19. Aku harap Satya tidak berubah

301 46 12
                                    

Malam masih menyapa. Pagi belum berniat untuk menyinari hari baru untuk Satya. Mata indahnya terbuka. Tubuhnya lemas tak berdaya.

Saat matanya terbuka, netranya menangkap sosok Jaka yang tengah melamun menatap ke depan. Dia tengah duduk di samping ranjang milik Satya sambil menggenggam tangan milik adik sepupu kesayangannya itu.

Satya sampai heran, ada apa dengan saudaranya. Apa yang dia pikirkan? Bahkan Satya membuka mata saja dia tak sadar. Apa pikirannya kacau? Apa hatinya sedang hancur dan diporak-porandakan? Atau tubuhnya merasa tak bertenaga saat Satya menutup mata?

Satya terus bertanya-tanya, sampai Jaka menyadari jika adik sepupunya sudah membuka mata.

"Satya, kamu sudah sadar. Syukurlah. Aku khawatir." Ucap Jaka dan Satya hanya menatapnya datar.

Mata merah dan sembab, wajah lelah, dan luka di dahinya yang mengundang atensi dari Satya. Ada apa dengan Jaka selama dia menutup mata?

Saat Jaka bangkit dari duduknya hendak memanggil madam untuk membawakan air mineral, Satya menahan tangan milik seorang Jaka.

"Apa yang kakak lakukan saat aku menutup mataku?" Tanya Satya dan Jaka diam saja. Dia tak berniat menjawab pertanyaan dari si pemilik suara.

"Aku hanya diam. Dan... menunggu kamu sadar." Lirih Jaka namun Satya tak sebodoh itu hingga bisa mempercayainya.

"Bohong."

"Iya, maaf. Kakak memang pengecut." Balas Jaka dan Satya langsung berusaha mendudukkan tubuhnya.

"Mau air putih? Akan kakak ambilkan---"

"Ambilkan kotak obat." Pinta Satya dan Jaka menurutinya. Dia beranjak dan mencari kotak obat di dalam ruangan sana. Lalu setelah menemukannya lantas Jaka memberikannya kepada Satya.

"Mendekat lah." Pinta Satya dan Jaka bersikap di depan Satya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Apa yang kakak lakukan?"

Jaka hanya diam saat Satya mengobati dahinya yang terluka. Jaka seakan ragu untuk menjawabnya.

"Aku hanya---"

"Jaka membenturkan kepalanya ke tembok." Itu Rahardja yang bersuara. "Kakakmu menjadi gila saat kamu menutup mata. Dia membenturkan kepalanya hingga meninggalkan bercak darah di sana." Ucap Rahardja sambil menatap tembok kamar Satya yang terkena bercak darahnya.

Satya yang sadar menatap Jaka. Dia menunduk.

"Aku menyedihkan Satya. Setelah membuatmu hancur aku malah menjadi seperti orang gila. Maafkan aku." Ucap Jaka namun Satya yang terdiam karena kebingungan.

"Untuk apa lagi kata maaf itu?" Tanya Satya karena dia tak mengerti.

Jaka mendongak, menatap Satya yang kini berbalik menatapnya dengan tatapan kosongnya.

"Untuk segala---"

"Aku bosan mendengarnya." Sela Satya dan Jaka terdiam. Entah kenapa, saat menatap mata Satya semuanya seakan berhenti. Bahkan suaranya tercekat.

"Satya, apa kamu baik-baik saja?" Lagi-lagi Rahardja memecahkan keheningan diantara mereka. Satya mendongak menatap sang kakek dan mengangguk singkat lalu memberikan plaster kepada Jaka. "Tempelkan itu di dahi kakak. Jangan menjadi menyedihkan seperti itu sampai membiarkan tubuh kakak terluka hanya karena rasa bersalah. Apa kakak tahu? Kakak terlihat seperti orang bodoh jika bersikap seperti itu." Ucap Satya lalu meletakkan kotak P3K itu ke atas nakas dan menatap semuanya dengan tatapan kosongnya.

Semuanya menjadi sunyi sampai Danastri memasuki kamarnya dan memeluk Satya dengan tiba-tiba. Satya hanya membalas pelukan itu tanpa senyuman. Suara isakan terdengar, walaupun pelan.

Manusia Terluka [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang