25. Tak direncanakan

278 44 11
                                    

Pagi datang. Ya, pagi tanpa senyuman dari kediaman Rahardja. Rumah mereka seperti orang berduka. Gelap gulita, karena tak ada tawa atau senyuman yang terus terdengar menggema seperti biasa. Abimanyu masih belum sadar akibat luka di kepalanya yang bisa dibilang lumayan parah. Lalu pemakaman madam yang langsung dilakukan kemarin petang oleh orang-orang inti.

Dan pagi ini, Satya membuka matanya. Sunyi, itu yang dia rasakan waktu pertama kali membuka mata di dalam ruangan tanpa cahaya yang dia sebut kamarnya.

Satya mencoba duduk dan menatap sekitarnya. Kepalanya masih terasa sedikit pening entah kenapa.

Semuanya terasa damai karena hanya suara angin menerpa daun yang menemaninya. Benar-benar menenangkan. Suara pohon yang bergerak pelan dengan cahaya yang cerah dan kicauan burung sebagai pelengkapnya. Sempurna. Itu batin Satya. Namun semuanya hancur saat Jaka masuk ke dalam kamarnya.

Satya menoleh saat Jaka masuk tanpa suara. Dia tersenyum dengan Snowy di gendongannya.

"Satya, kamu baru bangun ya?" Tanya Jaka dan Satya hanya mengangguk singkat tanpa senyuman.

Jaka hanya bisa membalasnya dengan senyuman yang masih setia terukir indah di bibirnya.

"Ayah ku mendapatkan separuh karmanya. Dia belum siuman sampai sekarang karena telah berdosa. Kamu jangan memikirkannya lagi ya? Aku akan selalu membela mu. Tenang saja, aku tidak akan menjadi se-licik ibu dan ayahku. Karena panutan ku adalah paman komandan." Ucap Jaka namun Satya tak bergeming sedikitpun. Dia tak membuka mulutnya ataupun mengukir senyuman untuk menanggapi kata-kata yang Jaka rangkai.

Satya menatap ke arah jendela yang terbuka. Entah siapa yang membukanya, dia juga tak tahu. Namun intinya dia menyukai langit cerah hari ini.

Angin tanpa permisi memasuki kamarnya. Menerpa wajah tampan rupawan milik Satya dan Jaka. Bahkan bulu milik Snowy ikut berterbangan karenanya. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka. Sunyi masih menemani dengan Jaka yang terus berusaha merangkai kata agar bisa mengajak Satya berbicara dengan tawa.

Perlahan kesunyian di antara mereka buyar saat pelayan masuk ke dalam dengan nampan yang berisi makanan dan segelas air mineral lalu obat yang sudah Satya ambil dari dalam laci kamarnya.

Satya tak memakan makanan yang pelayan bawakan. Satya langsung meraih segelas air mineral tersebut dan meneguknya bersama dengan obat hingga tandas.

Jaka tertegun saat melihatnya. "Satya, seharusnya kamu makan dulu---"

Satya menatap Jaka yang berusara membuat Jaka terdiam karena tatapan menakutkan dari Satya. Seperti tatapan penuh tanya.

"Memangnya kenapa? Aku sudah makan sesuatu."

"Apa?"

Satya menunjukkan bungkus berisi roti yang sudah habis. "Jangan sok tau tentang ku. Pergilah." Suruh Satya membuat Jaka terdiam menatap Satya.

"Aku bukannya sok tau Satya, hanya saja---"

"Urusi saja paman. Bibi bisa menghajar kak Jaka jika tau mengunjungi ku. Seolah kakak tidak peduli dengan paman dan memperdulikan ku yang menjijikkan dan mudan lepas kendali ini." Ucap Satya dan Jaka hanya tertegun setelah mendengarnya.

"Satya, kamu kenapa? Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Jaka dan Satya hanya menggeleng sambil menggenggam erat gelas yang berada di tangannya.

"Satya?"

"Aku hanya ingin waktu untuk menenangkan diri kak. Aku ingin sendiri." Lirih Satya.

"Mengapa?"

"Tidak tau. Aku hanya merasa lelah."

Manusia Terluka [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang