O6. Kita sama, namun berbeda

340 50 22
                                    

Setelah tragedi itu, hari ini Satya belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Sebenarnya dia sudah enakan dan ingin berbaring di kasurnya agar bermimpi indah dan bertemu dengan orangtuanya. Sial, dia harus menginap semalam lagi di rumah sakit agar mempermudah dokter yang ingin memeriksa kondisinya.

Kini Satya berjalan-jalan tanpa selang infus di tangannya. Dia berjalan-jalan seperti orang sehat yang tak merasakan sakit.

Sampai dia berjalan ke arah taman dan berhenti karena mendapati seseorang. Senyumannya benar-benar indah bagi Satya. Entah orang ke berapa yang Satya pikir senyumannya seindah milik ayahnya. Yang pasti lebih indah milik ibunya. Maka dari itu Satya membandingkannya seperti senyuman manis milik sang ayahandanya.

Perlahan Satya mendekat. Remaja yang duduk di kursi roda itu tersentak saat Satya datang dengan seribu senyuman.

"Hai, langitnya indah ya." Ujar Satya yang memulai pembicaraan. Anak itu tersenyum manis. "Iya, indah. Makanya aku ada disini. Karena saat langit sedang cerah, pasti ada Jiwa di sekitar mereka." Balasnya membuat Satya tersenyum manis untuk membalas senyuman remaja berwajah pucat tersebut.

"Ah, namamu Jiwa ya? Kalau boleh tau kepanjangannya apa? Pasti wanita yang melahirkan mu adalah orang yang hebat hingga memberi nama putranya yang tampan dan manis ini dengan nama yang sangat indah, lebih indah dari nama ku."

Jiwa yang mendengarnya hanya tertawa kecil. "Kamu terlalu banyak memuji. Tapi ibuku memang hebat. Karenanya aku bisa melihat langit indah dengan mentari yang menyilaukan ini."

"Nama panjang ku Pramuda Raksa Jiwatrisna."

"Ternyata ibu mu sangat pandai memilih nama ya. Nama mu indah. Lebih indah daripada nama yang ibu peri ku pilihkan untuk ku. Pantas saja putranya juga indah, seindah namanya." Ujar Satya membuat Jiwa lagi-lagi tertawa.

"Jangan terlalu banyak memuji. Kalau terlalu banyak memuji nanti akhirnya menjadi belati. Aku sudah muak dengan pujian. Berikan saja kepada orang lain. Aku tidak suka pujian. Itu menyakitkan." Balas Jiwa lantas membuat Satya bertanya-tanya.

"Kenapa menyakitkan?" Satya kini duduk lesehan di bawah sedangkan Jiwa berada di kursi rodanya.

Perlahan Jiwa mencoba untuk turun dari kursi rodanya sehingga Satya membantunya. "Pujian itu hanya bualan saja. Aku tau, yang keluar dari mulut mu itu tak benar adanya. Aku tak sempurna, aku memiliki kekurangan. Sejak kecil aku tak normal. Aku tak bisa berjalan dengan benar."

"Kenapa begitu?"

"Karena sebuah alasan."

Satya masih bertanya-tanya dengan maksud dari teman barunya.

"Apa alasan itu yang membuat mu terpaksa menggunakan kursi roda?"

"Kamu pintar." Jawab Jiwa lalu menarik celana panjang agak kebesaran hingga sebatas lututnya, celana itulah yang membuat Satya tak tahu apa-apa sampai akhirnya dia terdiam saat melihatnya secara nyata.

"Ini alasannya. Saat aku kecil, aku terkena sebuah kanker. Kamu tau sarkoma? Ya, aku korbannya. Sial ya. Tapi demi mama, aku akan berusaha menjalani hari-hari seperti biasa."

"Apa keluarga mu ada disini juga?"

"Ayah ku masih ada di luar negeri, entah kapan dia akan pulang, mungkin nanti atau sekarang. Lalu kakek masih punya banyak urusan dan nenek ku sudah tiada. Kamu tau kan, tanpa perempuan di dalam rumah, maka yang laki-laki tak akan peduli dengan kondisi anak-anak di dalam rumah mereka. Karena yang memperhatikan seorang putra itu bukan ayahnya, melainkan ibunya."

"Perempuan memakai hati dan laki-laki menggunakan logika mereka untuk sehari-hari."

"Benar. Kamu benar sekali. Tapi laki-laki di keluarga ku tak seperti itu. Mereka memiliki hati seperti wanita walaupun mental mereka tetap laki-laki. Kasih sayang mereka seperti seorang ibu, walaupun mereka di panggil ayah oleh anak-anaknya. Ayah ku, sama dengan ibu ku. Kakek ku, sama dengan nenek ku. Tak ada bedanya laki-laki dan perempuan di rumah ku. Mereka semua memiliki hati dan mudah merasa sedih saat yang termuda tergeletak tak sadarkan diri atau merasakan sakit dan nyeri di tubuhnya."

Manusia Terluka [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang