O8. Ternyata yang pandai menasehati itu yang paling tersakiti

331 57 33
                                    

Sepulang dari sekolah, Jaka di jemput oleh sopir pribadinya. Satya sendiri tak tahu harus pulang dengan apa. Mau pesan taksi dia tak bisa bermain alat Android seperti anak-anak di zaman sekarang. Dia tak pernah punya, makanya dia tak bisa. Mau naik motor pun dia tak tahu caranya bagaimana, bahkan menyalakan mesinnya saja dia kebingungan, mau naik mobil tak ada yang mau menjemputnya karena takut Satya hilang kendali saat satu mobil dengan mereka. Yang bisa Satya lakukan hanyalah berjalan kaki sampai ke rumahnya. Jaraknya cukup jauh, namun Satya tak masalah. Anggap saja sekalian berolahraga.

Saat sedang berjalan menyusuri aspal yang hitam dia terhenti di sebuah taman. Dia ingat akan sesuatu. Bebek sedang berjalan di bawah sana. Di bawah sana ada danau yang pernah Satya datangi tanpa sepengetahuan orang-orang.

Satya menuruni jalan yang dipenuhi rumput tanpa aspal tersebut. Dia duduk dan seekor kucing menghampirinya lalu mendekat dan mengeong padanya.

"Kamu juga merasa kesepian ya? Kalau begitu disini saja bersama ku. Kamu cantik sekali, apa kamu perempuan? Pasti anak-anak mu cantik dan lucu ya?" Satya mengelus bulunya sehingga kucing itu langsung duduk ke pangkuan Satya karena Satya duduk bersila di sana sambil menatap danau yang bening hingga ikan-ikan terlihat sedang bermain bersama dengan bahagia.

Saat kucing itu menutup matanya sang pemilik datang dengan nafas tersengal-sengal. Satya menatapnya dengan senyuman. "Ini milik mu ya? Lain kali jangan sampai kehilangannya lagi. Kucing mu cantik, takutnya ada yang membawanya pulang lalu kamu akan kehilangan." Ujar Satya lalu memberikan kucing itu kepada pemiliknya.

"Satya? Satya kan?" Tanyanya dan Satya tersenyum.

"Iya, aku Satya. Radeva apa kabar?"

"Aku baik." Jawab Radeva lalu duduk di samping Satya dengan memangku kucingnya yang masih setia menutup matanya karena lelah.

"Kenapa disini sendirian?" Tanya Radeva dan Satya tertawa. "Kamu ingat janji kita? Bukankah aku pernah bilang akan mengajakmu melihat senja dan bebek bersama di keesokan harinya?"

Mendengarnya Radeva tertegun. "Kamu berbohong. Aku selalu datang tapi kamu---"

"Maaf. Aku tidak suka berbohong. Tapi keadaan memang tidak memungkinkan. Bahkan melangkah dari pagar rumah saja rasanya sangat sulit. Jika aku membangkang dan tetap berlari keluar, bisa-bisa kakiku dipotong oleh paman. Maaf Radeva. Kamu jadi menanti yang tak pasti."

"Aku kira kamu akan benar-benar datang."

"Maaf, aku tak punya kuasa. Bahkan diriku saja sudah dikuasai oleh keluarga. Jadi aku tidak bisa seenaknya. Apalagi kamu putra dari Mahardika yang terkenal sangat pemilih. Dan selalu mementingkan pangkat dan pengaruh orang-orang yang mendekat. Aku pikir kamu juga seperti itu. Maka dari itu aku tidak berpikir bahwa kamu memang benar-benar mau menjadi temanku."Balas Satya membuat Radeva tertawa. "Kamu itu terlalu jujur Satya. Kadang aku sakit hati mendengarnya." Balas Radeva membuat Satya menjadi serius namun wajahnya tetap teduh tak nampak marah.

"Aku tidak pernah jujur Radeva. Aku selalu berbohong apapun yang aku lakukan dan apapun yang aku katakan. Jadi jangan percaya. Bahkan aku tau, jika Tuhan pasti akan menghukum ku karena sudah terlalu banyak berbohong."

"Aku juga sering berbohong." Balas Radeva.

Satya yang mendengarnya tertawa kecil. "Radeva, apa kamu tau apa yang ibu peri ku katakan saat aku terlalu banyak berbohong?"

"Apa?"

"Katanya hidung ku akan memanjang dan tidak bisa kembali lagi seperti dongeng anak-anak. Dulu aku percaya dan tidak mau berbohong lagi karena takutnya jika hidung ku akan memanjang seperti yang ibu peri ku katakan aku akan dijauhi teman-teman karena jelek. Tapi seiring berjalannya waktu, semakin aku dewasa, aku tau bahwa itu hanyalah bualan."

Manusia Terluka [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang