada madam."
"Tidak. Satya membutuhkan ku---"
"Tidak. Kakak datanglah kesana. Aku tak membutuhkan siapapun selagi aku masih bisa menggerakkan tangan dan kakiku. Pergilah." Ucap Satya lalu dia bangkit dan berjalan sempoyongan sehingga madam yang datang langsung membopongnya.
"Satya..."
"Pergilah." Suruh Abimanyu membuat Jaka terdiam menatapnya.
"Ayah, aku mohon berhentilah menyiksa Satya."
"Aku tidak pernah menyiksanya."
"Lalu apa itu tadi?"
"Sudah ayah bilang itu adalah hukuman. Dia telah menghancurkan berkas yang ayah garap semalaman sampai tak beristirahat saat malam. Dia menumpahkan kopi di atasnya."
Jaka kini diam. Dia tak bisa menyangkal bahwa Satya tak bersalah. Karena berkas itu memang menyangkut tentang keluarga Rahardja di masa depan.
"Sekarang pergilah ke ruangan kakek mu. Mereka akan mengajarimu bagaimana caranya menjadi pemimpin perusahaan di masa depan." Suruh Abimanyu namun Jaka hanya diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Terluka [REVISI]
Fanfic[angst, brothership, friendship] Aku hanya ingin tahu caranya bahagia, dan akhirnya setelah banyaknya tangisan dan teriakan, aku menemukan jawabannya. Aku bahagia. ©horanghiii2024